39 // Skenario Hidup Kita

1.3K 146 102
                                    

°Happy reading°
___


Asahi memejamkan kedua matanya. Ia lelah, atau bahkan lebih dari sekadar lelah. Asahi hanya ingin berbaring, lalu terlelap dengan harapan ia masih bisa melihat hari esok sambil tersenyum kepada semesta.

Lelah.

Rasanya, ingin menyerah lagi.

Moegi mengusap kepala Asahi. Air muka Moegi benar-benar menunjukkan bahwa ia khawatir pada keadaan Asahi. Tubuh Asahi tidak panas, namun wanita itu menggigil seolah ia diserang demam tinggi. Bibirnya terbuka sesekali, menggumamkan kata-kata yang bahkan tak bisa didengar oleh Moegi.

Meringkuk di bawah selimut, berusaha tertidur namun tak bisa. Dadanya sesak entah kerena apa. Ingin menumpahkan semua keluh kesah tapi nyaris tak ada orang yang bisa ia percaya.

"Boru ... to."

Moegi bahkan tak mendengar suara Asahi. Terlalu lirih bagi Moegi.

Mungkin, ada seseorang yang bisa Asahi percaya. Tapi apa daya Asahi, orang itu bukan miliknya.

Asahi memejamkan matanya kian erat. Kali ini untuk menahan rasa panas yang menjalar di sekitar matanya. Asahi tahu ia salah. Teruntuk pemilik hati Boruto, Asahi minta maaf. Maaf karena Asahi terlanjur jatuh hati kepada Boruto.

Maafkan Asahi, Sarada.

🍁🍁🍁

Rei berdiri di depan pintu kamar Boruto. Bocah itu maju selangkah, ingin mengetuk pintu dan memanggil Ayahnya. Namun Rei kembali mundur ketika ia merasa takut. Ia takut ia akan mengganggu kegiatan Ayahnya.

Kaki-kaki mungil Rei kembali melangkah menuju ruang keluarga. Biarlah ia bermain sendirian. Rei tersenyum kecil, bergumam bahwa, pasti rasanya menyenangkan jika sang Ayah mau menemani dirinya menggambar di ruang keluarga.

"Lei nggak boleh sedih." Rei tersenyum.

🍁🍁🍁

Boruto menatap buku catatan yang tadi diberikan oleh Rin. Tak ada yang terlihat spesial dari sampul buku itu. Kenapa Rin memberikan itu kepada Boruto?

Dirundung penasaran, Boruto akhirnya memberanikan diri untuk membuka buku itu. Membukanya dengan tangan setengah gemetar dan napas tertahan di tenggorokan.

Ini hanya buku catatan. Respons tubuh Boruto terlihat sedikit berlebihan.

Shh.

Matanya yang cerah mulai membaca kata demi kata yang tertulis di halaman pertama. Meniti kata-kata yang entah mengapa memberinya sengatan perih.

Sabtu, 27 Desember 2014.
Di aliran Sungai Kawa.

Bersama sebuah gelang putih, di tangan kirinya.


Bahu Boruto menegak.

Pembukaan yang cukup mengejutkan. Hebat, benar-benar membuat Boruto merasa dilempar ke masa lalu.

Kenapa harus tanggal dua puluh tujuh Desember? Boruto, benci tanggal itu.

"Apa maksudnya?" Boruto melirih sebelum akhirnya ia membalik lembaran buku.

Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang