DUA PULUH DELAPAN

699 40 4
                                    

Maaf ya saya baru upload lagi setelah sekian lama. Saya baru saja berkabung karena salah satu keluarga saya meninggal. Selain itu saya juga sedang menemani anak saya latihan untuk mengikuti lomba nari belum lagi badan saya yang drop karena kecapekan. Alhasil lapaknya sepi deh, gara-gara ngga upload.

================================================================================


Deniz's POV

Menghirup udara segar tak pernah terasa sebebas ini sebelumnya. Deniz menyesap secangkir kopi yang terasa begitu nikmat di pagi hari ini. Lelaki itu kini tengah berada dibalik kaca besar yang terbentang di hadapannya. Deniz mengamati awan putih yang bergerak lamban dari lantai 69, lantai tertinggi di gedung itu.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu itu membuyarkan lamunannya di pagi hari ini.

"Sorry sir, Mr.Kenzo has come." ucap Harry.

"Okey, give me 5 minute." balas Deniz seraya meletakkan cangkir kopinya di meja.

15 menit kemudian Deniz dan Mr.Kenzo terlibat pembicaraan yang serius. Mr.Kenzo merupakan pebisnis yang sengaja jauh-jauh datang ke London untuk meminta bantuan Deniz. Karena sebuah kasus yang membahayakan pemerintah Jepang, Mr.Kenzo jauh-jauh datang ke London untuk meminta Deniz membantunya menemukan Joseph Takada atau yang biasa disebut dengan JT yang bersembunyi di kota ini.

Menurut Mr.Kenzo, JT merupakan hacker yang berhasil membobol sistem keamanan pemerintah Jepang dan mencuri beberapa file penting. Pemerintah Jepang percaya jika file penting itu akan di jualnya kepada seseorang yang ingin menjatuhkan orang nomor satu di Jepang saat ini.

"Sebenarnya aku tidak tertarik dengan ini semua. Kau sangat tahu jika aku bukanlah orang yang suka ikut campur masalah orang lain." jawab Deniz acuh.

"Aku tahu jika kau tak akan membantu jika tak menguntungkan bagi dirimu. Tapi ... jika aku menukar bantuanmu dengan menyerahkan King padamu, apakah kau akan menolakku tuan Deniz?"

Mata Deniz membulat kala mendengar nama King. Lelaki itu merupakan musuh bebuyutan ayah Deniz. Lebih dari satu tahun ia mencari King namun ia selalu kehilangan jejak. King merupakan penyebab dari stroke yang ayahnya derita kini dan Deniz bertekad untuk memburu King kemanapun dia berada untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya pada ayahnya.

"King aman bersama mata-mata kami. Sekarang dia bersembunyi di Tokyo dan bergabung dengan mafia pengedar barang terlarang. Jika kau setuju untuk membantu kami, maka kami akan membantumu menyeret King ke hadapanmu." ucap Mr.Kenzo dengan percaya diri.

"Berikan data yang kau punya mengenai JT pada Harry, biar dia yang mengatur semuanya." jawab Deniz.

Mr.Kenzo berdiri dan membungkukkan badannya memberikan hormat lalu menngulurkan tangannya sambil berkata "Senang bisa bekerjasama dengan anda tuan Dawson."

"Me too!" balas Deniz seraya menjabat uluran tangan Mr.Kenzo.


Freya's POV

Freya sangat terganggu kala mendengar nada panggilan masuk dari ponsel yang tersimpan di saku celananya. Freya hanya ingin duduk dengan tenang setelah 1 jam lamanya ia membantu dr.John mengoperasi pasiennya namun kini ponsel di saku celananya itu kembali berdering. Ingin sekali ia mematikan panggilan itu namun ia begitu penasaran dengan si penelepon, pasalnya ini adalah kali ke 5 dia menghubungi Freya.

"Hallo, siapa ini?" tanya Freya.

"Fee, anyeong!"

Lidah Freya kelu saat mendengar suara itu. Beberapa bulan sudah berlalu namun telinganya tak bisa melupakan suara lelaki itu. Bahkan ia masih setia dengan kebisuaannya kala Se-Gi memanggil namanya.

"Fee, are you okey?" tanya Se-Gi.

Freya masih diam tak bergeming namun dia berusaha sekuat tenaga untuk menahan isakan tangisnya.

"Mianhe, jangan tutup dulu telponku. Aku hanya ingin meminta maaf padamu, aku tahu aku bersalah ..... dan tujuanku ke negara ini adalah untuk meminta maaf padamu dan menjelaskan semuanya. Besok aku tunggu kamu di Hometown Restaurant pukul 8 malam, aku akan menjelaskan semuanya padamu."

Tuuutt Tuuutt Tuuutt Tuuutt Tuuutt

Tubuh Freya merosot kala mendapati kakinya yang tiba-tiba lentur bagaikan jelly. Suara lelaki yang pernah mengisi hatinya itu kembali terdengar di telinganya. Jika dibilang rindu, dia sangat rindu bahkan sangat sangat merindukannya namun kesalahan yang Se-Gi lakukan membuat Freya sadar akan luka di hatinya yang masih basah.



Se-Gi's POV

Se-Gi sedang membolak-balikkan ponselnya dengan gusar. Sejak 2 jam yang lalu, ia berdiri pada sebuah keragu-raguan yang sedari tadi menyelimuti hatinya. Dia ingin menghubungi Freya dan mendengarkan suara yang ia rindukan sejak beberapa bulan yang lalu, namun ia terlalu takut untuk menerima sebuah penolakan.

Jangan tanyakan darimana dia mendapatkan nomor Freya, karena semua orang akan menempuh berbagai cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Se-Gi langsung menyimpan nomor itu kedalam kontak ponselnya dengan nama yang sangat special.

Se-Gi menekan tombol hijau di layar ponselnya namun sepersekian detik kemudian lelaki itu memutuskan panggilan itu.

Lima menit kemudian Se-Gi melakukan hal tersebut kembali namun dengan secepat kilat ia memutuskan panggilan itu sebelum sempat tersambung.

"Arrrgggghhhh" pekik lelaki berdarah Korea itu.

Se-Gi menyugar kasar rambut coklatnya seraya menjatuhkan badannya ke sofa, "Fee, kenapa kau membuatku seperti orang gila!"

Se-Gi menengadahkan kepalanya sambil memikirkan rangkaian kata yang akan ia ucapkan saat berbicara dengan Freya nanti. Untaian kata maaf yang dirangkai dengan bahasa yang indah bukanlah sifatnya, ia lebih memilih menggunakan kata sederhana namun mampu menancap tepat di sasaran.

Setelah mendapatkan kata yang diinginkan, Se-Gi menekan fast redial di angka 1.

Tuuutt ..... Tuuutt ..... Tuuutt......

Panggilan pertama itu gagal menghubungkannya pada sang pemilik nomor. Se-Gi tak akan menyerah dengan semudah itu, dia kembali menghubungi Freya untuk yang kedua hingga kelima kali.

"Huuuffttt Fee! kenapa kau tak mengangkat teleponku?" kata Se-Gi bermonolog.

Se-Gi berkata pada dirinya sendiri jika panggilan kali ini tak berhasil, maka dia tak akan menghubungi Freya lagi.

Tuuutt .... Tuuutt ...

"Hallo, siapa ini?" tanya Freya.

Raut wajah Se-Gi berubah menjadi ceria. Akhirnya ia dapat mendengarkan suara itu setelah sekian lama.

"Fee, anyeong!"

Tak ada jawaban dari orang yang berada diseberang telepon itu. Se-Gi sadar, mungkin Freya terlalu syok mendengar suaranya.

"Fee, are you okey?" tanya Se-Gi.

Freya masih diam tak bergeming namun dia bisa mendengar deru nafas Freya yang tak beraturan seperti sedang menahan isakan tangis.

"Mianhe, jangan tutup dulu telponku. Aku hanya ingin meminta maaf padamu, aku tahu aku bersalah ..... dan tujuanku ke negara ini adalah untuk meminta maaf padamu dan menjelaskan semuanya. Besok aku tunggu kamu di Hometown Restaurant pukul 8 malam, aku akan menjelaskan semuanya padamu."

.

.

.

.

.

Post - 09 Agustus 2019

Alhamdulillah akhirnya bisa update juga walaupun dikit. Sekali lagi maaf ya kalo postnya kurang greget.

Hold This HandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang