°Happy reading°
___
Sumire menyelipkan anak rambutnya ke balik telinga. Netra violetnya mengamat-amati segala hal yang dapat ia lihat.Angin berembus dengan lembut, beberapa benda ringan bergoyang karenanya. Awan mendung menyebar di langit. Menurut prakiraan cuaca, salju akan turun di sore hari nanti.
"Rumahnya, yang mana, sih?" Sumire menatap rumah-rumah yang berbaris di sepanjang jalan.
Merasa sedikit lelah, Sumire pun duduk di bangku semen yang ada di dekat trotoar. Sumire menghela napasnya, ia menatap arloji putih yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Sudah hampir jam delapan pagi," lirih Sumire. "Rumah orang tuanya Boruto, ada di mana, sih?"
Sumire ingat. Waktu itu, dia pernah melihat Boruto berdebat kecil dengan Ibunya. Sumire tak tahu nama Ibunya Boruto. Yang Sumire ingat, Ibu dari Boruto itu sempat mengucapkan alamat rumahnya kepada seorang sopir taksi. Alamatnya di Jalan Akane, Sumire ingat itu.
"Jalan Akane ini tidak begitu panjang, memang. Tapi tetap saja, di sini ada belasan rumah warga kota. Mana kutahu yang mana rumah Ibunya Boruto." Sumire bermonolog dengan suara setengah lirih.
"Nak, permisi."
Suara itu membuat Sumire menoleh. Dilihatnya seorang wanita setengah baya tengah berdiri di sisi kirinya. Wanita setengah baya itu tersenyum ramah.
"Lho?" gumam Sumire.
"Maaf mengganggu. Boleh kamu bangun sebentar, Nak?" Wanita setengah baya berjaket putih gading itu masih tersenyum.
Sumire masih duduk. Ia menatap wajah wanita itu dengan tatapan lega.
"Tadi Bibi singgah di sini setelah Bibi berbelanja di minimarket. Saat Bibi tiba di rumah, Bibi baru sadar bahwa ternyata, dompet Bibi tidak ada di kantong belanjaan. Padahal, sebelumnya Bibi menaruhnya di kantong belanjaan." Hinata menjelaskan. "Bibi akhirnya kembali ke sini. Bermaksud untuk mencari dompet Bibi."
Sumire segera berdiri. Senyuman manis menghiasi wajahnya. "Tentu, Bi. Aku tidak keberatan untuk berdiri," jawab Sumire.
Hinata mengangguk. "Sepertinya, Bibi melihat dompet Bibi terjatuh di belakang kakimu, Nak." Hinata menunjuk benda putih yang terjatuh di bawah bangku, tepat di belakang kaki Sumire.
Sumire mengerjap, lalu menatap dompet putih yang ada di dekat kakinya. "Eh? Ya ampun." Sumire segera berlutut guna mengambil dompet milik Hinata.
"Maaf, Bi. Tadi aku benar-benar tidak tahu. Hampir saja aku menginjak dompet Bibi," jelas Sumire. Wanita berambut violet itu tersenyum tak enak.
"Tak apa-apa. Malahan, tadi Bibi kira dompet ini sudah hilang." Tawa kecil meluncur dari mulut Hinata.
Sumire menatap Hinata dengan lega. Ia ingat betul wajah dan suara Hinata. Ia yakin, bahwa Hinata ini adalah Ibu kandung dari Boruto.
"Untung yang duduk di bangku ini adalah kamu, Nak. Kalau sampai yang duduk di sini adalah orang jahat, Bibi yakin dompet ini sudah diambil olehnya." Hinata menerima dompet putih yang disodorkan oleh Sumire.
Sumire tertawa kecil menanggapi ucapan Hinata.
Hinata menyimpan dompet itu di saku jaketnya. Setelah merasa dompet itu aman ia simpan di sana, Hinata kembali melihat Sumire. Netra menyejukkan Hinata menatap Sumire dengan akrab.
"Kamu bukan orang sini, ya? Soalnya, Bibi tidak pernah melihat wajahmu," tebak Hinata.
Sumire diam sejenak, memikirkan jawaban yang tepat atas pertanyaan Hinata. "I-iya, Bi. Aku memang tidak tinggal di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction]
FanfictionEND- Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction] Ini, cerita tentang seseorang yang berusaha untuk menjaga kesetiaannya. Kata 'setia' yang terucap dengan sangat mudah, ternyata cukup sulit untuk dipertahankan. Bagi Boruto, kata 'setia' yang ia ucapkan beb...