°Happy reading°
___
Mei mengusap dahi Yuki dengan lembut. Ditatapnya wajah tenang Yuki dengan sorot mata tak terbaca. Dahi Mei menunjukkan kerutan halus.
Bibir dan mata Yuki terkatup rapat. Goresan keringat terlihat samar di sekitar lehernya. Meski sudah tak sadarkan diri selama lebih dari setengah jam, seluruh wajahnya tetap saja tampak pucat. Belum ada tanda bahwa perempuan duplikat Sarada itu akan sadar.
"Maaf, Bi." Moegi tertunduk di ambang pintu. "Ini semua karena aku. Aku lupa memberitahu Bibi bahwa aku tak bisa menjaganya siang tadi. Sejak pagi, hingga pukul dua siang tadi, aku sibuk di rumah sakit, Bi. Mertuaku sedang sakit."
Mei tak membalas ucapan Moegi. Mei masih waras, ia tahu bahwa ini semua bukan salah Moegi.
"Apa kita akan membawa Yuki ke rumah sakit, Bi?"
Mei menggeleng. "Jangan," lirihnya.
Moegi memejamkan matanya. Ia juga bingung, tak tahu harus berbuat apa lagi. Moegi bukan dokter ahli saraf yang bisa menangani penyakit Yuki.
"Aku ke dapur dulu, Bi."
🍁🍁🍁
Hinata membuka pintu bercat biru tua dengan perlahan. Dari celah pintu yang telah terbuka, ia dapat melihat Rei tengah sibuk menggambar di atas karpet.
"Dia sedang asyik menggambar." Hinata kembali menutup pintu itu. "Untung Sumire tidak sakit hati karena ucapan Rei tadi."
Hinata berjalan menuju ruang keluarga. Telapak kakinya membentur lantai tanpa mengeluarkan suara. "Siapa yang mengajarinya bersikap tidak sopan seperti tadi? Boruto tidak mungkin mengajari putranya berlaku tidak sopan," gumam Hinata.
Hinata mendudukkan dirinya di atas sofa. Kedua kakinya telah berada di atas karpet. "Lantainya dingin sekali, ya ampun."
Guna mengusir kesunyian, Hinata pun menyalakan televisi.
🍁🍁🍁
Mei mengusap genangan air yang ada di pelupuk matanya. Menghela napas berat, wanita itu lalu bangkit dari duduknya.
Yuki masih terbaring dengan tenang. Belum sadar juga, padahal ia sudah pingsan selama hampir empat puluh lima menit.
Hari semakin petang. Mei pun berniat untuk memanaskan air dan segera mandi. Di kala wanita itu telah berada di ambang pintu, erangan samar terdengar dari belakangnya.
"Engh."
Mei berbalik. Netranya setengah membelalak ketika ia mendapati bahwa Yuki telah sadar dari pingsannya.
"Sudah sadar," lirih Mei.
"Sakit ...." Rintihan parau terdengar dari mulut Yuki. Wanita duplikat Sarada itu perlahan mendudukkan dirinya.
Melihat Yuki kesulitan untuk duduk, Mei pun membantunya. "Kamu sudah sadar, Asahi?"
Seperti biasa, Mei melakukan hal tak berguna itu lagi. Dia mengganti nama Yuki.
Asahi -alias Yuki- hanya menatap Mei dengan dahi mengerut. Meski tanpa kacamata, ia dapat melihat wajah Mei dengan cukup jelas, mengingat jarak mereka yang cukup dekat.
"Kepalamu masih sakit, Asahi?"
Asahi menepis halus tangan Mei yang memegang bahunya. "Jangan pegang aku. Kepalaku sakit, aku tak ingin diganggu," balas Asahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction]
Fiksi PenggemarEND- Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction] Ini, cerita tentang seseorang yang berusaha untuk menjaga kesetiaannya. Kata 'setia' yang terucap dengan sangat mudah, ternyata cukup sulit untuk dipertahankan. Bagi Boruto, kata 'setia' yang ia ucapkan beb...