34. Duda

12.8K 1.7K 193
                                    

Mulutmu Harimaumu. Mungkin itu adalah peribahasa yang tepat untuk diberikan atau lebih tepatnya ditamparkan ke mukaku sekarang. Aku tidak tahu, sungguh tidak tahu, kenapa aku bisa bertindak impulsif seperti itu. Atas alasan apa aku mengamuk hingga kelepasan bicara seperti tadi?

Tama memang terkesan menjadikan aku sebagai tamengnya. Dia menyuruhku untuk berpura-pura jadi istrinya...atau paling tidak sebagai pasangannya. Namun setelah kupikir kembali, semarah apapun aku, tidak seharusnya aku mengamuk dan melempari Tama dengan sepatu. Apalagi jika pada akhirnya hal itu menempatkan aku pada situasi seperti ini.

Ingin sekali rasanya menampar mulutku sendiri berkali-kali. Kenapa bisa kelepasan? Kenapa?!

Aku berniat menyombongkan diri, menunjukkan bahwa aku bukan wanita ecek-ecek yang gampang ditindas. Maksudku mengatakan semua hal itu adalah supaya Tama tidak meremehkan aku. Bukan semata-mata aku takut jadi tamengnya. Hanya saja...

Astaga! Kenapa harus kelepasan bicara?! Kenapa!

"Jadi itu alasannya kamu masuk rumah sakit waktu itu?"

Itu adalah pertanyaan yang sudah ditanyakan Tama sebanyak tiga kali dalam lima belas menit setelah kami duduk manis di ruangannya. Selama itu pula pertanyaan itu kubiarkan mengambang lalu memudar di udara. Hebatnya, Tama bisa duduk diam dan bersabar menunggu jawaban dariku.

Kami berdua sepertinya tetap kokoh dengan pendirian kami. Aku menolak menjawab atau menjabarkan secara rinci topik ini. Sementara Tama, ia tetap sabar menanti jawaban keluar dari mulutku. Harus kuacungi jempol, Tama yang begitu tenang menunggu seperti ini sangatlah hebat. Maksudnya, aku yakin segala caci maki pastilah sudah siap meluncur dari mulutnya, tertahan di ujung lidahnya tapi dia masih mampu menjaga supaya emosinya tidak mengambil alih. Kalau aku jadi Tama, saat ini aku pasti sudah mengomel atau lebih parah, mengadu pada mama.

Aku dan Tama duduk bersisian di sofa panjang tapi aku menolak memandang langsung wajahnya apalagi matanya. Dari sudut mataku sekarang saja aku sudah dibuat merinding mendapati Tama yang tak lelah menghunuskan tatapannya padaku.

Kulihat Tama mulai membuka mulutnya lagi. Bersamaan dengan itu suara pintu terbuka terdengar telingaku. Aku tidak paham bagaimana ini bisa terjadi, tapi tahu-tahu tubuhku sudah menghadap Tama. Tangan kirinya mencengkram pundakku dan menarik tubuhku menghadapnya. Sementata rahangku dirangkumnya dengan tangan kanan. Ibu jarinya melintang di atas bibirku dan jarak wajah kami begitu dekat hingga hidung kami saling bersentuhan.

Belum sempat aku mencerna situasi yang ada, Tama sudah menggerakkan ibu jarinya menyapu bibirku. Sentuhannya halus seringan bulu hingga membuat perutku terasa bergejolak seolah banyak kupu-kupu berterbangan di dalamnya.

"TAMA!"

Aku dan Tama berjingkat dan secara reflek kudorong tubuh Tama. Tama harus menoleh ke belakang untuk mencari tahu siapa yang baru saja memanggilnya. Namun, sebelumnya Tama melakukan sesuatu yang membuatku tercengang kehabisan kata-kata. Ia mengusapkan ibu jarinya yang tertutup lipstikku ke atas bibirnya. Matanya tak lepas memandangku dan gerak tangannya entah mengapa terasa begitu aneh menggelitik sesuatu di dalam tubuhku.

"Oh. Hai," sapa Tama dengan nada kasual setelah menoleh ke asal suara. Ibu jarinya masih bertengger di bibir bawahnya. Kalau aku tidak melihatnya dari awal, mungkin aku akan mengira ia tengah berusaha menghapus lipstik itu dari bibirnya alih-alih mengoleskannya.

Suara kesiap keras terdengar. Datang dari sosok yang baru saja masuk ke dalam ruangan dan juga dari mulutku. Aku tak menduga Tama bertindak sejauh ini. Ia berusaha membuat kami tampak habis berciuman dengan sengaja menyapukan bekas lipstik itu ke atas bibirnya.

"Tama, teganya kamu!"

Semua berjalan begitu cepat. Entah memang begitu keadaannya atau aku yang terlalu linglung. Hal berikutnya yang aku tahu sebuah tamparan keras mendarat di pipi Tama. Suaranya nyaring, membuatku yakin kalau tamparan itu tak main-main. Aku meringis dan mendesis kesakitan meski bukan aku yang merasakannya.

Status: It's ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang