Ada banyak hal yang membuat Amira merasa jengkel hari ini.
Pertama, baru ada satu minggu dia pulang dari London. Dia harus bolak-balik Indonesia-Singapur-Filipina beberapa kali untuk mengurus perusahan yang mulai ia ambil alih saat ini, dan dengan bodohnya dia mengikuti ucapan sekretaris 'perhatian'-nya untuk menghafal jadwal hariannya sendiri, sedangkan seharusnya itu tugas sekretaris-nya tersebut.
Sial!
Kedua, sudah hampir seminggu pula adiknya 'mengungsi' ke apartemen teman kampusnya dengan tujuan -tidak lain dan tidak bukan- menghindarinya. Apa ia terlihat seperti penyebar wabah penyakit menular?!
Double Sial!
Ketiga, yang membuat dia menganga beberapa saat yang lalu adalah paklik dan buklik-nya baru saja menghubunginya hanya untuk mengatakan bahwa mereka akan menambah jadwal honeymoon menjadi dua minggu dengan tanpa menanyakan kabarnya yang baru saja pulang dari Filipina, yang membuat-nya mempertanyakaan keeksistensian kasih sayang mereka padanya dan adik sepupunya-Dewi. Amira bahkan belum sempat menyelesaikan sepatah kata pun.
"Ha-"
Dan,
tut... adalah bunyi yang ia dengar panjang sesudahnya. Ia mengerjapkan matanya takjub.
Triple Sial!
Sepertinya, dia butuh asupan lebih gizi sebagai pelampiasan kemarahannya sebagai pengalihan supaya dia tidak mengumpat saat ini.
Dia menghela nafas, dan mengetikan pesan.
To : abang Theo
Makan siang di GI, bang?
From : abang Theo
As your wish baby😉
Amira tersenyum melihat emot dari salah satu pria favorit nya dan segera memerintahkan sopir pribadinya untuk menuju tempat makan siang nya itu."GI, pak."
"Iya, non."
Amira melangkahkan kakinya sambil berusah menghubungi seseorang setelah ia memasuki Grand Indonesia. Beberapa kali ia celingukan mencari Theo, sebelum sebuah tepukan ringan membuatnya berbalik dan tersenyum lebar.
"Kamu yang bayar, yak?" Amira mendengus kesal mendengarnya. Bukannya dia pelit, hanya saja orang di hadapan nya ini sama sekali tidak basa-basi saat mereka baru saja bertemu.
"Jangan protes. Kamu tau abang lagi mode kantong kering. Lagian kamu kan bakalan jadi ibu CEO. Beliin sushi tiga porsi nggak bakal bikin kamu bangkrut."
"Abang bilang tiga porsi kayak bilang beli permen gopean. Tiga porsi buat abang kayak porsi satu kampung, tau nggak? Belum lagi camilannya." Theo menjawil gemas hidung Amira yang sejak tadi menampilkan ekspresi
cemberut. Saat melihat perempuan itu lagi setelah beberapa hari, dia sebenarnya sedikit khawatir dengannya, setelah melihat lingkaran yang cukup hitam di area mata dan kantung mata perempuan berbalut pakaian formal rancangan Calvi Klein itu. Ia pikir Amira sangat sibuk disaat kepergiannya selama ini. Theo merasa bersalah karena tidak dapat membantu gadis itu."Perhitungan sangat adikku ini." Candanya.
Mereka memasuki salah satu restoran
Jepang disana. Amira menunggu makanan nya dan Theo kembali dari toilet sementara melihat berbagai laporan lewat e-mail yang masuk di ponsel nya sambil duduk di pojokan restoran tersebut. Merasa ada yang duduk di sebelah Amira menoleh dari ponsel nya demi melihat senyuman lebar..,
KAMU SEDANG MEMBACA
Amira's Game
AcakSatya tidak menyangka, lima tahun dapat merubah sosok perempuan di depannya dengan sedemikian rupa. Tidak ada lagi gadis ingusan yang selalu mengapit lengannya, setiap dia didekati perempuain lain. Tidak bisa ia pungkiri, Satya sedikit terusik denga...