"Siapa lagi korbanmu?"
"Maksud lo?" Richard menoleh pada Amira dengan kernyitan diantara kedua alisnya.
"Ah, sepertinya Denada Harahap. Dia dari tadi melihatku seperti ingin memakanku saja."
Richie melirik arah pandang Amira, kemudian mendengus jengah, sebelum menyesap minuman di gelasnya.
"Jangan mengada-ada dan seharusnya lo bersyukur, karena gue nyelamatin lo dari lampir-lampir itu!" Desis Richard mulai kesal
"Kukira kau hanya menonton tayangan netflix."
"Berhenti mengejekku, Am!!"
"Ah,,. kurasa kau kemari untuk membalas Dave karena lebih memilih bersama sekretarisnya kemarin dengan menggandeng Dena malam ini."
"Jangan menyebut nama bajingan keparat itu!!" Geram Richard kesal. Sedari tadi, pria dengan pomade di surai cokelat gelapnya itu, mencoba mengatur nada dan ekspresinya untuk terlihat biasa saja dalam acara malam ini karena harus menghadapi perempuan di sebelahnya itu. Setelah beberapa saat keheningan diantara mereka,
"Apa kau tak ingin menemaniku Richie?"
"Serius? Bang Satya dan mbak D nggak bakal percaya kita akhirnya officially in a relationship." Kini Amira yang mengernyit dan disambut kekehan Richard Subekti yang kini terlihat menawan dengan setelan Armani yang menutupi sleeveless knit keluaran Prada dan loafers rancangan desainer ternama negeri sembari mengenakan ear ring Harry Winston di telinga kirinya
itu."I've met them earlier. Mbak D kayaknya juga udah sempet ngelirik ke sini. So, kali ini kau harus sendirian."
Helaan nafas terdengar oleh Richard, "Well...gue harus menemuinya kalau begitu," gumam Amira setelah mengangsurkan gelas berkurang separuh pada petugas pengantar minuman berdasi kupu-kupu sembari melangkahkan kakinya mendekati area dekat panggung.
"Dan.. kurasa perasaan menyimpangmu semakin parah Richie.... jangan terlalu sering menyakiti hati wanita. Aku takut kau terkena karma, seperti.... jatuh cinta pada perempuan, misalnya?" Gumam Amira pelan sebelum melanjutkan langkahnya diiringi umpatan lirih bungsu Subekti itu.
***
Jika ada urutan hal yang paling ingin dihindari oleh Dewi dalam hidupnya itu ialah berada di tengah-tengah keluarga besar Satya saat ini.
One piece simple dress dengan model backless dengan see thought dibagian dada, serta redsole beserta ear pieces dengan pahatan pada berlian biru langka yang terpasang ditelinganya sama sekali tidak membuatnya lebih percaya diri dari pada para sepupu tunangannya itu. Dari awal, sepertinya memang ia terlalu memaksakan diri untuk memenuhi dendam dan ego-nya untuk memasuki dunia sepupunya dan ia merasa belum juga terbiasa oleh dunia itu.
"Seleramu nggak berubah, yak, Sat?"
"Tipe-tipe yang manis gini. Kemana-mana mesti yang lengket banget." Putri Ranggeni mulai sesi time of caring-nya
"Kalo sepupu mesti yang sama sifatnya juga, yak, Wi, di family lo?"
"Stefan sama Willy aja jauh beda banget, kan, mbak, Ly?"
"Udah kayak yang mau perang dunia ke tiga aja, kalo ketemu."
"Biarin, lah. Lagian si Dewi sama Satya juga relationship-nya masih seumur jagung juga. Biasa, kan, lagi anget-angetnya."
"Harus yang dijaga bener, dong Wi. Musim pelakor kan, Si Satya kan, banyak yang nempelin cewek-cewek cantiknya."
"Haduuuh.. Dewi juga cantik, lah, kalo enggak mana mungkin Satya yang bakal kecantol, kan?" Senyum yang diberikan Rahayu Suroso berikan membuat Dewi mau tidak mau mengencangkan genggaman tangan di lengan Satya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Amira's Game
RandomSatya tidak menyangka, lima tahun dapat merubah sosok perempuan di depannya dengan sedemikian rupa. Tidak ada lagi gadis ingusan yang selalu mengapit lengannya, setiap dia didekati perempuain lain. Tidak bisa ia pungkiri, Satya sedikit terusik denga...