18 // 27 Desember

956 104 22
                                    

°Happy reading°
___


Angin berembus dengan kencang. Bersama angin itu, semua kerinduan melayang di udara.

Boruto mengeratkan pelukannya. Wanita berkacamata yang ada di pelukanya terdengar menangis dengan deras.

Tangisannya, mengiris hati.

Boruto mengecup dahi wanita yang ada di pelukannya. Kecupan itu hangat, meninggalkan kehangatan nyata di seluruh tubuh.

Hanya itu yang bisa Boruto lakukan. Boruto, tak mampu berbicara. Semua kata-katanya tertahan di atas lidah. Dan untuk menangis, Boruto menangis tanpa suara.

Tangisan wanita itu perlahan reda. Ia sedikit mendongak, guna menatap wajah Boruto.

Boruto mengendurkan pelukannya. Netra birunya menatap wanita itu dengan hangat. Bibirnya terbuka, namun tak ada suara yang terdengar.

Wanita itu mengusap wajah Boruto. Ia berusaha untuk menghapus sisa-sisa air mata yang ada di kedua pipi Boruto. Bibir wanita itu membentuk senyuman tulus, meski wajahnya masih tampak sembab.

Boruto menggeleng, seolah berkata, 'jangan'.

Wanita itu balas menggeleng. Ia menyapu pipi Boruto dengan tangan kanannya. Tersenyum manis, ia lalu kembali memeluk Boruto.

Boruto merengkuh bahu wanita itu. Memeluknya erat agar semuanya tetap baik-baik saja.

Namun sayang, angin tiba-tiba berhenti berembus, dan wanita itu menghilang dari pelukan Boruto.

Detik itu juga, tangis Boruto pecah.

🍁🍁🍁

Boruto meletakkan dua piring nasi goreng di atas meja makan. Gerakan Boruto tampak lemas, tak seperti biasanya. Boruto kembali ke meja dapur, guna mengambil sepiring omelet dan kentang goreng yang masih tertinggal di sana.

Rei keluar dari kamarnya sambil menenteng ransel dan jaketnya. Bocah itu berlari kecil menuju meja makan. Netra birunya mengerjap cerah.

"Ayah!"

Boruto diam sejenak, mengatur ekspresi wajahnya agar tampak gembira. "Pagi, Rei!" sapa Boruto.

"Pagi, Ayah!"

Rei meletakkan ransel dan jeketnya di atas salah satu kursi makan. Bocah itu lalu duduk di kursi lainnya.

"Langsung sarapan, ya, Rei."

Rei mengangguk lucu. Ia tak sadar, bahwa raut wajah Ayahnya pagi ini tampak amat muram.

🍁🍁🍁

Yuki mengeringkan tangannya. Ia baru selesai mencuci piring. Rambut hitam wanita itu diikat satu. Sebagian rambutnya yang tak terikat tampak jatuh menjuntai di kedua sisi pipinya. Iris hitam miliknya tampak cerah.

"Yang kemarin." Yuki bergumam, sembari mengusap plester berwarna kecokelatan yang menempel di tangan kirinya.

"Andai Boruto tidak datang kemarin itu, mungkin aku belum bisa pulang hingga sekarang.

"Dia yang datang dan menolongku dengan tiba-tiba, membuatku terlalu percaya diri. Dia menolongku, pasti semata-mata hanya karena aku temannya." Yuki tersenyum perih.

Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang