22. Dinner

3.6K 510 55
                                    

"Hm, bagaimana dengan harimu. Semuanya berjalan baik?"

Dia membuka pembicaraan, kala Jimin sedari tadi sibuk termenung dengan pandangan kosong. Yang ditanya balas berdeham tanpa minat, pun begitu atensinya tak kunjung lepas pada pemandangan dari balik jendela.

Sudah lima belas menit lamanya sejak dia datang untuk menjemput Jimin di Rumah Sakit. Well, dia punya rencana untuk mengajak Jimin makan malam sekaligus kencan diawal bulan Desember begini.

"Kau bisa membatalkan makan malamnya jika memang merasa kurang nyaman, omong-omong."

Dia kembali melanjutkan pembicaraan. Gosh, Jimin yang setengah hati begini membuat suasana romantasi yang akan dia bangun terasa sia-sia. Jiminnya terlihat memiliki pikiran yang berkecamuk.

Dan dia, tak ingin rencana mereka gagal hanya karena kondisi Jimin yang kurang baik. Yah, mereka bisa makan malam berdua lain waktu.

"Tidak," jawab Jimin lesu, tanpa minat. Sedetik kemudian, helaan nafas kembali terdengar dari bibirnya. "Sial, aku tidak ingin rencana kita kacau karena aku."

Pun ia melontarkan kalimat, namun pemuda Park itu tak mau maniknya saling bersiborok dengan milik sang kekasih. Entahlah, mungkin semacam rasa penyesalan.

Dia tersenyum. Dibalik raut pengertiannya, dia menyimpan rasa lelah yang jelas. Tangan kanannya bergerak untuk mengelus surai blonde sang kekasih. Sesekali ia akan bergumam, aku tidak apa.

"Jae," panggil Jimin sebelum kalimatnya disela oleh sang kekasih.

"Aku baik, kok. Kita batalkan saja rencananya, kau memang butuh waktu untuk hubungan kita berdua."

Jimin meringis dalam hati. Gosh, kapan dia bisa sedikit lebih dewasa untuk hubungan mereka berdua.

Pemuda Park itu tahu dengan jelas, jika dia berusaha untuk menunggu, hingga Jimin bisa menerima hadirnya sang kekasih. Namun, Jimin tak bisa berdusta akan hatinya sendiri, bahwa dia masih berharap pada sosok Jungkook.

"Kita pulang saja. Nanti, Tuan Ahn akan mengantarkan makan malam ke Apartemenmu, oke?" Katanya lembut, seraya mengelus jemari Jimin.

Sial, Jimin ingin mati saja rasanya.

●●●

Awal bulan Desember, salju mulai datang menghampiri langit malam kala itu. Ini salju pertama, dan Yoongi jelas tak ingin melewatkan kesempatan yang ada untuk menikmati indahnya langit kala itu.

Dia sengaja menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat, kemudian berlari keluar untuk merasakan udara malam sembari berjalan kaki. Membiarkan butiran salju menyapa coat hitam yang dikenakannya.

Bibirnya terkekeh, manakala teringat jika Jungkook meneriaki namanya sebelum Yoongi melangkah keluar tadi, namun pemuda Min itu hanya melambaikan tangan seraya terkikik sebab Jungkook yang mengumpat.

Maniknya sibuk menelisik kesegala arah, agaknya beberapa barang bisa menggugah perasaaan Yoongi untuk dibeli, menimbang jika dia adalah salah satu sosok pria yang hemat.

Tapi, Jungkook menganggap Yoongi sebagai pemuda yang perhitungan.

Tungkainya berhenti melangkah. Pandangannya berhenti pada sebuah dreamcatcher berwarna biru muda yang tergantung disalah satu toko.

"Indahnya," pria itu bergumam dan berdiri disana dalam kurun waktu yang lama.

Lima langkah dari tubuhnya berdiri, sosok itu terkekeh. Maniknya berkilau, kala menangkap siluet Yoongi yang terlihat begitu memuja benda itu.

Love Maze [KM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang