°Happy reading°
___"Sumire tidak mau, kah?"
Seharusnya, Sumire bahagia, seharusnya Sumire bisa tersenyum lebar untuk saat ini. Tapi kenapa, ia tak merasa bahagia?
Sumire tertunduk menatap pancake cokelat miliknya yang berada di atas meja. Iris violet itu tampak berkedip ragu. Rambut panjangnya ia ikat satu hari ini.
Hinata menggigit bibirnya. Bukannya ia tak tahu bahwa Sumire tengah diselimuti oleh rasa ragu, ia tahu itu. Tapi apa boleh buat, Hinata melakukan ini untuk kebahagiaan putranya.
"Boruto belum berkepala tiga, kok, Sumire. Usianya masih dua puluh sembilan tahun," ucap Hinata.
Sumire diam sesaat. "Bukan soal itu, Bi."
"K-kalau soal penghasilan, Bibi rasa Sumire tak perlu khawatir. Sumire tahu, 'kan, bahwa Boruto memiliki usaha sendiri? Usahanya sudah cukup berkembang. Sumire pergi ke Kota Kiri pun, pasti Sumire bisa menemukan kafe milik Boruto berada di sana."
Sumire tahu itu. Hal itulah yang membuat ia tertarik pada Boruto. Kafe dan Restoran Mémoire milik Boruto telah tersebar di beberapa kota. Pengusaha sukses seperti Boruto tentu terlihat sangat menarik.
Tapi entah mengapa, rasa tertariknya kepada Boruto mulai pudar ketika ia bisa akrab dengan Hinata. Sumire jadi lebih tertarik kepada Hinata daripada Boruto, lantaran Hinata memiliki sifat yang mirip dengan Ibunya. Berada di dekat Hinata membuat Sumire merasa seolah ia tengah berada di dekat Ibu kandungnya.
"Soal Rei juga jangan khawatir, Sumire. Seiring dengan berjalannya waktu, Bibi yakin Rei bisa menerima Sumire sebagai pengganti Ibunya yang telah meninggal."
"Beri Sumire waktu untuk berpikir, Bi." Sumire akhirnya bicara.
Hinata mengangguk. "Silakan, Bibi akan menunggu jawaban Sumire."
Sumire tersenyum setengah lega. Setidaknya, ia punya sedikit waktu untuk menetapkan pilihannya. Semoga pilihannya kelak adalah yang terbaik.
"Kalau Sumire mau, Sumire bisa jalan dengan Boruto dulu sebelum Sumire memutuskan pilihan Sumire. Siapa tahu, kalian bisa menjadi lebih akrab," tawar Hinata sembari tersenyum hangat.
Kedua netra Sumire membulat. "Eh. M-maksud Bibi, aku dan Boruto pergi kencan, begitu?"
"Iya."
"Eh."
🍁🍁🍁
Asahi menyelesaikan kegiatannya menyapu lantai. Wanita itu mengusap dahinya, padahal tak ada keringat di sana. Mimik wajah wanita itu tampak susah untuk ditebak maknanya. Ia melirik jam dinding ketika ia meletakkan sapu di sudut ruangan.
"Hampir siang."
Asahi menghela napasnya, lalu pergi ke depan televisi untuk membaca buku. Belakangan ini ia jadi lebih sering mengalami sakit kepala. Mumpung saat ini kepalanya terasa baik-baik saja, ia ingin membaca buku yang kemarin diberikan oleh Moegi.
Asahi membalik lembaran buku. "Aku sudah membaca sebagiannya tadi malam," gumamnya. "Karena tidak ada pembatas buku, aku jadi lupa di halaman berapa aku berhenti membaca tadi malam."
"Asahi, Kakak mau pulang sebentar, ya. Pakaian kotor di rumah Kakak sudah menumpuk. Dari kemarin Kakak malas untuk mencucinya. Hehe." Moegi meletakkan sekotak origami lipat di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction]
FanficEND- Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction] Ini, cerita tentang seseorang yang berusaha untuk menjaga kesetiaannya. Kata 'setia' yang terucap dengan sangat mudah, ternyata cukup sulit untuk dipertahankan. Bagi Boruto, kata 'setia' yang ia ucapkan beb...