HIENZE - 22

36 8 2
                                    

Haiii
Selamat menunggu Adzan maghrib😂

Adena POV

Gue kira Satria cuman omong kosong untuk menemui gue di café, tempat biasanya gue nongkrong. Café milik ayahnya Shasi. Jujur gue juga sebenarnya enggak berencana menunggu cowok itu. Gue memang sengaja berlama lama disini untuk menulis project baru, bukan menunggu cowok itu.

Tempatnya memang nyaman, dan pemandangan yang kekinian membuat gue betah menghabiskan waktu di café milik ayahnya Sashi. Apalagi ada wifi gratisnya, wkwkwkw..

Kali ini pukul 7 malam, bel pintu kaca itu berbunyi, tanda ada pengunjung café yang membuka pintu untuk masuk ataupun keluar. Pandangan gue pun langsung tertuju pada Satria dengan wajah datarnya ia juga langsung menemukan gue.

Sebelum berbicara, Satria sempat memesan kopi expresso kemudian menatap gue. Yang tentu saja gue lebih fokus pada Macbook dari padanya. Rasanya Satria tidak lagi menarik. Gue malah geram dengan sifat cowok itu yang selalu seenaknya saja sama gue.

"Den," panggilnya, membuat gue mengalihkan pandangan sebentar dari Macbook.

"Lo tumben nyamperin gue?"

Satria bukannya menjawab pertanyaan gue, malah menyuruh gue agar segera pulang. "Ayo gue anter pulang!"

"Den, ayo gue anter lo pulang." Tekan Satria lagi, dengan tatapan tajamnya, mengalihkan topik pembicaraan.

"Gue males pulang."

"Kedua orang tua lo entar nyariin."

"Tumben banget sih lo peduli sama gue? enggak dingin sama gue?" sembur gue melirik sekilas Satria, dan kemudian kembali menatap Macbook. Mood gue benar benar buruk saat ini. Gue takut jika yang duduk di hadapannya itu bukan Satria yang gue kenal. Karena sifatnya begitu terbalik sekali dengan kemarin yang selalu dingin dan masa bodo sama gue.

Dan kalo ini bener Satria yang gue kenal waktu kejadian mobil gue mogok itu, gue takut Satria hanya hari ini saja baik sama gue. Gue takut Satria kembali lagi seperti kemarin.

"Gue cuman ingin baik sama lo. Gak ada alasannya gue dingin dan benci sama lo, Adena." Jelasnya menatap tenang kedua mata gue, dengan kedua tangannya di atas meja.

Gue membuang muka, kemudian menurut. Tidak ingin memperdebat ucapan Satria tadi. Gue pun bangkit dari duduk sambil mengemasi Macbook dan beberapa barang gue ke dalam totebag hitam. Sempat Satria juga membantu gue memasukkan barang gue ke dalam totebag. Begitu selesai, gue langsung merangkul lengan Satria, berjalan keluar café.

Meski Satria keberatan dengan kelakuan gue saat ini, dan berusaha melepaskan lengannya dari gue. Aku hanya diam, terus berusaha agar lengan Satria tidak lepas dari pelukan gue. Gue mah masa bodo, gue hanya ingin memeluk Satria dan tidak ada satupun yang boleh memeluk cowok itu. hehehe.

Tapi, yang gue harapkan tidak terjadi. Suasana hati gue masih saja buruk, tidak berangsur membaik. 

***
Maaf updatenya sedikit yaaa...
Tapi tetap vote dan coment dan share nyaa
I love you, guyss...

12 Mei 2019

HIENZE bersaudari [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang