°Happy reading°
___
Ia melangkah dengan tenang. Langkahnya terhenti sejenak ketika ia tiba di depan sebuah pintu kaca. Tersenyum tipis, tangan kanannya lalu bergerak membuka pintu.Kringg!
Lonceng berbunyi, membuat atensi para pengunjung dan para pegawai kafe beralih pada sumber suara.
"Ah, selamat pagi, Tuan!"
"Selamat datang, Tuan!"
Sapaan hormat terdengar susul-menyusul. Bersamaan dengan beberapa orang yang membungkukkan tubuhnya.
Ia mengangguk singkat. "Pagi juga!" Senyuman tipisnya masih terukir. Ia kemudian melanjutkan langkahnya. Terus melangkah, lalu berhenti di depan sebuah pintu kayu.
Decitan pelan terdengar kala pintu kayu itu terbuka. Dengan langkah tenang, ia memasuki ruangan di balik pintu itu.
Kafe ini ia bangun dengan uangnya sendiri. Ia adalah seorang pengusaha. Usianya sekitar 29 tahun, yah, hampir 30 tahun.
Ia menarik napasnya, sambil mendudukkan diri di kursi kerjanya. Dalam tempo kurang dari 10 detik, tangan kanannya sudah terulur, hendak mengambil map folder biru muda dari tas hitamnya.
Dahinya sedikit mengernyit. "Akta kelahiran, kartu keluarga ...." Ia memeriksa semua kertas yang ada di dalam map folder biru itu.
"Tinggal biaya pendaftarannya." Pria itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompet dari sana.
"Semuanya sudah lengkap. Aku tinggal mengantar ini, lalu menandatangani suratnya," ucapnya, hendak kembali menutup map folder. Namun, gerakannya terhenti. Terhenti kala manik birunya menemukan nama seseorang yang tertulis jelas di salah satu kertas tadi.
Sarada Uzumaki
Ia tersenyum sendu, lalu beralih menatap foto berbingkai yang ada di sudut mejanya.
"Sarada, kamu tahu? Rei sebentar lagi akan masuk SD, lho. Dia tumbuh menjadi anak yang cerdas dan ceria, seperti yang kita ucapkan dulu. Cerdas, ceria, seperti kamu."
Jeda sejenak. Keadaan mendadak hening.
"Aku rindu kamu ...." Ia melirih. Kedua matanya memanas tanpa diminta.
Sebelum ada air yang keluar dari pelupuk matanya, ia segera berdiri. Tak boleh, ia tak boleh menangis di sini.
"Jangan di sini."
Dengan langkah berat, ia melangkah meninggalkan ruangannya.
Jangan di sini.
🍁🍁🍁
Angin berembus dengan lembut ketika pria beriris biru itu keluar dari mobilnya.
Dedaunan berwarna kuning kecokelatan tampak melayang di udara, mengikuti arah angin. Melayang selama beberapa saat, lalu jatuh ke atas aspal.
Langkah pria itu mulai melewati gerbang kukuh SD Negeri di hadapannya.
Angin yang tadinya berembus lembut kini berubah menjadi lebih kencang. Di penghujung musim gugur ini, angin memang lebih sering bertiup. Hujan pun lebih sering turun. Cuaca mulai dingin akibat musim gugur yang akan segera berakhir, dan musim dingin bersalju yang akan segera tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction]
FanfictionEND- Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction] Ini, cerita tentang seseorang yang berusaha untuk menjaga kesetiaannya. Kata 'setia' yang terucap dengan sangat mudah, ternyata cukup sulit untuk dipertahankan. Bagi Boruto, kata 'setia' yang ia ucapkan beb...