8. Berdebar

19.1K 2.3K 125
                                    

"Bang David ngapain di sini?"

David tersenyum makin lebar dan mengedikkan bahunya. Ia merentangkan tangannya. "Kamu nggak lihat aku pakai tuksedo? Aku best man-nya dia," ucap David lantas mengedikkan ibu jari kanannya ke arah pelaminan yang ada di balik punggungnya.

"Oh..." kataku dengan bodohnya karena baru bisa mencerna penampilan David yang memang begitu rapi. "Yang nikah siapanya bang David?"

"Dia abangku."

"Abang?" Aku heran. Pasalnya aku tak tahu kalau Alex ternyata punya adik. Kata Tama, Alex anak bungsu.

"Ng...sepupu sih. Well, sebenarnya bisa dibilang dia itu omku. Bang Alex itu adik bontotnya papa."

Aku mengangguk sambil meng-oh pelan. "Kok kemarin-kemarin nggak bilang kalau mau ke Bandung juga?"

David menggaruk kepala belakangnya. "Kukira nggak akan ketemu kamu, jadi aku diem. Nggak tahunya Bandung bisa sesempit ini juga," jelasnya lalu tertawa pelan.

Mulutku membentuk huruf o tanpa suara. David mengangguk mengiyakan, lalu pandangannya berpindah ke sampingku. Baru aku tersadar sesuatu.

"Oh iya, ma, ini bang David. Dia temen kerjaku di Jogja. Bang David, ini mamaku."

David membungkuk dan menyalim tangan mama. "David, tante."

"Kamu yang nganterin Ayu kemarin belanja oleh-oleh ya?" tanya mama.

David terkejut. Keningnya mengerut. Lalu ia tersenyum. "Lita cerita? Iya, tante, saya yang antar. Sekalian jalan-jalan sebelum pulang kampung. Eh jatuhnya nggak pulang kampung sih. Kemarin langsung ke Bandung buat ikut persiapan nikahannya bang Alex."

"Makasih ya udah anterin Ayu. Biasanya dia kemana-mana naik kendaraan umum sendiri. Apalagi akhir tahun begini. Aa-nya sibuk, nggak bisa anterin."

"Sama-sama, tante. Saya juga seneng bisa nganterin Lita. Antar-jemput kerjapun saya mau." David lantas tersenyum lebar. Matanya mengerling padaku sebentar sebelum menatap mama lagi.

Mama terdiam. Ia mengamati David dengan seksama. Lantas bibirnyapun tersenyum tipis membalas ucapan David.

"Ya udah, silakan dinikmati pestanya. Saya ke sana dulu ya, tante. Tadi dicari papa, tapi ngerasa kenal sama perempuan cantik pakai gaun biru ini, saya kemari akhirnya," pamit David. Lagi-lagi matanya mengerling padaku.

Mama mengangguk, David lantas pergi keluar dari area resepsi. Sepeninggal David, giliran mama yang mengerling padaku. Entah mengapa beliau tersenyum lembut lalu menghela napas, lega.

"Kunaon (kenapa) mama jadi senyum-senyum manis begitu?"

Mama hanya terkekeh sambil menunduk. Saat beliau menatapku kembali, matanya sudah tak merah, sama sekali. Bening.

"Kamu mau janji nggak sama mama?"

"Janji apa?"

"Janji ya kalau nanti kamu pacaran, orang pertama yang kamu kabarin harus mama."

Aku mengernyit bingung. Tadi mama memang sedang membicarakan tentang jodoh untuk anak-anaknya. Namun, aku tak menyangka mama akan membuatku berjanji demikian. Namun, tak urung aku mengiyakan.

Dua jam kemudian mama mengeluh lelah. Aku akhirnya mengajak beliau untuk pulang. Kami berdua keluar dan menunggu di lobi bawah. Tepat ketika ibu jariku akan menekan 'book' di layar ponsel pada aplikasi pemesanaan ojek online, seseorang memanggil namaku sambil berjalan menghampiri.

"Mau pulang?"

"Iya. Bang David ngapain ke sini?"

"Biar kuantar ya?"

Status: It's ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang