22

597 47 0
                                    

Tok.. Tok.. Tok..

Suara ketukan pintu berwarna putih gading itu terdengar sebelum derit engsel melanjutkannya.

Amira dengan gerakan cepat mempraktikan pose pengantar makanan dengan menggunakan kantung di tangannya dan senyum yang merekah di bibirnya. Meskipun begitu, pria yang ternyata membuka pintu itu justru mendecakkan pelan bibirnya dengan tanpa menutup - nutupi wajah kesalnya.

"Maaf, saya nggak ingat memakai layanan pesan antar makanan,"

"Alia ada, bang?" Tanya perempuan itu tanpa memperdulikan wajah di depannya yang berubah semakin masam.

"Maaf, anda salah alamat." Ucap Evan dengan segera berniat menutup pintu saat terhenti karena ganjalan sepatu Ami di bagian bawah pintu,

Amira terdengar meringis dan memasang wajah memelas,

"Sakit, bang."

"Bodo!"

"Terkilir tadi malam,"

"Emang gue pikirin!"

"Pijitin dong..," Evan mendelik sebal dan membuka pintu itu dengan keras.

"Lo pikir gue tukang pijit, HEH!" Ucapnya dengan posisi menantang di mana ke dua tangannya berkacak pinggang.

"Gara-gara lo kirim itu mainan laknat kemarin lusa, slime bikinan susah-susah gue udah teronggok sia-sia di tong sampah, TAU!"

"O-oh," balas Amira santai yang mendapat delikan tajam Evan membuatnya meringis pelan, ia salah ucap sepertinya..

"O-oh?" Gumam Evan pelan dengan seringai mengerikan yang membuat Amira meneguk ludah susah payah. Perempuan itu dengan penuh hati-hati menaruh kantung di tangannya dan berbalik cepat, lalu berlari sambil dengan berulang kali meringis karena kakinya masih terasa sakit. Berulang kali ia menghindari tangan Evan yang sedang mengejarnya mengelilingi halaman depan pria itu, dan jalanan kompleks yang cukup sepi.

Amira memekik saat sebuah benda mengenai punggungnya yang masih sakit. Perempuan itu tersungkur dengan kaki yang masih sakit sebagai tumpuan.

"Shit!"

"Jangan ngumpat depan rumah gue, bego!"

***

"Sst.." ringisan keluar dari mulut Amira saat Evan menekan salah satu titik di punggungnya. Perempuan itu sedang dipijat oleh tangan terampil pria yang sudah ia anggap saudaranya itu.

"Ati-ati ayah. Kasian, mbak Aminya.." ucap Ale dengan wajah prihatin pada Amira, lalu membuka boks berisi brownies buatannya.

"Bener kata Ale, mas.. pelan-pelan pijitnya."

"Harusnya kamu cemburu, yang. Liat suami sendiri pegang-pegang perempuan lain,"

"Enggak bakal..." jawab Gina santai-istri Evan-yang membuat suaminya memberengut kesal.

"Tuh, bang... istri pengertian. Percaya sama suami. Harusnya seneng punya bini begitu.." tambah Amira dengan wajah senang sebelum sekejap hilang dan memasang wajah kesal dengan ucapan Gina selanjutnya,

"Lagian Ami udah aku anggep adek cowok sendiri." Evan terbahak mendengarnya lalu memekik saat Amira memukul lengannya.

"Cewek mbak.. cewek.."

"Nggak liat pake anting."

"Preman kampung sebelah pake anting sama kalung tapi cowok." Balas  Evan dengan wajah tengil. Perempuan itu hanya misuh-misuh sambil mendumal pelan.

Ale terlihat berlarian dengan masih mengunyah brownies dan membawa mainan Lego yang sudah dirangkai membentuk pesawat luar angkasa.

"Hati-hati sayang." Peringat Gina pada putrinya itu.

Amira's GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang