Lerin membulatkan matanya lebar dan langsung menaruh foto itu kembali ke tempat semula, lalu ia membalikkan tubuhnya menghadap Jungkook yang sudah menatapnya.
"Eng--enggak, gak apa-apa. Hehe...," jawab Lerin sambil sedikit tertawa, kemudian ia menghela napas panjang sebelum akhirnya berbicara lagi.
"Emmm..., Jung? Lo kan udah pulang ke rumah, kalo gitu gue pamit pulang, ya?"
Jungkook terdiam sebentar sambil menunduk, lalu di detik selanjutnya laki-laki itu bergerak ke arah Lerin dan menggenggam tangan Lerin dari bawah, di posisinya yang masih di atas kursi roda.
"Makasih udah dateng," ucap Jungkook dengan ramah sambil sedikit tersenyum, mata Jungkook pun terlihat berkaca-kaca menahan tangis.
"Gue gak nyangka lo bakal bantu gue. Gue berharap lo dateng lagi ke sini." Lanjut Jungkook tanpa berekspresi apa pun.
Ada rasa bahagia sekaligus terharu dalam diri Lerin ketika mendengar Jungkook mau berbicara lagi. Ia juga bisa melihat jelas raut wajah Jungkook yang sangat berharap padanya untuk datang kembali ke sini. Walaupun hanya sekedar mengajak jalan-jalan keluar, ia merasa sudah memberi Jungkook semangat untuk terus berjuang hidup.
Lerin tersenyum sambil menggangguk, lalu melepas tangan Jungkook dari genggamannya dengan hati-hati. "Iya, kalo gue ada waktu." Kemudian mulai melangkah keluar tanpa menoleh lagi ke belakang.
***
Malam ini, Jimin dan Lerin tengah duduk santai di ruang tamu sambil sibuk ke masing-masing kegiatan. Jimin dengan ponselnya, dan Lerin lebih memilih menonton televisi.
'Tadi, gue telepon kok gak diangkat? Selebgram lo?" tanya Jimin tanpa melirik ke arah Lerin.
Lerin menoleh ke arah Jimin, ada rasa kaget dalam dirinya saat mendengar kata terakhir, lalu ia menjawab, "Lowbat."
"Gembel." Gumam Jimin yang sedikit tertawa.
Lerin memutar bola matanya malas dan kembali menatap layar televisi. "Ngomong enak banget lo, gue jalan kaki dari sekolah ke rumah lo kira gak pake tenaga, hah? Kaki udah tinggal tulang semua lo biarin gue jalan, sedangkan lo enak naik mobil. Ck! Untung gue sabar."
"Kalo ada eskul mah gimana, Rin...," jawab Jimin tanpa melihat ke arah Lerin lagi karena sibuk ke ponsel.
Lerin lebih memilih diam menghiraukan perkataan Jimin, karena baginya berdebat dengan Jimin itu tidak akan selesai hingga lebaran monyet. Sesekali ia melirik ke arah Jimin yang tengah tersenyum dan tertawa, ia tebak pasti laki-laki itu sedang bermesraan bersama Yeri di ponsel. Lerin merasa kebahagiaan Jimin itu hanya pada saat berpacaran saja, dan dia hanya membuat susah orang.
Sudah tiba saatnya Lerin membutuhkan sosok Mamah di rumah, sosok perempuan yang bisa memeluknya tanpa diminta. Lerin ingin sekali kedua orang tuanya itu ada di rumah karena Jimin sungguh tidak peduli padanya.
Tanpa sadar Lerin sudah menangis namun ia tutup mulutnya dengan telapak tangan agar tidak didengar Jimin, kemudian berlari ke arah kamar untuk menumpahkan semua tangisannya di sana. Jimin melirik sekilas ke arah Lerin lalu kembali ke ponselnya lagi.
Ada yang tiba-tiba hadir diingatan membawa rasa hangat tapi menyesakkan. Seseorang yang ingin kau jemput terlalu jauh. Sesuatu yang ingin kau gapai meski terlalu tinggi. Hingga kau sadari, semua takkan pernah terwujud kembali. Harus menerima tidak ada lagi yang sama.
Lerin menundukkan kepalanya di atas kaki yang dilipat, duduk termenung sendiri di depan jendela terbuka di kamarnya. Rasa dingin, tenang, dan sunyi malam hari ini membuat air matanya kembali turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua OSIS Dingin [SUDAH TERBIT]
FanfictionSUDAH DITERBITKAN oleh penerbit Guepedia. (Open PO) Seiring berjalannya waktu, Jungkook yang dingin dan pendiam menjadi semakin berbeda ketika salah satu Bendahara OSIS-nya itu selalu membuatnya geram. Namun siapa sangka, dibalik segala pertengkara...