So sorry buat yang nunggu cerita ini. Ini emang alasan. Sekali lagi aku merasa mentok bikin alur cerita ini.
Udah beberapa kali nulis. Dan aku rasa nggak nyambung terus tak hapus dah.
Aku kira pada bakal bosan ke cerita ini karena interaksi antar tokoh utama yang emang jarang. Tapi aku merasa ini bener. Ya kalian kira aja dua orang yang punya peran penting dalam hidup mereka masing-masing nggak mungkin tau-tau jadi sering ketemuan dengan alasan kebetulan, kan?
Harus ada impuls tertentu dan aku coba bikin masuk akal dan se-natural itu. Biar kesannya nggak maksa.
Sekali lagi aku minta
Vote?
Comment?
Recommend?
Siapa tau semangat menulisku semakin menggebu dan ideku jadi berjajar rapi di dalem kepala?
Eh, harus nggak nih tak tag mature? Nggak ada adegan menjurus, sih. Cuman, yak, banyak kata-kata yang nggak patut di tiru.
Elah, kek apaan dah.
Yuk, ah. Capcus
Sabtu,11 Juli 2020
****
"Aku... sebenarnya tidak suka melakukan ini." Terang Brian Yunus Cahyadi tenang mengundang dengusan sinis pria di depannya.
"Tapi kau melakukannya!"
"Yah, kau mungkin juga akan melakukan hal yang sama denganku. Hidup anak dan istriku serta keluargaku terancam tadi malam. Dan itu di dalam hotelmu. Ah, kenapa aku jadi curhat padamu."
"Kau tidak bisa melakukan ini padaku." Balas Liam penuh tekanan
"Nyatanya aku melakukannya, bukan?" Jawab suami Diana pada Liam Tan selaku hire ceo hotel bintang lima di Jakarta itu
"I don't deserve it. Kau menghancurkan semua hasil kerja kerasku selama ini. Kau tidak tau apa saja yang aku lakukan sampai bisa di posisi ini!" Ucap William Tan atau biasa dikenal dengan Liam Tan menggebu. Baru saja ia mendapat kabar dari sekretarisnya harus menemui utusan kantor pusat Ritz-Carlton di Chevy-Chase, Maryland. Liam tidak memerlukan cenayang untuk mengetahui hal apa yang akan dibahas utusan itu.
Liam pun sama sekali tidak menduga kejadian tidak terduga semalam mampu mengancam posisi yang sudah ia jabat tujuh tahun belakangan. Kerja kerasnya selama ini harus berakhir sia-sia karena dia harus mengalami tekanan- dari berbagai pihak dengan nama belakang tidak sembarangan-yang menjadi korban kejadian itu dimana dia menjabat posisi tertinggi sebagai orang yang bertanggung jawab atas setiap kejadian atau pun jalannya roda ekonomi di hotel tempat ia berdiri sekarang ini. Belum lagi kerusakan bagian properti perusahaan -yang untungnya tidak termasuk bangunan hotel utama- yang mengalami ledakan
dan menimbulkan cukup banyak korban luka-luka serta satu korban jiwa membuat kepalanya berdenyut kencang. Dan lagi, sekarang seseorang
-yang tidak dia duga- datang seperti hakim yang mengetuk palu setelah keputusan sepihaknya diberitahukan. Ia, Brian Cahyadi adalah orang yang membuat utusan dari kantor itu datang lebih cepat dari yang ia duga."Teruslah berbicara. Siapa tahu aku akan bersimpati. Dan, lagipula tanpa tindakanku pun kau pasti akan segera dicopot dari jabatanmu setelah berita tadi malam tersebar. Andai korbannya bukan orang-orang dengan nama belakang tidak biasa mungkin semua akan lebih mudah. Kau tau di dunia ini tidak semua orang berhati ibu peri, kan? Lagipula, mendengar sepak terjangmu aku rasa kau mungkin hanya akan mengalami turun jabatan. It's not the end of the day. Setidaknya kau tidak langsung menjadi pengangguran," Ucap Brian sambil mengangkat bahu acuh. Ia bangkit dari sofa berwarna coklat itu, dan berniat keluar sebelum bergumam,
KAMU SEDANG MEMBACA
Amira's Game
RandomSatya tidak menyangka, lima tahun dapat merubah sosok perempuan di depannya dengan sedemikian rupa. Tidak ada lagi gadis ingusan yang selalu mengapit lengannya, setiap dia didekati perempuain lain. Tidak bisa ia pungkiri, Satya sedikit terusik denga...