"Kayaknya Bang Ivan sebentar lagi pulang deh," ucap Davin memecahkan keheningan yang melanda semenjak ia menjawab panggilan abangnya.
"Ya ...kamu tau sendirikan gimana pekanya Bang Ivan ke Vee? Dan gimana kakunya Bang Ivan kalau udah memutuskan?" jawab Davin melayangkan tanya kepada Gaevin yang hanya mengangguk dengan faham.
"Hah ...ya sudahlah," gumam Gaevin pasrah.
"Lebih baik Bang Fahri pulang aja nunggu rumah! Dan kalian kembali ke sekolah aja! Kasihan sekolah kalian, nanti pukang sekolah aja kalau mau kesini lagi!" titah Davin dengan lembut.
"Baik Pak! Baik Kak!" jawab Fahri dan ketiga sahabat Veeyan dengan patuh. Tanpa menunggu waktu lama lagi empat orang yang telah diperintah oleh Davim secara bersamaan meninggalkan raung rawat Veeyan.
"Cepat sembuh ya sayang ...disini yang sayang Vee bukan hanya Ayah, tapi Om Davin dan Om Gaevin juga sayang banget sama Vee." Dengan lembutnya tangan Davin mengusap surai Veeyan mencoba memberikan kenyamanan dalam lelap Veeyan yang wajahnya masihlah menyiratkan ketidak nyamanan tampak dari deru nafas beratnya dan peluh yang membanjiri wajahnya.
Dan setelah 1 jam berlalu, kini hanyalah keheningan yang menjadi penghuni ruangan. Davin tampak duduk bersandar disofa dengan matanya yang tertutup, hanya menutup sebab jujur saja ia tak akan bisa tidur jika keadaan Veeyan pun mengkhawatirkan dan ia pun tahu sosok yang mampu menangani Veeyan yang tengah seperti ini tengah jauh dar mereka. Sedangkan Gaevin ia berpamit untuk mencari pengganjal perut sejak beberapa menit lalu.
"Kamu udah tidur 5 jam lo, kenapa belum bangun juga?" gumam Davin kalut saat matanya terbuka dan menatap Veeyan yang masihlah terlelap.
Apalagi warna pucat yang telah menyembunyikan wajah tengil dan usil namun menggemaskan sosok keponakan tercintanya tersebut semakin mengundang cemas pula desiran pedih diulu hati Davin saat menatapnya.
"Jangan kayak gini lagi, ya? Kamu udah buat teman-temanmu rela bolos pelajaran tau gak karena ngawatirin kamu, Dek ..." gumam Davin pelan kembali mengusap lembut rambut berpeluh Veeyan yang masihlah terlelap seakan begitu nyaman saat merasakan usapannya.
........
Siang pun telah berlalu dan berganti malam yang datang kala ayah yang kini telah duduk tenang. Hatinya tak mampu tenang sebelum ia tahu keadaan putranya tak sama halnya di yang kini dengan taxi yang melaju dengan tenangnya mmbelah jalanan malam menuju rumah sakit dimana Veeyan berada.
"Haaah ..."
Nafas ayah terhembus dengan lelah, matanya yang semula tertutup kembali terbuka karena memang hanyalah tertutup saja. Jujur ia sangat ingin mengistirahatkan tubuhnya yang lelah, namun fikirannya sejak tadi berpusat akan putranya yang keadaannya ia yakini pasti tak apik tersebut terus saja menyitanya. Sangat ingin berharap jika Veeyan baik-baik saja,tapi sebuah fakta dari nalurinya mengatakan lain. Haruskah ia tak mempercayainya? Tapi setiap apa yang dirasakan nalurinya selalu benar adanya.
"Tiga hari Ayah menunggu kabar darimu Bintang, tapi apa sekarang? Yang Ayah dapati malah kabar tak baikmu," gumam ayah pelan.
"Haaah ..." Kembali untuk yang kedua kalinya ayah menghela nafas lelahnya.
"Sepertinya anda tengah kalut, kalau boleh tahu apa terjadi sesuatu yang buruk?" Mungkin karena sang sopir taxi terlalu sering mendengar ayah menghela nafas hingga membuatnya berinisiatis bertanya disamping rasa penasarannya akan sosok pembisnis handal yang masihlah muda yang kini menjadi penumpangnya.
"Dan ...bukankah anda Tuan Ivander Kim? Dan maaf jika saya lancang menanyakan perihal pribadi anda," lanjut si supir taxi.
"Oh, kau mengenalku?" tanya balik ayah terheran akan ungkapan sang sopir taxi yang ternyata masihlah muda mungkin seumuran dengan adik bungsunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Father And Son(HIATUS)
FanfictionIvander Kim dan Raeveeyan Ivander Kim sepasang anak dan ayah yang memegang erat prinsip "meskipun hanya kau didunia aku tak apa". Perginya dengan tanpa kata sang bidadarilah yang membuat mereka tak menoleh sedikitpun pada sekitar, hanya orang terdek...