mata-mata?

750 50 0
                                    

Mood-ku nulis cerita ini ancur😢😢
Gimana dong?
Tapi pengen selesain nih cerita😪

Awas!!! Typo bertebaran.

***

Begitu banyak spekulasi dan pertanyaan yang muncul di benak Amira setelah melihat sekretarisnya-Hariyanto-datng menemuinya di MG resto semenjak siang tadi. Dia menyipitkan matanya melihat pria yang hampir menginjak kepala lima itu sedang berdiri di samping supir pribadi di sebelah mobil hitam konvensional di depannya, dengan pintu penumpang yang telah terbuka untuknya.

"Aku curiga paman menyewa mata-mata di sekitarku. Paman bahkan tau aku ada di kafe ini." Amira dulu lebih sering memanggil pria yang dia seperti ayahnya itu dengan sebutan paman, sebelum dia mendapatkan beban tanggung jawab menjadi calon Chief Executive Officer di Sasongko Corp.

"anda sudah berada di Jakarta lebih dari tiga hari dan anda bahkan belum
memeriksa perusahaan tersebut." Amira terkekeh pelan. Sekretarisnya masih kaku dan dingin seperti terakhir kali mereka bertemu. Aura tegas dan angkuhnya juga sering kali mengusiknya dulu.

"Lagipula saya tidak mungkin bisa mengirim mata-mata seperti anda." Amira terpana.

Apa paman tau aku menyewa mata-mata untuk mengawasi Dewi?. Amira menatap horor sekretarinya, sebelum berdehem pelan.

"Kenapa? Perusahaan itu tidak akan bangkrut jika aku meninggalkannya bukan. Dan lagi, paman ngapain manggil aku non coba? You're not my maid."

"Anda harus belajar bertanggung jawab mulai sekarang. Terdapat ribuan orang yang hidup bergantung padan anda. Dan apakah saya perlu memanggil dengan ibu mulai saat ini?"

Sepertinya, sekretarisnya sangat berbakat membuatnya merasa terbebani dan kesal disaat bersamaan. Tapi dia toh tidak dapat menyangkal.

"Kedengerennya tua banget kalo paman yang manggil tapi itu lebih baik sih."

  Saat ia hendak memasuki mobil di depannya, tiba-tiba sebuah vespa yang di kendarai secara ugal-ugalan dari arah Barat oleh sepasang remaja berpakaian putih abu-abu menuju kearah mereka. Vespa itu berhenti mendadak, tepat satu meter di depan mobil itu. 

Amira menaikkan alisnya karena melihat si pria turun dari vespa sambil melepas helm mirip karakter di film star wars. Ia mengerjap-kerjapkan matanya seraya mengingat sesuatu. Senyum cerah dan wajah berbinar itu...,

"Mba, Ami?!!",

Ah! Amira ingat bocah ini. Dia Yudha Pamungkas. Bocah yang suka menguntitnya dulu. Lima tahun membuat bocah ini terlihat semakin tampan dan lebih dewasa. Tinggi badannya bahkan sudah menyamai Amira yang memiliki tinggi badan 175 cm itu.

Yudha sekuat tenaga untuk tidak berlari demi memeluk perempuan di depannya dan mencium pipinya yang sekarang tidak terlalu tembam itu. Dia harus bersikap seperti laki-laki dewasa sekarang.

"Iiiih!!! Kok main tinggal Dara, sih!" Amira menaikkan salah satu alisnya melihat gadis-yang dibonceng oleh Yudha- yang cemberut dan baru saja menghentakkan kakinya karena kesal. Dia memandang bergantian sepasang remaja tanggung itu, dan kemudian tersenyum miring.

"Pacarmu, Yudh?", mereka serempak menjawab

"Bukan!!!"

"Iya!!!" , Amira merasa adegan ini lucu dan semakin melebarkan senyumnya. Melihat itu, Yudha mendekatinya dan memegang lengannya dengan wajah khawatir,

"Mbak, jangan percaya sama dia, oke? Dia bukan pacarku." , terang Yudha dengan wajah serius. Alis Amira menukik. Sedangkan Dara semakin memberengut kesal.

"Kalo pacarmu juga nggak apa-apa kali. Mbak Ami seneng dengernya malah." , Yudha terang menggeleng keras, takut Amira salah paham akan kedekatannya dan Dara.

"Mba-" , ucapan Yudha terpotong oleh
Kelakuan Dara yang seenaknya saja menyerobot tangannya yang memegang lengan Amira, dan memegang tangan itu dengan possessive. Sontak Yudha melotot kearahnya dan berusaha untuk melepaskan tangannya dari tangan gadis itu.
Sekretaris Hari mendekati Amira,
"Kita harus segera ke kantor, bu." , Amira mengangguk dan mengerling pada dua sejoli yang masih adu mulut di hadapannya.

"Yudh, mba mau pergi dulu. Motor kamu bisa di pindah dulu?" , Yudha menoleh dan memasang wajah tidak rela. "Tapi..,?". "Lain kali kita bicara oke?" Mempertimbangkan tatapan Hari yang terasa semakin dingin padanya dan gadis menyebalkan yang tak kunjung melepaskan tangannya, akhirnya Yudha mengangguk sebelum memerintahkan Dara untuk melepaskan tangannya dan menyingkirkan vespa dengan hati dongkol.

Dara terlihat senang karena perempuan di depannya akhirnya akan pergi. Dia mengangkat dagunya tinggi saat mengikuti Yudha melewati Amira. Amira terkekeh pelan melihat itu dan bergegas menuju kantor.

***

  Sesampainya di kantor. Amira tidak berjalan bersamaan dengan sekretarisnya. Dia tidak suka membuat gaduh kantor dengan datang tiba-tiba bersama sekretaris CEO di sore hari. Terlebih dahulu dia harus mengisi perutnya yang sudah keroncongan di restoran depan kantor pusat perusahaan dan itu tentu saja dengan perdebatan kecil dengan sekretarisnya yang lebih menyukai dia makan diruangannya di lantai teratas di gedung perusahaan dengan mempertimbangkan ke-efisienan waktu yang dia pakai.Dia merasa agak bodoh pada dirinya sendiri, karena hampir seharian berada di restoran dan tidak makan sedikitpun.

  Saat memasuki kantor, dia sedikit mengalami gangguan karena dicegat oleh seorang satpam. Amira memaklumi itu, karena dari kecil dia sangat jarang pergi ke kantor itu untuk menemui almarhum ayahnya dulu. Mengingat almarhum ayahnya membuat raut mendung sejenak muncul di wajah Amira.

"Mbaknya, nggak bisa masuk." Satpam itu tidak percaya bahwa dia salah satu dari orang yang bisa bertemu dengan sekretarisnya sendiri di ruang CEO. Dia lupa satu poin penting lagi yang mendukung satpam di kantornya -yang sepertinya pegawai baru- ini meragukannya adalah penampilannya sendiri yang seperti salah tempat.

   Dengan kaos putih dengan bawahan ripped jeans dan sneakers membuatnya terlihat lebih seperti mahasiswa slebor yang mangkir dari jadwal kuliah sore harinya. Meskipun Bvlgari di jari tengah membuat penampilannya sangat mencolok untuk itu.
  
Dia memutuskan menelfon sekretarisnya untuk mengatasi masalah ini. Beberapa saat kemudian wanita yang duduk di belakang meja resepsionis-yang sedari tadi menatapnya malas dan mencemooh-membelalakan matanya dan dengan wajah cemas memanggil satpam di hadapannya untuk berbicara setelah mengangkat telfon dari seseorang.

   Satpam itu juga memberikan ekspresi yang sama dan juga kaku tentunya untuk mempersilahkan dia memasuki lift executive kantor setelah berulang kali
mengucapkan minta maaf kepadanya dan dengan wanita itu.

"Saya sudah bilang lebih baik anda makan di kantor." Amira hampir memutar bola matanya mendengar ucapan sekretarisnya itu.

"Ini beberapa berkas pembukuan kantor beberapa tahun terakhir. Dan jadwal anda mulai besok. Di map biru dan laptop sudah ada materi yang harus anda sampaikan di rapat besok. Di map merah sudah ada laporan keuangan kuartal terakhir." Amira memeriksa berkas-berkas yang ada di mejanya dan memulai untuk membaca

"Kita membagikan dividen dua kali setahun bukan? Dan juga Multy tech,.  .. Sudah go public?"

"Iya. Sejak setengah tahun terakhir, kita sepakat memberi masyarakat kesempatan untuk memiliki sebagian saham kita di anak perusahan itu."
Amira mengangguk pelan mendengarnya dan mulai  mempelajari berkas-berkas di hadapannya.

"Cara cepat mendapat modal. Baiklah aku harus memeriksa ini dulu." Ucapnya membuat sekretarisnya mengundurkan diri keluar ruangan.

**

Eh? Part selanjutnya Amira mulai ketemu si 'mantan' alias Satya loh...

Ada yang masih baca?

Love you ❤❤

Vote

Comment

Recommend

Amira's GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang