Satya tidak yakin bahwa Dewi benar-benar meminta ijin untuk duduk di hadapan Amira. Karena kenyataannya, perempuan bersurai sepunggung itu bahkan sudah duduk manis saat ini bahkan sebelum kakak sepupunya mengijinkan.
Terlihat tunangannya mengedarkan pandangan, "mbak Ami sendiri?"
Perempuan berambut bob itu menghentikan kunyahan makanan di dalam mulutnya dan menelannya pelan, setelah itu meminum segelas ocha di atas meja persegi panjang itu.
"As you see." Jawabnya singkat. Terlihat Dewi mengangguk dan mengalihkan wajahnya pada meja di hadapannya dan mengangkat salah satu alisnya disusul memandang Amira.
"Mbak Ami yakin?" Ada sedikit nada tidak percaya setelah melihat isi meja mereka yang hampir terisi penuh dengan hidangan dari negeri sakura dan dibalas anggukkan singkat oleh Amira.
"Well. Nggak biasanya, sih mbak Ami makan sebanyak ini." Sekilas Dewi melirik kearah Satya. Sedangkan pria itu justru tengah menyibukkan diri dengan ponsel di genggaman tangannya. Tentu saja melihat itu mengundang decakkan kecil dari mulut tunangannya.
"Kita kesini buat makan siang tanpa gangguan kerjaan mas yang nggak tau bakal kelar sampe kapan loh." Merasa namanya dipanggil, pria itu akhirnya mendongakkan kepalanya setelah mengecek e-mail masuk dan menaruh benda persegi itu di atas meja.
"Mbak dulu juga diginiin sama mas Satya?" Pertanyaan selanjutnya yang keluar dari Dewi agaknya memperjelas kondisi mereka yang memang sudah canggung dan menghentikan kunyahan Amira
"Ck. Aku maklumin-" ucap perempuan itu lagi yang dipotong oleh Satya yang seperti mengerti arah pembicaraan selanjutnya
"Kita di sini untuk makan siang. Apa kamu nggak mau mesen makan? Apa perlu mas aja yang pesenin? Mau pesen apa?" Dewi kesal tapi tidak bisa berbuat apapun saat melihat pria di sebelahnya berdiri dari duduknya. Dia tau tidak dapat memulai niatannya lebih lanjut untuk membangkitkan emosi kakak sepupunya itu tanpa pria di sebelahnya.
"Nggak usah, Ocha aja... lagian aku nggak yakin mbak Ami sanggup ngabisin semua makanan ini." Jawab Dewi sambil melirik kearah Amira mencemooh, sementara Amira terlihat tenang dan memasukkan gari ke dalam mulutnya sebelum menarik sepiring sashimi dan mengambil salah satu daging salmon mentah di atas gumpalan nasi dan
mencelupkannya ke dalam mangkuk berisi campuran wasabi dan soyu sebelum kemudian menaruhnya kembali diatas gumpalan nasi tadi sebelum memakannya. Sungguh rasanya Dewi kesal melihat ketenangan perempuan di hadapannya ini."Kamu kapan pulang?"
"Kenapa? Bukannya mbak Ami seneng aku nggak pulang ke rumah, eh? Itu bukan rumahku, kan? Dewi lupa."
Amira terlihat menghela nafas lelah dan melanjutkan, "do not behave like a child and go home!"
"Or what? You can't threaten me."
"Go home before your parent's are back. Do not cause problems in the family. Bersikap dewasa lah."
"I was a trouble maker, right?" Jawaban Dewi menyadarkan Amira bahwa dia baru saja salah bicara dan menyakiti hati saudara sepupunya itu. Dia tidak menyangka hubungan mereka bisa sampai berjarak semakin jauh saja. Agaknya dia mulai menyesali kepergiannya selama lima tahun belakangan untuk melarikan diri dari kenyataan yang dulu sempat ia jalani alih-alih menghadapi permasalahan yang mereka alami.
"Mbak Ami katanya mau ikut kita ke acaranya mbak Diana." Amira mengangkat salah satu alisnya. Satya duduk kembali di kursinya dan menoleh pada mantan tunangannya itu. Dewi segera menggelayut kan lengannya pada tangan Satya dan berkata dengan manja.
"tentu bole dong, orang rumah pasti seneng kan mas? Apalagi Dewo." Ucapan 'rumah' yang lancar keluar dari mulut Dewi entah mengapa membuat Amira merasa sesuatu di hatinya terasa sesak, namun dia jelas tidak dapat menunjukkan perasaannya di depan pasangan itu.
"Tentu." Ujar Satya yang masih memperhatikan raut di wajah perempuan berambut bob itu.
***
"Kantor, pak."
"Iya, bu."
Drrrt..
Amira merogoh kantongnya demi menerima pesan masuk yang membuatnya tertegun.
From : bang epan
Gue udah dapet hasilnya. Lo di mana?
To : bang epan
Entar malem gue ke sana. Ngantor dulu.
Tak bisa ia ingkari. Pesan itu membuat perasaannya was-was. Perempuan itu berusaha menenangkan hatinya dengan melihat ke arah jalanan.
Terlihat seorang perempuan berambut blonde dengan setelan kantor merk executive-nya sedang menuju ke arah lift setelah keluar dari toilet dan merapikan pakaiannya itu di lantai dasar gedung Sasongko corp.
Dia merasa terheran-heran melihat seorang perempuan yang tak dikenalnya sedang berjalan ke arah ke arah yang sama tetapi di depan executive lift gedung itu yang hanya bisa di masuki oleh orang-orang tertentu saja. Setelah berfikir, dia menyeringai dan mencoba mendekati perempuan itu. Saat sampai di belakangnya, perempuan berambut blonde itu menepuk bahu perempuan itu dan tersenyum miring.
"Well. I think the gossip is just nonsense." Perempuan yang diajak bicara yang tidak lain dan tidak bukan adalah Amira Sri Sasongko mengangkat salah satu alisnya menunggu perempuan blonde itu melanjutkan kalimatnya. Perempuan yang menepuk bahunya memiliki tinggi di atas rata-rata wanita Indonesia dan bahkan cukup jauh lebih tinggi daripada Amira. Ia menebak perempuan blonde itu memiliki tinggi sekitar seratus delapan puluh senti. Sedikit mendongak untuk melihat perempuan itu memperhatikannya dari atas sampai bawah kemudian bersedakap.
"Nggak buruk, sih. Tapi gue mau kasih saran. Pak Hadinata nggak suka karyawannya terlalu over maksud gue
menor, lo tau. Lagian dia udah punya bini dan anaknya cantik banget. Dia tipe pria setia menurut gue." Ucap perempuan blonde itu kemudian mengangguk pelan."Sayang banget sekretaris Hari harus resign dari kantor ini." Amira mengeryit mendengar ucapan perempuan di hadapannya ini.
"Resign?"
"Iya lah. Ck. Untung aja elo pake lipstick warna purple. Huh.. pasti elo anak orang kaya, kan? Kalo simpenan si bos nggak mungkin soalnya."
"Hah?"
"Yaampun.. nggak usah pura-pura gitu, deh. Maison Margiela? Kasian banget sih, cuman jadi sekretaris di sini. Ya... meskipun gaji nya lumayan banget. Ck. Lo nggak dapet urutan buat dapet ngurus perusahaan ortu lo?" Amira semakin bingung dengan perempuan di sebelahnya yang terus berbicara tanpa henti itu.
"Eh? Belum kenalan kita, kan. Anggun tapi bukan C. Sasmi, loh. Anggun jelita. Bagus kan nama gue? Ortu gue yang kasih katanya mereka tuh demen banget sama penyanyi itu. Untung nama panjang gue nggak sama persis." Ucap perempuan blonde
itu sambil mengulurkan tangan kanannya hendak bersalaman."Kita baru ketemu, gue dari divisi marketing. Baru abis selese cuti jadi yups gitu, deh."
Amira mengangguk dan tersenyum sebelum menyambut jabatan tangan di depannya, "Amira Sri. Pantes sih lo jadi bagian marketing."
"Lo bilang kek gitu mirip temen gue. Si Dimas, Rara sama Berta. Istirahat mau gue kenalin sama mereka?" Tawar Anggun.
"Maaf gue keknya agak sibuk. Si bos jadwalnya padet banget. Lain kali mungkin?" Balas Amira
"Sekretaris bos emang beda, yak?" Ucap Anggu lagi sebelum meng iya kan ucapan Amira yang sudah memasuki executive lift-nya sambil menggelengkan kepala sambil tersenyum takjub dengan tingkah perempuan blonde itu.
****
Mulai keliahatan konfliknya belum menurut kalian?
Vote
Comment
Recommend
Love you❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Amira's Game
RandomSatya tidak menyangka, lima tahun dapat merubah sosok perempuan di depannya dengan sedemikian rupa. Tidak ada lagi gadis ingusan yang selalu mengapit lengannya, setiap dia didekati perempuain lain. Tidak bisa ia pungkiri, Satya sedikit terusik denga...