Tak semudah itu

46 6 3
                                    

"Bagaimana rasanya saat kau diikutsertakan pada suatu percakapan yang betul-betul tak kau inginkan, tapi tak sanggup menghentikannya tanpa alasan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bagaimana rasanya saat kau diikutsertakan pada suatu percakapan yang betul-betul tak kau inginkan, tapi tak sanggup menghentikannya tanpa alasan?"

Aku duduk manis. Nyaris gertak-gertak kursi pada tempat makan favorit ini mengungsikan kami dari peristirahatan hari yang terlalui karena tak sadar akan cepatnya perputaran waktu. Dia masih menyediakan begitu banyak lembaran obrolan. Dia masih sesekali membuka ponselnya, asik sekali dengan dunianya.

Dia masih menagih-nagih antusiasku untuk lagi-lagi mendengarkan ceritanya. Siapa yang tak betah saat wajahnya menampilkan senyum sumringah? Tapi sayang bukan aku penyebabnya.

Terlepas dari segala rahasia, yang ia tahu aku hanya pendengar terbaik cerita-ceritanya. Yang dia tahu, aku sanggup menghabiskan beberapa makanan di depan kami untuk menemaninya menyelesaikan hari dan merencanakan pembicaraan sempurna dengan lelaki pilihannya. Dia tak tahu seberapa bingungnya aku untuk menempatkan posisi. Jika terus berada di kursi ini, pasti air mata pun akan menantiku sepulangnya dari situ. Lagi-lagi dia tidak akan tahu. Jahat mungkin jika alasanku berada disana bukan sepenuhnya mendengarkan apa yang ingin ia bagi tentang lelaki itu. Tapi karena aku tak mau melewatkan putaran waktu tanpanya setelah yang kudapatkan hanya sisa. Meski pada bagian yang tersisa, meski dibagian itu pulalah aku nantinya akan sangat terluka.

Jika harus memilih mati rasa atau tuli, mungkin aku tidak akan memilih keduanya. Aku lebih memilih diberikan kesempatan kedua untuk menyadari segalanya lebih awal. Menyadari bahwa perasaanku ini harus terhalang saat lelaki itu datang. Menyadari bahwa selama aku berpencar sejauh kapal pesiar berlayar, ternyata dia yang terdekat yang mampu menenggelamkan kelabu pada dua puluh empat jamku setiap minggu.
Anggap ini salah satu kebodohanku!

Seseorang yang begitu cinta dan bilang ia bahagia melihat orang yang ia cinta bersama objek lainnya mungkin salah dalam menafsir ‘cinta’. Sakit itu pasti ada, bahkan kecewa dan teman-temannya. Pemulihan pun tak secepat detik berlari menjemput detik lainnya. Tapi mungkin saat kau rela, kau jadi pecinta yang terdewasa. Sakit itu pasti ada, dan benar seperti itulah yang kurasa saat ocehanmu tak berhenti luapkan namanya.

Jika saja bisa keluar dari jalur ini, aku pun dengan segera ingin melangkahkan kaki. Tapi tak secepat itu perasaan ini berhenti.

Sebuah perjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang