5. Amplop Coklat

1.3K 50 0
                                    

Matahari sudah cukup tinggi dan Kania masih bingung dengan isi dari surat dalam amplop coklat tersebut. Sudah hampir lima jam amplop coklat itu cuma dilempar ke kasur lalu berpindah di atas meja, kemudian ditaruh di atas nakas lalu bergerak kembali ke ruang tengah dan dihempaskan di atas sofa di depan televisi besar.

" Sumpek gue ngeliat itu amplop coklat cuma dilempar sana dilempar sini dipegang, diliatin trus diputer-puter, diliatin lagi akhirnya juga dilempar di sofa." Suara cempreng Andara memecah kesunyian ruang tengah yang seluruh penghuninya tengah asyik menatap layar LCD lebar.

" Dibuka aja kenapa sih, Kanebo ?" Andara memberi perintah.

" Nih, elo aja yang buka, Ra." Kania menyerahkan amplop itu pada Andara.

" Timbang buka gini aja kok susah banget sih, Kan? Iih...senangnya kok bikin php sama kepo doang, lo." Omel Andara kembali.

" Ya ampuunn Kania... Ini lho isinya cuma materi dan jadwal kita bimbel ?"

Kania menaikkan alis matanya kemudian tersenyum kecil.

" Trus..."
" Terus ? apa maksudnya ?"
" Maksud gue, serius gitu kita mau ngikutin jadwal Bimbel ini ?" Kania bertanya sangsi.

" Lha...elo begemana sih. Kan elo yang nerima ajakan Kejora dan elo juga yang provokatorin kita kesini biar ikut bimbel. " Lanjut Marini. Protes atas sikap Kania

" Iya, kok malah elo yang kendor nih sekarang." Tanya Zulfikar kembali.

" Atau karena elo masih sedih dan kecewa yah kalau Kejora punya cewek bohay." Izul berkata sambil mengerling penuh selidik pada Kania.

" Ihh Izul, nggak gitu juga kali sih. Gue cuma lagi nggak fit dan masih sumpek aja. Masih kepengen jalan-jalan sebentar aja di seputaran sini. Boleh kan ?"

" Ya udah, kalau gitu nanti aku telepon mas Kejora deh. Kalau pertemuannya diundur dulu mulai hari rabu minggu depan aja. " Edo berupaya menengahi.

" Kamu setuju Kania ?" Tanya Edo kembali dan dibalas anggukan kepala dan senyum lebar di wajahnya.

" Deal ya ?" Edo memastikan
" Deal." Sahut mereka serempak.

"Punten Den, di sini teh aya nu namina Neng Kania ?" Suara pak Matra menyeruak di ruangan.

"Eh, ada. Saya. Kenapa ya Pak ?"

" Ada tamu, Neng. Bule. Orangnya teh meuni tinggi ,gagah, matanya biru, kasep pisan nu nyari Neng Kania. Itu bapak suruh tunggu di teras." Marini, Andara, Edo dan Izul saling memandang. Kania mengedikkan bahunya tatkala tatapan sahabat-sahabatnya berakhir padanya menuntut penjelasan.

" Udah, ayo kita temuin bersama. " Edo mengajak mereka semua ke teras.

"Siapa sih, Kan?" Bisik Marini.
" Nggak tahu, Rin. Aku nggak pernah ngasih tahu kesiapa-siapa kalau ada di sini. Yang tahu kan hanya keluargaku aja dan mas Jora." Kania balas berbisik pada Marini.

Edo berjalan mendahului memimpin rombongan mereka.

" Kamu yang di caravan waktu itu kan ?" Suara Edo terdengar.

" Oh iya, David bukan yah ?" Tanya Marini.

" Iya betul. Ehm... Boleh saya ketemu dengan Kania ?" Tanya pria bernama David itu sambil tersenyum memamerkan geliginya yang putih dan lesung Pipitnya .

" Kok yang dicari Kania sih ? Nggak aku saja atau yang lain gitu?" protes Andara. Yang ditanya hanya tertawa kecil. Binar jenaka di matanya bagaikan menyihir siapa saja untuk ikut tersenyum.
" Ada apa ya kok cari saya ?"
" Assalamu'alaikum Kania, saya David. Kamu masih ingat kan ?" Kania tersenyum dan mengangguk. Dia berupaya menghindari tatapan mata David yang mampu menyihir pikiran walau sebentar.

Kemilau Cinta Kania (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang