Ayah Takit

1.5K 62 4
                                    

Di hari minggu, hujan yang deras tengah mengguyur, awan pekat, desingan angin yang begitu kencang terdengar menyeramkan dan tak tertinggal pula sahut-menyahut petir yang semakin mencekamkan suasana. Dan sepi, itulah satu kata yang menjadi penghuni kediaman sederhana keluarga Kim. Satu-satunya penghuni rumah yang tampak hanyalah ayah yang kini tengah berkutat dengan masakannya tanpa sadar satu-satunya sosok balita yang telah menghilang dari kursibayi yang sejak tadi diduduki si sosok balita yang tak lain adalah Veeyan, sedangkan Davin dan Gaevin yang sebagaiDi hari minggu, hujan yang deras tengah mengguyur, awan pekat, desingan angin yang begitu kencang terdengar menyeramkan dan tak tertinggal pula sahut-menyahut petir yang semakin mencekamkan suasana. Dan sepi, itulah satu kata yang menjadi penghuni kediaman sederhana keluarga Kim. Satu-satunya penghuni rumah yang tampak hanyalah ayah yang kini tengah berkutat dengan masakannya tanpa sadar satu-satunya sosok balita yang telah menghilang dari kursibayi yang sejak tadi diduduki si sosok balita yang tak lain adalah Veeyan, sedangkan Davin dan Gaevin yang sebagai anak muda pamit hang out sejak pagi tadi dan pasti tak akan pulang dalam waktu dekat karena terjebak hujan.

"Taraaa!! Masakan Ayah sudah jadi, sayang ...!" Dan tak lama teriakan ayah terdengar bersama kedua kakinya yang berjalan memasuki ruang makan, namun ...

"Bintang!" panggil ayah shock kala tak mendapati sosok mungil putranya lagi. "Bintang!! Kamu dimana, Nak?!" teriak ayah dengan panik bersama dengan kedua kakinya yang kini telah melangkah dengan tak kalah kalutnya.

"Kamu dimana sih, Nak ...? Jangan bikin Ayah takut gini dong ..." gumam ayah pelan bersama kedua matanya yang kini telah memunculkan tumpukan airmata dikelopaknya saat sudah semua ruangan ia cek namun sosok Veeyan tak juga ia temuka.

"Apa mungkin ..." gumam ayah pelan saat ia teringat masih tersisa satu tempat yang belum ia periksa yaitu halaman depan rumah yang hingga kini masihlah dihujani dengan buliran besar langit, dan ia pun tak melupakan satu fakta bahwa putra kecilnya yang begitu menyukai hujan, biasalah anak kecil.

Ceklek!

"Ya Allah, Bintang!!!" Dan benarlah dugaan ayah jika putra kecilnya di halaman rumah dengan keadaan yang basah kuyup, namun tawa riang tak hilang dari bibir mungil merahnya yang kini telah bergetar dan kehilangan ranumnya, tak heranlah jika teriakan tak mampu ia tahan lagi.

"Ahaaa ...ha ... ha ...!!!" tawa riang tak juga surut dari si kecil Veeyan tak peduli lagi dengan desingan kasar angin yang mengalun pula petir yang saling sahut menyahut dengan menyeramkannya yang masih tampak, tak ia pedulikan pula tubuhnya yang semakin menggigil saja.

"Bintang!!" Kepala sosok mungil tersebut menoleh saat dengan sayup-sayup mendengar suara sang ayah yang memanggilnya dan seulas senyum lucu hadir dibibir bergetarnya kala mendapati ayah yang menyusulnya tanpa peduli dengan tubuh yang turut basah, mungkin ia berpikir jika sang ayah akan menemaninya bermain.

"Bintang macih pengen main cama Ayah," celoteh Veeyan dengan bahasa cadelnya saat mendapati tubuh kecilnya diangkat ayah dan tanpa menjawab satu patah kata pun ayah membawa tubuh kecil Veeyan kedalam rumah.

"Bintang mulai bandel ya?! Gak dengerin Ayah! Nanti kalau Bintang sakit gimana? Bintang mau bikin Ayah sedih kalau Bintang sakit, ya?" Dan akhirnya omelan ayahlah yang kini Veeyan dapati kala ayah yang telah berganti dengan pakaian beralih mengganti pakaian sang anak dengan pakaian yang hangat dan kering setelah mandi dengan air hangat.

"Bintang mau buat Ayah sedih?" tanya ayah dengan pelan yang mendapat gelengan dari putra kecilnya.

"Maafin Bintang ya, Yah." Dengan tulusnya sosok kecil yang telah berbalut dengan pakaian hangat tersebut meminta, yang tak ayal mengundang haru bagi sosok dewasa yang tengah berjongkok dan menganggukkan kepala dihadapannya.

Father And Son(HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang