Taehyung membenci dirinya sendiri. Teramat bodoh kala dia bersikap seolah tidak terjadi sesuatu hal yang serius dengan sahabat manisnya itu. Dia teramat sulit untuk bilang tidak, terlebih itu untuk seorang Park Jimin.
Namun, kini ia tak bisa menahan semuanya lagi. Biarlah Jimin memarahinya nanti, asalkan bajingan tengik itu tahu tempatnya.
"Cepat putuskan Jimin, jika kau hanya main-main dengan perasaannya," pria itu berkata terang-terangan saat Jungkook baru saja keluar kelas karena istirahat.
Jungkook menoleh dengan raut datarnya. Sama sekali tak terpengaruh dengan aura intimidasi yang dikeluarkan oleh pemuda Kim itu.
"Jika aku bilang tidak?" Tantangnya dengan wajah kelewat pongah. Sial, itu benar-benar membuat Taehyung muak.
Seandainya saja pemuda Kim itu bisa melayangkan tinjunya di wajah Jeon Jungkook, ia dengan senang hati melakukannya detik itu juga.
Ia mengeram marah, tangannya mencengkeram kerah seragam Jungkook dengan tatapan kelewat benci.
"Kau tidak tahu apa-apa tentangnya, kan? Berhenti sekarang atau itu akan menyakitimu lebih jauh," sehabisnya, Taehyung menghempaskan tubuh bongsor Jungkook ke dinding dan pergi dengan kedua tangan terkepal erat.
Benar-benar pria sinting.
●●●
Itu bukanlah kali pertama Taehyung membuang waktunya untuk menghampiri Jungkook. Dilain waktu, kala Jimin tidak sekolah selama tiga hari lamanya, Taehyung mendadak hilang kendali.
Ia terus saja mengirimi si mungil itu beberapa pesan, namun tak satupun yang dibalas. Pun begitu, Taehyung bahkan ragu jika Jimin membaca pesannya.
Jika sudah begini, Taehyung paham betul keadaan Jimin sedang tidak baik-baik saja. Peringkatnya di sekolah menurun, apalagi di kelas. Dan Taehyung cukup tahu tabiat ayah sahabatnya itu.
Pria bar-bar yang memaksa Jimin untuk jadi manusia sempurna.
Pemuda Kim itu berdiri dengan punggung bersandar pada pintu masuk menuju kelas Jungkook. Sesekali siswa lain akan menatap aneh padanya, pun begitu Taehyung sama sekali tak menghiraukannya.
"Ya!" Dia akhirnya berseru setelah sekian lama menatap kosong pada siswa yang berlalu lalang.
Jungkook tak menggubris. Ia tak merasa jika Taehyung memiliki urusan dengannya. Jadi, dia hanya balas menatap datar pada sosok didepannya saat ini.
"Aku muak harus melihat wajah idiotmu. Apalagi mengulang kalimatku padamu," katanya dengan ekspresi sarat akan rasa jengkel.
Jungkook tak membalas. Well, sebenarnya dia agak terusik kala siswa di kelasnya menguping diam-diam apa yang akan dikatakan kedua primadona di sekolah itu.
Yah, pasti menyangkut Jimin.
"Dibagian mana yang tidak jelas menurutmu?" Sinisnya lagi, dan mulai menegakkan posisi tubuhnya.
Jungkook tak bergeming. Maniknya sibuk menatap dalam pada Taehyung dihadapannya.
"Jimin menderita karenamu. Kau, hanya tidak tahu beban yang ditanggung bocah itu," jelasnya lagi.
Mata Taehyung terlihat menyedihkan, manakala dia sibuk menbayangkan kondisi Jimin saat ini.
"Katakan." Akhirnya Jungkook bersuara setelah sekian lama.
Alis Taehyung menukik tajam, agaknya bingung dengan permintaan Jungkook barusan.
"Beritahu aku," jelasnya lagi tanpa ekspresi diwajah.
Taehyung menghela nafas. Yah, biarkan saja Jungkook tahu. Agaknya, dia akan menepati janjinya kali ini. Taehyung hanya tak ingin Jimin menderita karena terus berada disisi pemuda Jeon itu.
"Keluarga Jimin hancur. Ayahnya gila akan jabatan, dan Ibunya punya gangguan mental. Mulanya Jimin tak punya niat lain datang sekolah selain untuk belajar."
Taehyung menjeda kalimatnya sejenak. Ia membuang nafas secara kasar, "Tapi, sejak bertemu denganmu. Dia makin sengsara, karena telah jatuh pada pria brengsek sepertimu."
●●●
See u soon 💕
Keep strong IKONIC. ARMY always by your side❤
Cloudie🐳

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Maze [KM]
Fiksi Penggemar●|Trapped in a maze of decisions. Exhausted by all the different chaos. We've wandered around, looking for the answer. Lost in the maze, in the darkness|●