Pagi yang cerah untuk memulai aktivitas. Sinar matahari masih redup menyapa bumi, tapi senyum cerah kania sudah mengembang di bibirnya yang mungil dan penuh. Semilir angin pagi menembus sela jendela yang dibukanya. Dihirupnya udara pagi dalam-dalam dan membiarkannya menerobos masuk ke dalam paru-parunya, mencoba meresapi dan menikmati seolah hal itu akan mengisi energinya. Ya semangat dan optimis, itu adalah sisi terbaiknya.
" Neng Kania sudah bangun ?"
" Sudah mbak Asih. " Sudah tiga bulan sejak kepindahan Kania di apartemen milik orangtuanya di kawasan Kent Ridge , tak begitu jauh dari kampusnya menuntut ilmu di School of Design Environment NUS, dia ditemani Kinasih. Delapan bulan sudah dia menetap di Singapore.
Pertemuannya dengan Kinasih atau yang akrab dipanggilnya dengan nama mbak Asih sangat dramatis. Bersama sahabatnya Andara dan Lilian mereka berhasil membebaskan mbak Asih dan teman-temannya dari perdagangan wanita dan anak yang akan dijual ke luar Singapore. (Kisah Kinasih dan petualangan Andara, Kania dan Lilian dapat dibaca di : Sepenggal Asa Untuk Kinasih). Kania merasa beruntung menemukan mbak Asih. Walaupun mereka berkenalan kurang lebih enam bulan dan menjalani tiga bulan hidup dalam apartemen yang sama, tapi Kinasih sudah seperti kakak perempuan kandung yang diimpikan Kania semenjak kecil.
" Hari ini mau bawa bekal apa, Neng?"
" Apa ya Mbak? Kepengen bawa Pizza tapi nanti kalau dimakan dingin nggak enak. Pastel yang kemarin kita bikin, diangetin aja deh. Aku bawa sama caramel cake."
"Buat makan siangnya apa? Mbak Asih sudah masak tumis baby buncis sama wortel. Tapi belum ada lauknya. Neng Kania mau apa?"
" Balado telur puyuh yang tadi malam saja kan masih ada, jadi aku bawa itu aja deh Mbak."
" Sarapannya mbak Asih sudah siapkan bubur ayam. Mau makan sekarang?"
"Wah kalah cepat Nia masaknya nih, keduluan mbak Asih buat sarapan."
" Kan udah mbak Asih bilangin, biar urusan rumah mbak aja yang mengerjakan semuanya. Kamu itu suka ngeyel sih, Neng. Kalau Eneng juga ikut membantu masak, trus mbak Asih ini kerja apa?"
" Ya kerjain yang lain lah, Mbak. Kan enak pekerjaan rumah cepat selesai. Mbak Asih bisa istirahat. Mbak Asih kan tahu kalau aku suka masak."
" Yah, nggak bisa begitu juga. Mbak biasa kerja keras, dan sibuk kerja. Jadi, kalau kebanyakan leyeh-leyeh, mbak ini malah bingung, nggak bisa tidur juga. Mbak kan dibayar buat ngerjakan semua pekerjaan rumah. Neng Nia cukup urus pekerjaan di kampus dan belajar saja. Ibu kan bilang jaga kesehatan dan jangan terlalu capek."
" Mbak kan bisa belajar nyulam atau merajut secara otodidak di you tube buat mengisi waktu luang."
" Bagaimana caranya? Mbak juga nggak punya alat dan bahannya." Ekspresi wajah Kinasih yang menampilkan raut bingung ditanggapi Kania dengan senyum. Diraihnya tangan Kinasih dan ditepuknya punggung tangan itu dengan lembut seraya berkata:
" Tenang saja Mbak, besuk lusa Mamah datang dari Jakarta. Aku bisa minta tolong dibawakan bahan dan alat buat nyulam dan merajut. Mbak bisa minta ajarin mamah. Mamah aku jago lho!"
Kinasih tersenyum senang dan balik meremas perlahan tangan Kania.
" Makasih ya Neng Nia, tapi Mbak malu ngomongnya kalau minta tolong diajarin Ibu. "" Nggak usah malu Mbak, nanti biar Nia deh yang bilang sama Mamah," ucap Nia masih dengan senyumnya yang menawan.
Kinasih mengangguk tanda menyetujui." Oh ya, Neng Nia mau sarapan dulu atau mandi dulu? Kalau mau sarapan sekarang biar mbak racik bubur ayamnya sekalian."
" Iya deh makan sekarang aja mbak, baru mandi. Biar sekalian sikat giginya. He..he..he.." Kania terkekeh sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kemilau Cinta Kania (Complete)
ChickLitPutus cinta itu mungkin lebih baik ketimbang di PHP. Dibilang teman tapi deket dan sayang banget, selalu kasih perhatian tapi nggak pernah ucapkan "tiga kata keramat". Kania nggak bisa ge er karena perlakuan Kejora hampir sama pada semua wanita, ap...