Paman Ahn tersenyum sumringah, diikuti dengan sosok Lia yang berlari mengitari tubuh tegap berbalut kaos navy lengan panjang itu. Jungkook kian mendekat dan peluh ditubuhnya entah kenapa membuat ia terlihat makin dewasa dan...
Seksi?
Oh, sial. Jimin merutuki pikiran kotornya yang berkelana entah kemana.
Pun pemuda Jeon itu telah mengambil tempat disisinya, manik Jimin tetap menatap kosong pada padang rumput nan membentang luas dihadapannya.
"Aku tidak tahu kau akan kemari," suara Jungkook tepat di telinga kirinya. Pemuda mungil itu bergidik, agaknya merasa terkejut kala duduk bersisian dengan jarak teramat dekat dengan sang mantan kekasih.
Jimin menghela nafas, hingga helaian poninya yang menjuntai ikut terlambai diudara. "Kita bisa pergi bersama, omong-omong." Lanjutnya lagi dan mulai membaringkan tubuhnya akibat rasa lelah yang menghinggapi.
Paman Ahn telah pamit sejenak untuk menyiapkan makan malam buat ketiganya. Pun, Lia telah berlarian menyusuri tengah hutan hingga eksistensinya tak lagi terlihat.
Si mungil mendadak merasa canggung, akibat ditinggal berdua dengan Jungkook tanpa membahas topik apapun. Yah, Jungkook berusaha mengajaknya bicara, hanya saja Jimin agaknya tidak nyaman untuk sekedar basa-basi.
"Hm, apa yang terjadi selama sepuluh tahun belakangan?" Suaranya kembali memecah keheningan. Pun ia tahu jika Jimin merasa tidak nyaman, Jungkook akan terus berusaha untuk memperbaiki hubungan keduanya.
Well, walaupun ia tak bisa berharap banyak jika Jimin akan kembali mencintainya.
Heol, siapa yang mau untuk jatuh kedalam lubang yang sama?
"Tidak ada hal yang menarik," balasnya acuh tanpa mau menatap sang lawan bicara.
Jungkook mengangguk, meskipun agak kecewa dengan reaksi Jimin yang kelewat tak bersemangat. "Aku tidak menyangka jika kau memilih jadi dokter," kekehnya diakhir kalimat sembari manik menyelami langit biru. Bernostalgia pada waktu dimana Jimin masih mencintainya.
"Dulu, kau ingin sekali jadi jaksa, kan? Tapi, Ayahmu tidak mengizinkannya."
Si mungil tak menjawab, sebab pikirannya telah kembali pada masa lalu. Kala itu, Jimin baru saja menyelesaikan pertemuan jurnalistik di sekolahnya. Ia menghampiri Jungkook yang baru saja selesai bermain basket bersama temannya.
Bercerita mengenai banyak hal, meskipun Jungkook tak pernah memberikan tanggapan yang berarti. Tapi, Jimin tetap suka. Cukup hanya berada disisi pemuda itu dan berceloteh banyak tanpa ada yang menghiraukan. Jika itu tentang Jungkook, Jimin selalu merasa baik-baik saja.
"Aku berubah pikiran," nadanya penuh rasa jengkel. Setiap Jimin kembali pada masa lalu, ulu hatinya terasa nyeri berkepanjangan. Sebab mencintai pemuda itu layaknya orang idiot.
Jimin benci dirinya dan kengangan dimasa lalu.
"Ah! Kudengar kau sudah bertunangan?" Setelah sekian lama, Jimin akhirnya memberikan seluruh atensinya pada pemuda Jeon itu.
Manik keduanya saling bersiborok, saling tukar pandang dalam suasana canggung, lalu Jungkook menyentuh tengkuknya akibat salah tingkah.
"Yah, salah seorang pria baik." Katanya sarat akan rasa tidak suka. Well, dia tidak punya niatan untuk berbicara ketus dan menyindir begitu. Hanya saja, Jimin mendadak muak kala harus mengingat sosok pria yang menunggu kehadirannya di Seoul sana.
Jungkook terkesiap. "Oh, benarkah? Aku harus bertemu dengannya dilain waktu," balasnya agak canggung.
Suasana hening kembali melanda. Dikala Jungkook sibuk membaringkan tubuhnya diatas hamparan rumput dengan lengan menjadi penghalau sinar senja yang membuatnya merasa tidak nyaman.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Maze [KM]
Fanfiction●|Trapped in a maze of decisions. Exhausted by all the different chaos. We've wandered around, looking for the answer. Lost in the maze, in the darkness|●