HIENZE - 46

36 8 0
                                    

I am sorry, to late

Adena POV

Rencannya gue ingin menghabiskan beberapa hari di Jakarta, menginap di hotel. Tapi Tante Rita—Tante Zee menawarkan untuk tinggal sementara di rumahnya, ketika gue mengantar Zee pulang.

Zee, cowok itu tetap berada di sisi gue. Dia tidak membiarkan gue sendirian, seperti dulu, waktu pertama kali kita ketemu.

"Zee, gue boleh tanya sesuatu?" tanya gue, menoleh ke arah Zee yang juga duduk ayunan. Kakinya bergerak – gerak, agar ayunan yang ia duduki terus mengayun. Zee mengangguk, tersenyum menatap gue. "Lo pernah dikhianati? kalau iya, gimana rasanya?"

"Em.." Zee terlihat berpikir. Telunjuknya mengetuk ngetuk dagunya. Arah pandangnya ke bintang yang berpendar indah di langit malam ini.

2 detik kemudian, tatapan Zee menjadi serius ke depan. "Pernah," ujar Zee, "dan itu rasanya gak bisa gue ucapkan. Rasanya campur – campur. Sampai gue merasa benci dengan orang itu."

"Tapi..."

"Tapi, apa?" tanya gue, ingin segera mendengar lanjutannya.

"Tapi karena cinta gue terlalu besar untuk dia, gue gak bisa membenci terlalu lama."

"Emang bisa, gitu?"

"Tentu saja bisa. Rasa sayang di dunia ini akan mengalahkan kebencian. Itu Pasti." Wajah Zee terlihat serius dan yakin dengan apa yang ia ucapkan. Membuat gue lantas tersenyum kecil melihatnya. Pemandangan yang gue selalu lewatkan.

"Kok bisa?" Alis gue menyatu, bingung dengan perkataan Zee.

"Gak tau juga."

"Ih, lo mah gitu, Zee." Gue memukul lengan Zee, gemas. Zee hanya menyengir, menghindar.

"Ih, gue mah emang gitu, Den." Kemudian Zee tertawa lepas, baru kali ini gue melihatnya tertawa lepas seperti itu. Rasanya hati gue menghangat, setelah kemarin terakhir kali melihat Zee selalu tampak murung.

"Zee.." Gue memanggil Zee, mengabaikan ucapan Zee beberapa detik tadi. "Gue minta maaf. Gue gak pernah sayang sama lo."

"Iya gue ngerti, Den." Zee memaksakan senyum terbit di wajahnya. Tapi gue tau itu, Zee sedih mendengar pengakuan ini. "Pertama bertemu kita memang berkomitmen untuk senang – senang saja, kan. Just flirt, tidak ada apapun. Lalu kita memutuskan pacaran, dan itupun juga tidak berdasarkan hati masing – masing. Just game to fun."

"Tapi ternyata gue bermain terlalu dalam sama lo, hingga gue sadar, gue takut kehilangan lo. Ahahahah bodoh, ya gue," ujar Zee, kemudian tertawa. Gue terdiam, menatap wajah tegas Zee dari samping. Hati gue seperti teriris mendengar ucapan dan tawa paksanya itu.

"Ah, lupain, Den. Gue cuman ... yaudah yuk kita masuk ke rumah. Udah malem." Zee berdiri, kemudian tertawa sambil menarik tangan gue. Membantu bangkit dari kursi.

Gue mengangguk, "Gue mau pamit sama lo. Besok gue akan pergi, Zee."

"Ke Bandung?"

"Enggak."

"Jangan dulu, dong. Besok rencananya gue mau ngajak lo jalan – jalan Jakarta. Kan baru aja lo sampe."

***

Adeva POV

Aku terasa tidak merasakan hidup, meski paru – paru ku terus bekerja tanpa istirahat. Pikiranku terlalu khawatir dengan Adena, yang saat ini berada dimana, udah makan atau belum. Dia ngerepotin siapa aja?

HIENZE bersaudari [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang