35. Badai di Balik Cincin Berlian

14.7K 1.6K 168
                                    

Mataku berbinar--sama terangnya seperti hamparan perhiasan yang kali ini tertata rapi di sepanjang aku memandang. Jajaran logam mulia dan batu permata yang memantulkan cahaya lampu itu sungguh menyilaukan mata.

Sepertinya aku paham mengapa burung gagak yang bulunya sehitam malampun menyukai benda-benda berkilau. Ini indah!

"Pilih satu, aku bayarin."

Aku menarik diri dari rasa terkesima pada kemilau perhiasan di meja-meja etalase dalam toko. Mataku beralih memandang Tama yang sudah sibuk menebar pandangan pada cincin-cincin permata yang ada di depannya.

"Serius ini aku dijajanin perhiasan?" tanyaku. Lalu aku mendekati Tama dan berbisik di dekatnya. "Cuma karena pura-pura jadi tunangan Aa tadi? Gaun sama pump-nya buat aku kan?"

Tama memutar bola matanya lalu memandangku. Ia mengangguk bosan. "Buruan pilih yang mana."

"Wow," bisikku berseru tanpa sadar. Lalu aku menggeleng. "Nggak usah deh. Gaun sama pump-nya aja udah cukup. Kita pulang aja, A."

Kubalik badanku bersiap untuk keluar dari toko. Namun, Tama langsung menarik pergelangan tanganku.

"Pilih ajalah. Pilih yang mana aja. Baru kuantar kamu pulang."

Aku menggeleng tegas. "Pulang aja," kukuhku.

Tama mendengkus. Ia lantas menarik tanganku menuju tempat duduk di pojok ruangan. Lalu memaksaku duduk di sana.

"Kamu tunggu di sini," katanya sambil menekan pundakku. Sudah itu ia kembali berjalan ke etalase tempatnya berdiri tadi.

Aku menurut. Duduk diam di pojokan, aku mengambil ponselku dari dalam tas. Jemariku dengan cekatan menggulir layar untuk membuka aplikasi instagram. Meski mataku tertuju penuh pada layar dan ibu jariku tak henti menggulir layar, tak sekalipun pikiranku tertuju ke sana. Aku justru...terngiang-ngiang terus dengan ucapan Tama saat di parkiran tadi.

"Ta!" Seruan Tama membuatku mendongakkan kepala. "Sini!" lambainya padaku.

Kututup cepat aplikasi di ponselku lalu berjalan mendekati Tama.

"Bagus nggak?" tanya Tama usai aku berdiri di sebelahnya.

"Waaah...." Mataku terpana melihat satu set perhiasan di atas meja. Ada anting, cincin, gelang, dan kalung di dalam kotak beludru di sana.

Sepertinya ekspresiku sudah cukup menjawab pertanyaan Tama. Hal itu terlihat ketika aku akhirnya mengalihkan pandanganku pada Tama. Dia tersenyum pongah, mimiknya menunjukkan kepuasan seolah dia memang sudah tahu ekspresi macam apa yang akan kuberikan.

"Kalau yang ini?" Tama kembali bertanya, membuatku mengalihkan pandangan lagi pada benda yang ditunjuk Tama.

"Ini model terbaru kami, kak." Kepalaku langsung mendongak menatap seorang pramuniaga di belakang meja etalase. "Three stone ring dengan platidium band yang terlihat sederhana tapi elegan. Band-nya terbuat dari perpaduan platinum dan palladium, jadi lebih awet dan lebih tahan gores daripada emas murni. Stones-nya sendiri ada sapphire dan diamond. Dan untuk model ini kami ada bridal set-nya, kak. Jadi-"

"Ehem!" Suara dehaman Tama membuatku kembali mengalihkan pandangan padanya. Tama tersenyum. "Bagus, ngggak?"

Aku kembali menatap cincin di dalam kotak beludru di samping kotak set perhiasan. Aku tidak paham sama sekali mengenai perhiasan. Seumur hidupku, baru sekali ini aku menatap perhiasan secantik ini. Satu-satunya perhiasan yang kumiliki hanya anting-anting emas 1 gram milik ibuku dan gelang perak yang pernah mama belikan untukku.

Status: It's ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang