[KUMPULAN PUISI]
Inilah perjalanan. Kaki bertugas melintasi dan Hati mempelajari apapun yang semesta beri. Sejuta tempat singgah, berkelana hingga berdiam di titik lelah, masing-masing dari kita pasti akan menemukan seseorang yang bisa disebut rumah.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Baru saja telingaku dipenuhi cerita tentang kamu yang masih menyisipkan cinta pada usainya kisah kita.
Memang bukan suatu pertengkaran yang membuat kita memutuskan tidak lagi berpasangan, tapi justru itulah yang kutakutkan. Cerita kita mungkin terlihat selesai, tapi rasa masih dengan mudah terangkai dan mengijinkan kita saling berandai-andai. Masih saling merasa memiliki, meski segalanya telah diakhiri.
Alasan penyelesaian yang susah diselesaikan adalah saat kita mendahului kata ‘selesai’ agar tak menjumpai luka yang nantinya takkan usai. Jangan bertanya padaku “Apa peduli itu masih ada?”. Hey, seluruh perasaan istimewa itu mutlak milikmu. Aku pun tak butuh sebuah tanda untuk tahu bahwa peduli darimu masih ada. Tahta hati masih tersisa untuk kau duduki. Tapi pintunya sudah kututup rapat-rapat, karena memang semestinya kita tak lagi terikat.
Selain bertemu, aku berusaha semaksimal mungkin untuk tak menghubungimu. Bukan aku tak rindu, tapi ini pencegahan lahirnya angan-angan baru. Buanglah topeng pura-pura kita. Jika bahagia tunjukkan saja, jangan melepas kalau tak rela. Karena pada akhirnya kita hanya bisa menerima. Pelan-pelan, selama waktu berjalan perenggangan ini pasti mendewasakan. Hilangkan angan-angan, terbiasalah dengan penerimaan.
Dalam hidupmu, aku adalah persinggahan yang kini termasuk dalam bagian sebuah perjalanan.
Mungkin memang tak seharusnya kita terikat sebagai pasangan, mungkin beginilah cara Tuhan menjauhkan kita untuk tak saling melukai perasaan.