DUA PULUH TIGA

742 42 2
                                    


Freya terbangun setelah jam alarm di ponselnya berbunyi. Hari ini merupakan hari pertama Freya untuk memulai terapi pertamanya pada Maliq. Freya menuju dapur kecilnya untuk menyiapkan sarapan setelah 30 menit lamanya bersiap-siap.

Ketika sampai di depan rumah mewah itu, ia disambut oleh sosok wanita yang sangat ramah. Siapa lagi kalau bukan sang nyonya besar – Alena.

"Assalamualaikum bu Alena," sapa Freya seraya mencium punggung tangannya.

"Waalaikumsalam. Jadi inget jaman dulu, pasti selalu salim kalo ketemu orang tua." ucap Alena bernostalgia.

"Jangan panggil bu aahh! panggil aja tan-te." imbuhnya Alena.

"Iiya tan-te," jawab Freya yang disertai dengan senyuman kaku.

"Eeehh kamu jangan kaku gitu dong, kaya kanebo kering aja. Kalo ngomong sama tante yang santai aja ya!" koreksi Alena.

Freya hanya bisa tersenyum mendengar sebuah candaan dari wanita anggun yang kini tersenyum manis dihadapannya.

"Rumah tante emang selalu sepi ya?" tanya Freya heran.

"Yaaaahhh beginilah keseharian tante. Dulu pas papanya Deniz masih sehat, dia selalu sibuk di kantor. Deniz apalagi, dia itu super sibuk daripada bapaknya. Tiffany masih di Paris soalnya kontraknya belum selesai. Trus Zean baru seminggu pergi ke Jepang, katanya mau nyari inspirasi buat lukisan barunya." jelas Alena panjang lebar sembari berjalan menuju ruangan terapi yang telah disediakan.

"Ternyata tante Alena sama kesepiannya kaya gue, tapi seenggaknya dia lebih beruntung daripada gue." keluh Freya dalam hati.


Sebagai istri yang baik, tentu saja Alena dengan setia menemani sang suami. Awal terapi kali ini terbilang masih ringan, Freya hanya mengobservasi respon dari gerakan yang ia berikan. Freya mencatat setiap reaksi yang Maliq berikan, dan menurut hasil pengamatannya stroke yang diderita

Freya membuat beberapa daftar terapi yang dapat membantu pasiennya untuk kembali berbicara dengan normal. Pertama, Freya membuat tabel untuk menilai seberapa baik pasiennya memahami kata atau kalimat, seberapa sulit pasien mengekspresikan diri, dan lain-lain. Dalam kasus ini, Maliq tidak terlalu merasa kesulitan karena dia masih bisa mengekspresikan emosinya lewat matanya. Hanya saja bicaranya agar terbata-bata, namun masih dapat didengar dengan jelas.

Kedua, Freya memberikan terapi pada bagian punggung hingga kaki dengan memberikan pijatan dan sedikit bantuan alat canggih dan akupuntur yang ia dapat selama belajar di Korea.

Ketiga, Freya memberikan dafar makanan dan minuman yang boleh dan yang harus dihindari. Pengobatan yang efektif adalah menggabungkan terapi fisik, obat, asupan makanan dan semangat dari orang-orang terdekat. Jika semua unsur itu di dapat oleh pasien maka peluang kesembuhan akan semakin besar.

Sesuai dengan hasil observasi, terapi akan dipusatkan pada penyembuhan kaki. Freya akan mengajarkan bagaimana caranya menggunakan otot dan menyeimbangkan tubuhnya. Rutin melakukan latihan peregangan, serta ditambah dengan penggunaan , akan membantu mempercepat kembalinya kemampuan motorik yang hilang. Tentu saja semua itu tidak akan berhasil jika tidak dibantu dengan doa dan semangat dari keluarga.

Melatih kaki dengan intensitas tinggi merupakan metode yang baik untuk mengembalikan energi gerak. Freya merebahkan tubuh Maliq lalu melipat kaki hingga tekan ke bagian perut. Semua itu ia lakukan dengan sangat hati-hati.

Alena mengulas senyum saat melihat wajah Freya yang fokus saat menghadapi pasien. Wanita yang ada dihadapannya ini masih sama dengan Freya yang dulu, hanya saja bentuk fisiknya saja yang berbeda. Senyum itu masih manis, mata itu masih memancarkan kehangatan, hal itulah yang Alena rasakan saat melihat Freya untuk pertama kalinya.

Hold This HandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang