29. Pamit

10.6K 1.4K 95
                                    

Bang David: Aku pamit ya, Ta.

Adalah pesan pertama yang kuterima ketika aku sampai di Jogja. Pesan itu kubaca usai aku selesai mandi.

Minggu pagi aku dan Tama berangkat kembali ke Jogja. Hampir tengah malam kami baru sampai di kontrakanku. Karena hal itulah Tama akhirnya menginap di rumah. Sampai rumah, aku langsung mandi air hangat. Berbeda dengan rumah Tama yang sudah dipasangi pemanas air, aku harus menunggu air matang di atas kompor. Sudah hampir jatuh kepalaku ke atas meja sambil menunggu air di dalam panci itu mendidih...sudah terlalu lelah dan ingin beristirahat.

Dan besok harus bekerja!

Aaargh! Seminggu libur rasanya tidak cukup. Maunya lebih lama di Bandung. Begitu tiba di Jogja, otakku sudah langsung memikirkan kerja, kerja, kerja. Aku lelah. Mama, aku mau pulang lagi ajaaa...

Tanganku mengambang di udara memegang ponsel. Pandanganku lurus tertuju ke layar 6 inci itu tapi pikiranku terbang ke mana-mana.

Pamit? Pamit ke mana?

Pesan itu dikirimkan padaku tadi sore. Jam 17.03 tepatnya. Mungkin saat itu aku dan Tama sedang turun untuk mencari makan. Sepanjang perjalanan tadi aku memang jarang membuka ponsel, apalagi menjelang malam. Badan sudah lelah, kalau ditambah mata yang harus terus menatap ponsel dalam mobil yang sedang berjalan, kurasa aku bisa muntah.

"Pamit ke mana dia?"

Aku berjenggit kaget karena tiba-tiba suara Tama terdengar. Lebih kaget lagi ketika aku mendongak dan mendapati sosoknya sudah berdiri menjulang di depanku.

"Aa bisa nggak sih ngetok pintu dulu sebelum masuk kamar orang?! Ini kamar aku lho, A, rumah aku. Kalau aku lagi telanjang gimana? Aku kan cewek."

"Terus kenapa?"

"Ih kok kenapa sih?! Mesum!"

Bola mata Tama membulat. "Mesum mulutmu! Nggak minat! Dada rata gitu!"

Aku terkesiap dan langsung menunduk melihat ke bawah. Takutnya aku hanya memakai tanktop tanpa bra seperti waktu itu. Namun, aku bisa bernapas lega karena kali ini aku memakai bra, tanktop beserta kaus yang kebesaran jadi lekuk tubuhku tak terlihat.

Dasar mesum!

Kupukul perut Tama yang hanya terbalut singlet putih. Ternyata perutnya cukup padat. Ia mengaduh pelan karena kaget.

"Mau ke mana dia? Pamit pulang ke surga?"

Kupukul lagi perut Tama. "Sembarangan! Aa ini mulutnya ajaib ya. Kelihatannya aja dari luar baik hati, pria sejati, tapi mulutnya begitu."

"Siapa bilang aku baik hati, pria sejati? Aku brengsek, mantanku banyak. Ada yang pernah kutidurin. Kamu sama mama aja tahu. Udah jelas brengsek ya sekalian aja. Apa malah bukan David-mu itu? Kelihatan baik tapi nyatanya brengsek juga."

Aku agak terkejut mendengar ucapan Tama. Memang benar begitu tapi...rasanya tak perlu juga dia menamparkannya ke mukaku.

"Aa sih jatuhnya bukan brengsek. Tapi nyinyir. Mulutnya licin amat sih kayak belut. Aa laki-laki apa ibu-ibu komplek?"

Status: It's ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang