CHAPTER 28 | Semurni dan Sekeruh Susu

1.1K 301 49
                                    

CHAPTER 28 | Semurni dan Sekeruh Susu

×××

Berita kematian Hyunjin sudah tersebar ke telinga seluruh dunia, terutama semua anggota CIA dan FBI. Si agen yang terkenal handal, cerdik, tangkas, dan hampir tidak pernah punya cacat di setiap pekerjaannya, mendadak kehilangan nyawa dengan cara yang misterius.

"Makin hari makin banyak yang nanyain, gimana Hyunjin bisa meninggal." ucap Minho setelah menyeruput kopi paginya yang tersaji rapi di atas meja panjang ruang pertemuan.

Christ yang dusuk bersilang lengan di kursi utama meliriknya sekejap, senyum melebar dengan dramatis. Matanya memandang jauh, sejauh masa depan yang ia pastikan menjadi seterang cahaya matahari dengan hilangnya satu kompetitor terbesar dalam kehidupannya.

"It's okay. Gue bakal nyuruh reporter bikin rangkaian kejadian yang lebih masuk akal daripada skenario dadakan lo." jawab Christ puas. "Tapi harus gue akui, meskipun minimal, cara lo ngebalikin keadaan bener-bener bikin semuanya selesai tanpa cela. Thanks for your hardwork, anyway."

Laki-laki yang dipuji ikut mengulas senyum lain.

"Jangan lupa tepatin janji lo. Kalau FBI sampe buang gue karena masalah ini, gue kandidat pertama yang bakal jadi tangan kanan lo disini." tagih Minho.

Si surai pirang mengibaskan tangannya, menggampangkan kalimat Minho. Persetujuan awal yang sudah dibuat bukan apa-apa baginya, bahkan jika Minho meminta lebih. Jika keadaannya sudah begini, ia menjadi jauh lebih yakin bahwa ia dapat menguasai lembaga ini sepenuhnya.

"That's totally a yes, Minho. Lo masih nggak percaya aja sama gue?" tawa Christ kemudian.

Minho tersenyum puas sebelum kemudian menegakkan punggungnya. Ia merasa terlalu lama bersandar, bersantai setelah setiap harinya ia lalui dengan penyamaran dan rencana-rencana matang yang menguras banyak tenaga. Tapi tidak mengapa, Minho suka sensasi bersantai itu. Akhirnya ia bisa melihat dari perspeksi orang yang lebih sukses sekarang, daripada hanya seorang anggota tim inti yang terus melihat teman-temannya naik pangkat tapi dirinya sendiri tetap berjalan di tempat yang sama.

"Terus Seungmin gimana menurut lo? Is he a threat? Atau kita biarin aja dulu selama masih nurut dan bisa menguntungkan?" lanjut Christ.

"Well, buat sekarang ada tiga kemungkinan." jawab Minho, tiga jarinya keluar untuk menunjukkan setiap probabilitas yang mereka punya. "Pertama, dia tetep ngelanjutin kerja sama lo kayak biasa. Kedua, dia nggak mau lagi kerja di intelijen karena trauma. Ketiga, dia bunuh diri. Tiga-tiganya nggak ada yang bakal ngerugiin lo, kayaknya."

Christ nyaris memekik senang mendengar penjelasan Minho. Akhirnya masa-masa yang ia impikan selama ini pun datang. Masa dimana pasangan legendaris yang berkemungkinan besar merebut jabatannya sebagai pemimpin tertinggi di CIA sudah tidak ada lagi. Meski jika Seungmin masih berada disini, Christ yakin kesempatan untuk menggeser kedudukannya sudah sangat berkurang.

"What a good job-"

"Permisi."

Tanpa diduga-duga, seseorang yang tengah dibicarakan tiba-tiba muncul. Pintu besar di ujung ruangan diketuk dua kali, memutus dialog kedua petinggi sekaligus penjahat baru di CIA, sebelum kemudian dibuka dan menampakkan figur rapi seorang Kim Seungmin, kendati spot hitam di bawah matanya masih tidak bisa disembunyikan.

"Iya, Seungmin? Silakan."

Maupun Christ dan Minho sebenarnya terkejut dengan kedatangan mendadak Seungmin. Laki-laki itu mengajukan izin pada Christ untuk tidak masuk kerja selama seminggu karena masih shock atas kematian sang kekasih. Bagaimanapun, hari ini masih terhitung tiga hari dan waktu cuti Seungmin belum berakhir.

Meski demikian, kedua orang yang duduk bersantai itu tetap berhasil dalam menjaga ekspresi datar mereka.

"Pagi, Christ." sapa Seungmin dengan sebuah senyum tipis yang terlihat profesional, sangat sepadan dengan kemejanya yang diseterika rapi, benar-benar berada di luar ekspektasi orang-orang yang mengira bahwa ia akan keluar dengan kacau.

"Pagi, Seungmin. How are you? Feeling better already?" sahut Christ basa-basi, meski dalam hatinya pun tengah berteriak tahu persis apakah Seungmin sedang baik-baik saja atau tidak.

Nyatanya, Seungmin mengangkat kurva bibirnya bahkan lebih tinggi lagi, menampakkan raut yang lugas tanpa sedikitpun ekspresi ingin dikasihani.

"I'm much better, now. Gue kesini cuma mau bilang makasih udah izinin cuti, sekaligus ngasih tahu kalau gue udah bisa masuk sekarang." ucap Seungmin.

Christ mengangguk meski merasa aneh. Tatapan datar serta nada dingin yang keluar dari mulut Seungmin membuat suasana menjadi agak mencekam.

Minho tanpa sengaja membenarkan posisi duduknya, yang mana otomatis mengundang atensi Seungmin dari suara terkecil yang dibuatnya. Kedua kelereng hitam tajam itu melirik Minho yang berada di samping Christ.

"Lo kelihatan baik-baik aja buat ukuran orang yang baru kehilangan temennya." ucap Seungmin kemudian. "Lo nggak sedih Han meninggal?"

Pertanyaan itu sedikit banyak membuat Minho tersentak, tapi berhasil ia sembunyikan dengan semulus mungkin.

"Dan recover lo lumayan cepet untuk ukuran orang yang baru kehilangan pacarnya."

Minho membalas, sebisa mungkin tidak membuat nadanya terlalu sarkastis. Seungmin menoleh ke Christ lagi tanpa ekspresi.

"Gue balik kerja dulu kalau begitu."

"Oke, silakan."

Setelah Seungmin menutup pintu besar ruang pertemuan, decakan kecil Minho muncul ke permukaan, membuat Christ menoleh kepadanya.

"Kenapa?"

"Sekarang gimana kita bisa jamin kalau dia nggak tahu apapun?" ujar Minho. "Lo lihat sendiri tingkah dia gimana, dan ini Kim Seungmin, Christ. Lo yakin dia nggak curiga atau apapun?"

Christ terkekeh remeh mendengar protes Minho yang sarat akan kekhawatiran.

"Ya makanya dari awal gue repot-repot nyuruh lo, orang FBI, segala buat nge-handle, karena ini Kim Seungmin." tutur Christ, meraih ponselnya kemudian. "Sebentar, biar gue coba cari orang buat ngelihat dia."

Minho mendengus lagi. "Emangnya siapa yang mau lo suruh? Lo aja susah-susah rekrut gue biar orang CIA nggak ada yang curiga."

"Udahlah, dicoba dulu." sahut Christ. "Halo, Felix? Lo dimana sekarang?"

Di sampingnya, Minho tampak sedang mengumpat dengan volume rendah karena merasa ada yang aneh dengan Seungmin. Maksudnya ia pun yakin laki-laki itu pasti sedikit banyak curiga dengan semua yang tengah terjadi, namun melihat bahwa Seungmin membunuh Hyunjin dengan tangannya sendiri dari rekaman CCTV rumahnya membuat kekhawatiran Minho menurun.

Sekarang Christ justru mencoba menelepon Felix yang mana adalah salah satu teman terdekat Seungmin maupun Hyunjin. Minho benar-benar tidak tahu jalan pikiran Christ. Ia bisa saja membanting ponsel itu jika saja perkataan Christ selanjutnya tidak menjadi sebuah petunjuk penting akan apa yang dilakukan Seungmin dibalik semua ekspresi dan nada datarnya.

"Hah? Libur?" tanya Christ pada Felix di seberang sambungan telepon.

"Iya, Seungmin bilang dia dapet mandat dari lo buat bilang untuk sementara CIA diliburin karena masalah Hyunjin. Dia bilang lo lagi ngurus sesuatu di luar negeri."

Christ tertegun untuk sepersekian detik, sebelum kemudian menukar pandangan panik dengan Minho yang juga ikut mendengar penjelasan Felix barusan.

"Oke, Felix. Makasih infonya."

𝙙𝙧𝙤𝙣𝙚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang