RELA

40 8 1
                                    

Seharusnya, sebuah rela berakhir pada lega.
Tahun-tahun penuh belakangan ini pernah kusebut-sebut jika rela adalah pemenggal sebuah rasa. Tapi tahun-tahun belakangan ini juga, rasa masih terasa kekal menyimpan sesak dalam rongga dada.

Rela bukanlah bagian hati yang masih menyembuhkan diri. Mereka hanya sebatas kata yang masih mencoba. Penyembuhan hati tak mungkin usai dalam sehari. Rela pun tak bisa lahir secara mahir saat kau memaksanya. Tapi kadang, melepas pergi demi bahagia yang tanpa mengikutsertakan diri juga bagian dari rela. Rela melihatnya bahagia tanpa kita ada dalam prioritasnya. Rela melihatnya pergi dengan dunianya sendiri. Kolaborasi antara hati dan kepala lebih tahu soal takaran rela yang kau punya.

Jika dulu kusebut soal rela, sebagian dari hati masih tak percaya dan sebagian lagi menyangkali. Jika dulu kusebut soal rela, mungkin tak sepenuhnya pura-pura karena aku sedang mencoba. Dan jika dulu kusebut soal rela, itu adalah bagian dari usaha untuk memperbaiki hati dan menjauh dari semunya janji-janji. Tapi kini, rela menurutku adalah perasaan transparan tanpa mengharap imbalan dan tengokan kebelakang.

"Rela adalah lega yang begitu sempurna. Tidak ada sakit yang menghimpit, tidak ada lagi hati yang terjepit."

Aku rela.
Rela dengan semua usaha yang mungkin menurut mata tampak sia-sia--Rela dengan segala kepergian tanpa pernah sempat berpelukan--Rela dengan segala kehilangan tanpa pernah sempat memiliki. Aku rela tanpa harus berkali-kali membuat semesta percaya akan makna katanya. Karena rela adalah sebuah pengungkap rasa, bukan sekedar kata. Setidaknya, Pilu tak pernah menghantuiku saat melihat sebuah potret dengan lelakimu.
Setidaknya rela adalah anak tangga untuk maju tanpa ditemani luka.

Sebuah perjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang