DUA

1K 49 1
                                    

Jakarta, 1 tahun kemudian.

Mentari mulai kembali ke peraduan, langit senja berwarna jingga terlihat indah di balik gedung pencakar langit. Terlihat seorang gadis tengah berjalan kepayahan sambil membawa 2 kantorng sampah di tangan kanan dan kirinya.

Huuuuffttt

Gadis bernama Freya Anindita itu membungkuk memegang lututnya sambil mengatur napasnya yang terengah-engah.

Lelah?? Pasti!!!.

Siapa yang tak lelah jika selama 3 jam lamanya ia berkutat di dapur dengan sampah dan cucian piring yang menumpuk. Tubuhnya yang gemuk membuatnya tak bisa bergerak dengan leluasa di dapur yang sempit.

Namun ia tetap bersyukur, karena berkat tubuh gemuknya itu ia bisa di terima bekerja untuk mengangkat benda berat. Ia tak menyia-nyiakan kesempatan ini saat semua lowongan pekerjaan menolaknya karena bentuk fisiknya. Ia tak bisa memilih-milih pekerjaan karena ia harus tetap terus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Freya adalah seorang anak tunggal dari ibu yang sakit-sakitan. Setelah ayahnya meninggal 4 tahun yang lalu, hanya ibunyalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Sudah setahun belakangan ini ibunya sakit-sakitan sehingga tidak bisa bekerja sehingga Freya mengambil tanggung jawab untuk mencari nafkah.

Freya adalah mahasiswa tingkat akhir fakultas kedokteran di salah satu Universitas Negri di Jakarta. Untung saja Freya adalah anak pintar sehingga ia mendapatkan beasiswa.
Selain pintar, ia juga berasal dari kalangan tidak mampu. Pihak kampus memberinya kebijakan untuk  memperpanjang beasiswanya hingga ia lulus dengan pertimbangan statusnya sebagai warga tidak mampu, dengan catatan semua nilainya haruslah cumlaude.

Jam telah menunjukkan pukul 22.00, sudah saatnya Freya pulang ke rumah. Dia selalu pulang kerja terakhir karena ia harus membersihkan dapur terlebih dahulu sebelum pulang. Rasa lelah mulai menghinggapi badannya, ia hanya bisa menyemangati dirinya agar bertahan hingga ia sampai di tempat tidur. Biasanya dia naik busway atau angkot tapi karena hari sudah malam maka ia memilih memesan ojek online untuk mengantarnya pulang.

Suara adzan subuh mulai berkumandang, sudah waktunya Freya bangun untuk melaksanakan sholat subuh bersama dengan ibunya. Freya biasanya langsung mengerjakan tugas dan belajar karena hanya di pagi hari saja dia bisa melakukan kegiatan tersebut.

Lastri tahu jika tenaga Freya sudah terkuras untuk kuliah dan bekerja, beliau tak akan tega melihat anak perempuannya itu kelelahan jika di tambah dengan mengurus pekerjaan rumah. Beliau meminta Freya untuk fokus pada kuliahnya dan pekerjaannya sedangkan untuk urusan rumah akan menjadi tanggung jawab dirinya.

"Yaya pergi dulu bun, Assalamuallaikum" pamit Freya sambil mencium punggung tangan bundanya.

"Waalaikumsalam nak" jawab beliau seraya mengusap kepala anaknya.

Di Kampus

Pagi ini semua wajah teman-teman sekelasnya menjadi semrawut. Sereka terlalu pusing memikirkan jawaban atas kuis dadakan yang dosennya berikan. Mereka sama sekali tidak memilliki persiapan apapun sehingga mereka hanya bisa memanyunkan bibirnya dan mengerutkan keningnya.

Wajah kacau itu tak nampak pada Freya. Untung saja setiap pagi ia selalu menyempatkan untuk belajar sehingga dia sangat siap jika ada kuis dadakan seperti sekarang ini. Dengan percaya diri, Freya mengisi semua lembar jawaban dengan cepat.

Seutas senyum menghiasi bibirnya kala selesai membaca pertanyaannya. Itu tandanya Freya tahu apa jawaban yang harus ia tulis pada lembar jawabannya yang kosong itu. Beberapa dari teman-temannya memberikan kode pada Freya untuk meminta jawaban namun Freya tidak bisa memberikannya karena sang dosen terus saja mengawasi dirinya.

Hold This HandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang