18. Litahayu Bukan Gadis Sembarangan

13K 1.5K 151
                                    

Sabtu siang seusai bekerja aku memesan layanan ojek online. Bukan untuk mengantarkan aku pulang tapi pergi ke rumah David. Aku juga membawakan seporsi sup ayam kampung untuknya. Untungnya, kontrakan David berada di area perumahan jadi mudah menemukan letak pastinya.

Rumah David ada di daerah Condongcatur. Sesuai yang dikatakan David tempo hari, tempat tinggalnya memang tak sebesar rumah kontrakanku. Rumahnya berdempet dengan rumah lainnya. Tak ada halaman depan seperti punyaku. Rumahnya berpagar besi setinggi dada dan di dalam teras itulah motor David terparkir. Pintunya terbuka. Sayangnya, tak ada bel di pagarnya. Jadi aku harus berseru untuk memanggil si empunya rumah.

Namun, bukan sosok David yang keluar dari sana. Seorang gadis awal dua puluhan keluar mengenakan kemeja marun lengan panjang dengan celana jeans warna pudar. Rambutnya digelung asal-asalan.

"Cari siapa, kak?" tanya gadis itu setelah berdiri di hadapanku. Ia belum membukakan gerbang.

"Ini benar rumah David?"

"Iya. Kakak siapanya abang?"

"Kamu adiknya David?" tanyaku spontan.

Gadis itu mengangguk. "Iya. Kakak siapa? Ada urusan apa sama abang saya?"

Belum sempat aku menjawab, sosok David keluar. "Lita? Kamu ngapain ke sini?" Ia lantas berjalan dan membukakan kunci gerbang. "Kamu ada tamu kenapa dibiarin keluar, dek?"

"Mana aku tahu dia tamunya abang. Aku bilangin mama lho kalau abang main-main sama perempuan lagi."

"Ck! Apaan sih? Dah sana masuk. Ayo, Ta. Nggak usah dengerin kata dia!"

David lantas menggandeng tanganku setelah ia membuka pagar. Ia menuntunku untuk duduk di sofa tunggal ruang tamunya. Adiknya tadi tak langsung masuk menyusul kami. Malah ia terlihat bengong di depan pagar. Lantas detik berikutnya ia berbalik dan berderap masuk ke rumah.

"Lita? Kakak, pacarnya abang ya?"

Aku terkejut tentu saja karena langsung ditodong pertanyaan macam itu oleh adik David.

"Apaan sih, dek. Nggak sopan. Sana katanya mau ke kampus!"

"Dih tadi aja bilang suruh aku bolos buat nemenin abang. Takut kak-"

Belum sempat adik David menyelesaikan kalimatnya, David sudah membekap mulut gadis itu. Keduanya bergelut, satu berusaha melepas, satunya berusaha membungkam. Hingga akhirnya jeritan David menggema. Ia melepaskan tangannya dari mulut adiknya lalu berpindah mengusap-usap tulang keringnya.

"Sukurin! Awas ya, bang. Kalau abang berani macam-macam lagi, aku aduin ke mama!"

Keningku mengernyit tanda aku mulai tak paham arah pembicaraan keduanya. Tatapan yang saling mereka bagi membuatku semakin bingung dan penasaran. Aku memang orang luar, tapi David berstatus kekasihku. Meski ini terdengar kekanakan dan labil, aku juga merasa aku harus tahu apa yang mereka bicarakan.

"Udah sana kamu pergi! Ke kampus sana!"

"Awas ya, bang!"

"Iya, bawel!"

Aku hanya terdiam selama sepasang kakak adik itu bertukar pandangan. Bahkan sampai adik David pergi aku masih terdiam. Ada rasa penasaran menggelitik tapi tak mampu terungkap karena rasa canggung.

"Kamu mau minum sesuatu, Ta?"

Kalau bukan karena pertanyaan itu mungkin sampai nanti aku hanya akan terdiam. Saat itulah aku baru tersadar dengan plastik yang berada di tanganku.

"Eh ini aku bawakan sop ayam. Abang udah makan?"

"Belum. Tadi aku minta Luna pergi bentar cari makan habis itu balik sini. Soalnya kepalaku rada pusing."

Status: It's ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang