8. Impian Mama

1.4K 51 0
                                    

" Bagaimana Jeng,  jadi kan kalau anak-anak kita kuliah di Singapura saja sesuai dengan kesepakatan kita kemarin? " Lucy,  wanita paruh baya dengan rambut merah kecoklatan  berbicara dengan rekannya perempuan berkerudung biru.

"Aduh,  kumaha nya? ( Bagaimana ya?). Kania itu kelihatannya aja yang anteng tapi kalau sudah maunya itu ya harus itu.  Susah dibengkokkan. " Jawab Shinta.

" Saya ge maunya mah Kania kuliah di sini aja.  Deket kalau dari Jakarta. Terbang cuma sejam aja udah nyampe.  Di sini juga relatif aman buat perempuan, kriminalitasnya kecil sekali,  jadi saya tenang. "  Lanjut Shinta lagi.

" Lha iya,  coba jeng bayangkan kalau Dara dan Kania jauh kuliah di Amerika, kita susah kalau mau nengokin. Udah kalau  naik pesawat juga lama, jadi ketar ketirnya tambah lama. Kalau di sini kan ada papa dan saudara-saudara saya yang ikut ngawasin.  Trus kau ada apa-apa juga banyak yang nolong.  Kania sudah saya anggap anak sendiri. Kalau bisa nanti mereka satu apartemen saja,  papa saya sudah membeli apartemen untuk Dara sebagai hadiah karena lulus SMA dengan prestasi sangat baik. " 

" Alhamdulillah.  Sebenarnya suami saya pernah membeli apartemen sewaktu anak saya Andri dan keponakan saya Dadang melanjutkan kuliah di sini.  Sekarang masih dipakai Dadang keponakan saya untuk tinggal. Jadi sebenarnya mengurangi budget pendidikan juga. "

"Nah, berarti Jeng Shinta sudah siap juga menyekolahkan Kania di sini.  Andara juga kemarin nggak mau kuliah di sini, tetapi saya,  papanya juga kakeknya yang terus membujuknya".

" Beri saya waktu sebentar untuk membujuknya. Doakan mudah-mudahan dia mau kuliah di sini saja. "

" Minggu depan,  papa saya mau mengajak mereka berlayar dengan kapal pesiarnya.  Mohon Kania jenengan ijinkan nggih.  Untuk sementara saya minta tolong biarkan Kania bisa menemani Dara dulu."

" Kalau saya sih tidak keberatan,  namun saya harus diskusi dengan papanya Kania dulu. "

" Jeng Shinta, kalau Kania bersekolah di sini nantinya keluarga besar saya juga ikut mengawasi dan menjaga Kania. Papa dan Tante saya sangat sayang sama Kania. Mungkin karena Dara cucu perempuan papa saya yang paling kecil dan Tante saya tidak punya cucu perempuan. IPKania bisa mengimbangi sifat manja dan tomboy Andara jadi mereka sangat simpati pada Kania."

" Alhamdulillah kalau begitu saya bisa tenang. Banyak yang jaga Kania di sini."

*****

" Good morning ! Assalamu 'alaikum everybody, gutten Morgen! Hello... Selamat pagi dunia..." Kania berteriak membangunkan kedua gadis yang tidur di samping kiri dan kanannya. Diguncangkan bahu dan punggung kedua sahabatnya itu. Yang dibangunkan nggak bereaksi apa-apa. Hanya bergumam kecil dengan mata yang masih tertutup rapat dan bibir sedikit terbuka.

" Daraa... Rini...Hei, ayo bangun. Sholat subuh. Ish, kalian ini anak gadis kok senangnya bangun siang sih. Rejekinya dipatok ayam, jodohnya jauh loh entar. Halooo..."  Kania mendengus kesal. Dihabiskannya beberapa menit untuk meneriaki sahabatnya untuk bangun tapi nggak digubris sama sekali. Kesal tingkahnya nggak diindahkan, maka dipukulnya pantat kedua sahabatnya itu yang melahirkan sumpah serapah keduanya.

" Kaneboo... iseng amat sih. Gile lu ya, gue tuh baru tidur jam dua pagi ya." Protes Andara
" Siapa yang nyuruh elu baru tidur jam segitu, Ra ?" Jawabnya dengan galak.

" Sialan lu Kan, gue lagi mimpi ketemu Chris Evans juga ya, ah..buyar deh. " Seru Marini marah, dibalas dengan cubitan di betis kaki sahabatnya itu. Marini refleks menendang, dan dengan sigap Kania menghindar dan berlari ke kamar mandi untuk berwudhu. Marini mengejarnya dan menggedor pintu kamar mandi yang sudah dikunci Kania. Keributan di waktu subuh sudah terjadi. Saat keluar dari kamar mandi, dia sudah tidak mempedulikan cibiran dan mata melotot kedua sahabatnya itu. Dengan santai dia berjalan melewati keduanya dengan tersenyum dan berkata :
" Come on girls, let's subuh pray."

Kemilau Cinta Kania (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang