°Happy reading°
___"Tidak ada, ya?" Boruto menatap langit.
"Baik. Terima kasih atas informasinya, Wasabi."
Kembali meletakkan ponselnya pada meja di sebelahnya, Boruto lalu menghela napasnya.
"Ai benar-benar tidak datang." Boruto memejamkan matanya sejenak.
Boruto membuka matanya, lalu menoleh pada cangkir putih yang ada di sebelah ponselnya. Cangkir itu telah kosong sepenuhnya.
"Kenapa dia tidak datang? Dia takut, kah? Atau, dia sakit?" lirih Boruto. Boruto berbicara dengan lirih, selirih angin yang tengah berembus saat ini.
"Ai ketakutan," batin Boruto. "Dia sering sekali ketakutan. Sebenarnya, apa yang menyebabkan dia sering ketakutan? Setiap kali bertemu dengannya, aku selalu mendapati matanya memandang takut ke semua arah. Dia ... kenapa?"
Boruto menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
"Ayah?"
Boruto menoleh. "Rei?" Pria ini mengernyit.
Rei datang sambil memeluk bantalnya. Bocah itu berlari kecil menghampiri Boruto.
"Kenapa Rei bangun lagi? Tadi, Ayah pikir Rei udah tidur dengan nyenyak."
Rei tersenyum lebar. "Lei belum ngantuk, Ayah. Hehe."
Boruto menaikkan kedua alisnya, lalu tersenyum. "Sini, duduk di sini." Boruto mengangkat Rei untuk duduk di pangkuannya.
"Sudah hampir jam sepuluh malam, Rei harusnya tidur."
"Lei belum ngantuk, Ayah."
Boruto mengecup puncak kepala Rei. "Di sini dingin. Ayo kita kembali ke kamar Rei! Ayah temani Rei sampai Rei tertidur lagi."
"Ayah, bacain Lei dongeng, ya!" Rei tersenyum lebar.
Boruto diam sejenak. Senyum hangatnya terbit. "Dongeng?"
"Iya, Yah."
"Dulu, Sarada yang sering sekali mendongeng."
"Ayo, Yah!"
Boruto perlahan mengangguk. "Tapi, hanya satu dongeng ya, Rei."
"Iya, Yah! Ayo, Yah!"
Dongeng. Kata sederhana itu rasanya telah membawa Boruto terbang ke masa lalu. Membawa Boruto mengingat Sarada, wanita yang dulu sering membacakan dongeng untuknya.
Boruto tertawa geli. Malu rasanya mengingat hal itu. Boruto sudah dewasa saat itu. Tapi, dia malah meminta Sarada untuk membacakannya dongeng sebelum mereka tidur.
🍁🍁🍁
"Kakak benar-benar nggak bisa, ya?"
Moegi tersenyum tak enak. Ia membuang napas pelan. "Begini, Ai. Bukannya Kakak tidak mau menemanimu pergi. Tapi, Kakak takut Bibi Mei marah. Bibi Mei akan sangat marah jika beliau mengetahui bahwa kamu pergi tanpa izinnya, Ai."
Ai menatap Moegi dalam. "Kak, Ai sudah menanyakan itu pada Ibu. Dan Ibu bilang, dia akan mengizinkan Ai pergi jika Kak Moegi bersedia untuk menemani Ai. Karena itu, Ai mohon, Kak, temani Ai pergi ke kafe itu."
Moegi terdiam. Wanita itu menatap wajah Ai.
"Kak?"
Menghela napas pelan, Moegi lalu beralih menatap langit. "Sebelum Kakak menyetujui permintaanmu, Kakak ingin menanyakan sesuatu padamu, Ai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction]
FanfictionEND- Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction] Ini, cerita tentang seseorang yang berusaha untuk menjaga kesetiaannya. Kata 'setia' yang terucap dengan sangat mudah, ternyata cukup sulit untuk dipertahankan. Bagi Boruto, kata 'setia' yang ia ucapkan beb...