°Happy reading°
___
"Siapa kau?"Rin tertawa kecil. "Ya ampun. Asahi, kamu sudah menanyakan itu hingga tiga kali, lho. Kamu masih belum bisa percaya padaku?"
Asahi menggeleng. "Aku tak mengingatmu."
"Tentu saja, kamu 'kan amnesia." Rin meraih sesuatu dari balik mantelnya. "Lihat, ini tanda pengenalku. Kau bisa membacanya agar kau percaya bahwa aku ini memang seorang dokter."
Asahi menatap kartu yang disodorkan oleh Rin. Dari mimik wajahnya, ia tampak masih ragu.
"Ambillah," ucap Rin.
Asahi meraih kartu yang ada di tangan Rin dengan hati setengah ragu. Ia melirik Rin sebelum akhirnya membaca tulisan yang ada pada kartu.
"Aku merupakan salah satu dokter yang bekerja di rumah sakit Konoha Medical Center. Aku dokter spesialis saraf yang ditunjuk oleh Boruto untuk menanganimu, Asahi," jelas Rin.
Mendengar nama Boruto, Asahi lantas menoleh pada Rin. "Boruto?"
"Iya. Kupikir, kau sudah mengingat Boruto."
Asahi mengembalikan kartu tanda pengenal milik Rin. "Aku kenal Boruto, tapi aku tidak ingat banyak hal tentangnya," ucap Asahi.
"Jadi, kamu percaya padaku, 'kan? Aku bisa menelepon Boruto atau menunjukkan foto dirimu sedang berada di rumah sakit bersama Boruto. Itu jika kau masih tidak memercayai aku." Rin menyimpan kartunya.
"Tunjukkan padaku. Tapi, untuk sekarang, kita harus masuk ke rumah. Di sini terlalu dingin," ucap Asahi.
Asahi tahu, Mei kemungkinan akan marah besar jika ia mengetahui bahwa Asahi membawa orang asing masuk ke kediaman mereka. Tapi, itu urusan belakangan. Yang terpenting adalah rasa penasaran yang memenuhi diri Asahi sejak tiga hari lalu.
Asahi tak tahu harus bertanya kepada siapa lagi terkait rasa penasarannya terhadap masa lalu. Jadi, ia harap Rin bisa membantunya.
"Ibu tak mau menjawab rasa penasaranku, Kak Moegi sendiri malah menyuruhku untuk terus bertanya pada Ibu, sedangkan Boruto tidak pernah datang lagi. Kuharap Dokter ini bisa menjawab semua rasa penasaranku."
Rin tersenyum ramah. "Terima kasih, karena kamu sudah percaya kepadaku, Asahi."
🍁🍁🍁
Sumire menatap jalanan melalui jendela mobil, jendela yang berada tepat di sebelahnya. Wanita berambut panjang itu menampilkan raut wajah tak terbaca. Kedua tangannya berada di pangkuan, sesekali terlihat mengepal lalu kembali terbuka.
Di kursi kemudi, Boruto menyetir dengan raut wajah kusut. Sebisa mungkin ia fokus menyetir mobil, meski benaknya masih dipenuhi oleh berbagai masalah hidup.
Pada akhirnya, Boruto memang tak punya pilihan lain selain membawa Sumire kencan untuk hari ini. Boruto mana mau menikahi Sumire lusa. Boruto tidak mau.
"Kita akan pergi ke mana?" Sumire menjadi orang pertama yang berbicara.
Sejak berangkat dari kafe tadi, baik Boruto maupun Sumire sama-sama memilih untuk tidak berbicara. Keduanya masuk ke mobil, lalu Boruto mengemudikan mobil tanpa tujuan yang jelas.
"Ke mana maumu?" Boruto membalas bingung. Karena jujur, ia juga bingung harus pergi ke mana.
"Tadi aku buru-buru mengemudikan mobil, agar Ibu yang melihat dari trotoar bisa lega melihat kepergianku dengannya." Boruto membatin. "Ibu benar-benar mengikuti aku dan Sumire hingga trotoar. Perkataan Ibu tadi memang bukan sekadar ancaman."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction]
FanfictionEND- Chūsei Kokoro [BoruSara Fanfiction] Ini, cerita tentang seseorang yang berusaha untuk menjaga kesetiaannya. Kata 'setia' yang terucap dengan sangat mudah, ternyata cukup sulit untuk dipertahankan. Bagi Boruto, kata 'setia' yang ia ucapkan beb...