HIENZE - 48

34 7 1
                                    

Adeva POV

Zee, cowok itu mendekatiku ketika Adena memutuskan untuk mendengar sepatah katah dari Kak Angkasa. Wajahnya memerah, masih ada sisa sisa amarah disana. "Lo kenapa sih bawa cowok itu, Dev?!" tanya Zee menatapku menuntut.

"Lo tau kan, cowok itu hanya akan membuat Adena patah hati lagi!!"

"Maafin aku, Zee." Aku menunduk, menyadari kesalahanku ini. Seharusnya memang aku tidak perlu meminta tolong Kak Angkasa. Tapi aku ingin mereka berbicara baik - baik, dan Adena kembali kepelukan Kak Angkasa, selamanya. Aku rela merasakan rasa sesakit ini. Aku ikhlas, demi Adena bahagia. "Tapi Adena sayang banget sama Angkasa, Zee. Aku cuma mau Adena bahagia bersama Kak Angkasa, Zee. Cuma itu aja."

"Tapi Satria gak suka sama Adena, dan Adena tau itu. Itu hanya akan menyakiti Adena lagi, Dev!!" ucap Zee, meraup wajahnya, berpaling dariku. Cowok itu terlihat frustasi.

Terkadang aku bersyukur ada Zee yang menjadi teman Adena. Melindungi Adena. Membuat AdenaApapun yang aku tidak bisa kasih ketika Adena menjauh dariku.

"Iya, maafin aku Zee."

***

Adena POV

"Aku sayang banget sama kamu, Sat. Kenapa semua ini harus terjadi?" Tangan gue menarik – narik kaos Satria, sambil menatap Satria penuh kesal dan tuntutan padanya. Sedangkan Satria hanya diam menatap gue, membiarkan gue melepaskan seluruh kekesalannya padanya.

"Maafin gue, Den," ucapnya dengan tatapan melembut, "maafin gue."

"Kenapa lo gak bisa sayang sama gue, Sat? kenapa?"

"Karena lo gak bisa buat gue jatuh cinta sama lo." Seketika bahu gue merosos, terdiam, mendengar jawaban Satria.

"Lo seharusnya udah tau konsekuensinya, Den. Waktu itu gue sudah jatuh cinta dengan orang yang ternyata adek lo, kembaran lo sendiri Den. Gue juga udah bilang sama lo dari awal, kan, kalau gue udah suka sama cewek lain."

Gue masih diam, menunduk. Mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Satria, yang reflek membuat hati gue teriris – iris mendengarnya. Gue patah hati, karena Satria. Dari belasan cowok, hanya Satria yang membuat luka ini. Yang sukses membuat gue jatuh cinta dan patah hati secara bersamaan.

"Gue suka sama lo, Sat. Lo kenapa sih enggak pernah mikirin perasaan gue? Kenapa juga waktu itu lo berubah, yang membuat gue tambah jatuh cinta sama lo? Kenapa, Sat?"

"Karena mata lo punya kesedihan yang sama dengan mata Adeva. Membuat gue luluh, dan berhenti dingin sama lo. Gue ingin lo berbagi cerita sama gue sebagai teman, biar yang lo rasakan itu sedikit berkurang. Tapi ternyata lo keras kepala juga tidak ingin berbagi sama gue. Bahkan dengan sahabat lo sendiri." Satria memegang lengan gue, menatap mata gue serius.

"Gue gak butuh belas kasihan lo, Sat! Gue udah terlanjur jatuh cinta sama lo!!" ucap gue menatap Satria frustasi.

"Maafin gue, Den. Maaf." Satria menatap mata gue lagi, kali ini lebih dalam. Berusaha memberikan pemahaman yang dimilikinya, ke gue.

"Lo gak bisa giniin gue, Sat!"

"Lo harus berdamai dengan takdir, Den. Gue dan lo gak bisa seperti ini dengan waktu yang lama. Lo harus ikhlas, untuk kehidupan lo yang lebih baik. Kalau memang lo suka sama gue. Bukannya tahap paling tinggi orang mencintai itu mengikhlaskan?"

Gue terdiam. Ucapan Satria memang benar. Gue memang egois, menginginkan semua hal sampai merugikan orang lain. Tapi itu lah gue. Tapi gue juga gak bisa terus berusaha jika yang gue perjuangkan juga gak mau gue perjuangkan. Percuma saja. "Lo maukan mengikhlaskan gue pergi, Den? Dengan lo masih akan menganggap gue temen?"

HIENZE bersaudari [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang