HIENZE - 8

60 18 0
                                    

Adeva POV

Aku sudah sampai di depan pintu kaca, pintu café Aromatic. Aku menata nafasku yang entah tiba tiba tidak beraturan. Bersamaan itu aku melihat tampilanku lagi di camera depan ponselku. Rasanya gugup sekali, padahal hanya bertemu Kak Angkasa.

Begitu masuk, dream catcher berbunyi, membuat Kak Angkasa yang duduk tidak jauh dari pintu, matanya langsung menangkapku yang tersentak tiba tiba melihat senyuman kecil terbit dari mulut Kak Angkasa. Begitu manis, tidak pernah aku melihat senyum semanis itu. Iya, kecuali senyum mantanku itu, sampai lupa aku namanya. Tapi itu dulu, berbeda dengan sekarang.

"Jadi kenapa kakak minta ketemuan?" tanyaku langsung ketika tubuhku sudah mengambil posisi nyaman duduk di kursi café. Namun bukannya menjawab pertanyaanku, Kak Angkasa malah menyuruhku memesan. Menyuruhku menikmati dulu suasana café dengan mengalihkan topik pembicaraan. Yang tentu saja aku tidak bisa menolak karena Kak Angkasa sepertinya tidak akan berbicara langsung pada intinya, jika aku tidak segera memilih pesanan. Aku mengalah, memilih pesanan double expresso.

"Jadi kenapa kakak minta ketemu aku?"

"Mau kasih undangan, Adeva." Ucapnya lembut, menarik kursinya lebih dekat dengan meja. Berbeda sekali dengan tatapan tadi seolah akan jutek padaku.

"Kakak mau nikah?" entah kenapa pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut aku, apalagi ekspresi terkejutku mungkin sangat memalukan hingga membuat Kak Angkasa tertawa.

"Hahahah.. enggak Dev. Mama gue ngadain acara syukuran di rumah. Lalu gue harap, lo dateng." Aku menerima uluran undangan itu. Kemudian setelah membaca sekilas undangan itu, aku bangkit dari kursi, bersamaan itu double expresso pesananku datang.

"Lo mau kemana?" tegur Kak Angkasa yang melihatku bangkit dari kursi.

"Mau pulang kak." dengan polosnya aku menjwab itu.

"Gak mungkinkan, gue abisin minuman lo?." dia geleng geleng melihatku yang saat ini, mungkin melihat tingkah lakuku yang sangat sulit sekali bertemu atau berbicara akrab dengan cowok yang baru aku kenal.

Aku kembali duduk, meminum sedikit double expresso itu sambil Kak Angkasa melempar pertanyaan padaku. "Lo penyuka kopi?"

"Iya, kak."

"Panggil gue Angkasa aja."

"Enggak kak. Kakak lebih tua dariku, enggak sopan." Jawabku halus, berusaha sopan dengan orang yang lebih tua dariku. Dan lagi lagi mendengar kekehan dari Kak Angkasa.

"Oke okelah, terserah." Kak Angkasa manggut manggut, dengan mata yang terpejam dan kedua sudut bibirnya terangkat lebar. Baru kali ini aku melihat senyum itu, yang membuat jantungku tidak bekerja sejenak.

"Eh, mau kemana lagi?" tegur Kak Angkasa lagi ketika aku kembali bangkit dari kursi.

"Mau pulang kak." aku menghela nafas kecil, aku berhenti memutar tubuhku yang hendak berjalan menjauh ketika mendengar pertanyaan yang dilempar padaku kedua kalinya.

"Nanggung banget, sih. Gimana kalo gue antar lo kemana gitu?" tawar Kak Angkasa.

Aku terdiam sejenak, memandang Kak Angkasa sepertinya tulus menawarkan tawarannya itu. "Ke panti kak. Boleh?"

"Tentu, ayo gue anter." Kak Angkasa langsung bangkit dari kursinya, berjalan di sebelahku. Mungkin lebih tepatnya aku berjalan di sampingnya menuju mobilnya.

Begitu sampai di panti biasanya. Aku bisa merasakan perubahan moodku jika bertemu Barra dan teman temannya. Kali ini aku ikut bermain bola di lapangan. Entah tadi kemana Kak Angkasa pergi, aku tidak peduli. Aku tertawa lepas, ketika Barra berhasil merebut bola dariku.

HIENZE bersaudari [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang