37. Status: It's complicated 2

2.4K 409 19
                                    

Kubasuh wajahku dengan air dingin, kutepuk pipiku beberapa kali sampai aku yakin sudah terbangun penuh. Walau sudah mandi, rasanya aku belum bangun sepenuhnya. Semalam aku menangis dan bahkan tertidur dalam pelukan Tama. Seingatku, kami ada di dapur. Namun, pagi ini aku terbangun dan mendapati diriku terbaring di atas kasur kamar. Tama sudah tak ada di manapun.

Aku kembali ke kamar dan memeriksa layar ponselku untuk yang ke tujuh kalinya; masih tak ada pesan dari Tama. Aneh. Bukan aneh karena Tama tidak memberi kabar padaku tapi aneh karena aku menginginkan layar ponselku menyala dengan menampilkan notifikasi pesan dari Tama. Aku menunggunya.

Haruskah aku menghubunginya terlebih dahulu?

It's okay. You have me.

Ada desir mendebarkan ketika kalimat Tama terlintas di benakku. Sebuah sensasi yang mampu membuatku seolah tengah menaiki roller coaster. Sebuah sensasi yang terasa semu tapi mampu membuat kedua sudut bibirku menyungging ke atas.

Namun....

"Argh!"

Kubanting ponselku ke atas ranjang. Kuusap kasar wajahku. Seumur hidupku, baru kali ini aku merasa perasaanku sekacau ini. Semua hal yang kulakukan terasa salah, semua serba bertentangan. Rasanya aku ingin menangis lagi. Bahkan saat putus dengan David waktu itu, aku tidak merasa seacak-acakan ini.

Aku tahu Tama kakakku. Kami keluarga. Sudah sepuluh tahun lamanya kami mengenal dan itu bukan waktu singkat untuk hubungan sebuah keluarga 'kan?

Tapi....

Aku memutar cincin di jari manisku.

Apa ini?

Bertentangan dengan kilau batu permata di cincin ini yang seharusnya memberi pendar kilau juga di mata siapapun yang melihatnya, dadaku justru berdenyut ngilu ketika bayangan wajah Tama tadi malam terlintas dalam benakku. Mimiknya penuh rasa kekecewaan dan kesedihan ketika dia mengira bahwa selama ini ia telah salah mengartikan segalanya. Seolah ia telah dikhianati, pendar membara di mata Tama yang selama ini kulihat, memudar begitu saja ketika aku menyangkal segalanya tadi malam.

Apa aku seambigu itu?

Aku merasa lebih buruk daripada David yang sudah menyembunyikan wanita lain di belakangku. Aku bahkan mungkin lebih buruk dari Tama yang sudah memanfaatkan Andrea demi napsunya. Setidaknya Tama mengatakan dengan jelas hubungan macam apa yang akan ia jalin sejak awal.

Sementara aku? Aku terus-terusan merapal kalimat yang sama bahwa Tama adalah kakakku tapi aku menerima cincin darinya. Sebuah cincin yang sudah kudengar sendiri bahwa ini adalah cincin tunangan! Bahkan aku mendengar percakapan Tama dengan pramuniaga waktu itu kalau dia berencana juga membeli wedding set-nya!

Oh Tuhan, sejak kapan aku menjadi wanita serakah seperti ini? Sejak kapan aku jadi manusia bermuka dua? Di mana titik yang salah? Apa ketika aku terbaring di rumah sakit waktu itu? Ataukah saat kuteguk secangkir kopi susu di balkon rumah waktu itu? Kapan? Di mana?

Aku merasa buruk memiliki perasaan seperti ini. Aku merasa sudah menyakiti Mila...dan di saat bersamaan, menyakiti Tama. Kalau boleh, aku tidak mau merasa seperti ini. Ini terlalu rumit untuk kuhadapi sendiri.

Memangnya aku ini siapa? Bagaimana bisa aku selancang ini?

Lamunanku terusik ketika denting ponsel terdengar telingaku. Aku menoleh dan mendapati nama Tama tertera di layar. Seperti anak kecil yang diberi kado, aku melesat meraih ponselku dan membuka pesan dari Tama.

Aa Adhyatma: Jangan khawatir. I'll take care of everything.

Sampai detik ini, aku tidak memahami apa yang dimaksud Tama dengan dia akan mengurus segalanya. Namun, apapun itu, aku merasa ini adalah hal yang besar. Pikiranku tak bisa tenang hanya dengan mengingat Tama selalu mengatakan itu; seolah Tama dengan rela maju berdiri di depanku untuk jadi tamengku.

Status: It's ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang