23. Manja

990 54 6
                                    

Malam dengan bulan sabit yang menggantung di langit. Selesai sholat Isya Kania menjalani perawatan tubuh dan kecantikan yang  membuatnya terlelap  di sebuah klinik kecantikan dan perawatan tubuh. Beberapa kali Bu Lucy tampak membangunkan Kania, bahkan ketika mandi sauna pun dia masih sempat  tidur. Lelah yang mendera tubuhnya bagai mendamba berbagai pijatan dan tindakan perawatan yang diberlakukan padanya. Hampir tengah malam semua aktivitas itu selesai dilakukan. Mamah dan Andri kakaknya sudah menunggu untuk menjemput.

Anehnya, setelah sampai rumah dan masuk ke kamarnya, justru matanya sulit terpejam. Seperti tahu yang dialami putrinya, Bu Shinta membuatkan coklat hangat dan diantarkan ke kamar Kania di lantai dua.

Setelah menyeruput coklat hangat beberapa kali dia segera masuk ke kamar mandi membersihkan diri dan mengambil wudhu. Tiada hal lain yang dapat dilakukannya pada waktu yang mustajab itu selain menggelar sajadah dan memakai mukenah. Mengadu, merayu pada Sang Pencipta- penguasa alam semesta agar langkahnya ke depan diberi petunjuk jalan yang lurus dan terbaik, serta senantiasa mendapat perlindungan.

******

Pagi itu setelah sekian lama akhirnya keluarga itu berkumpul kembali menikmati sarapan pagi bersama di meja makan. Bu Shinta tersenyum sumringah sembari membawa mangkuk besar berisi nasi goreng. Telur dadar, acar dan buah sudah tersedia di atas meja. Roti, margarin, Meises dan berbagai varian selai telah siap di sudut meja. Mbok Nah tampil kemudian hilir mudik membawa satu mangkuk besar bubur Manado yang kaya akan sayuran, ikan asin, dan sambal roa.

" Sepertinya kali ini kita makan besar ya, Mah?" Tanya Andri.
" Ya, Mamah bahagia sekali. Pagi ini formasi keluarga kita komplit. Esuk lusa, Anggota keluarga kita bertambah. "

" Nia mau bubur Manado-nya, Mah. " Kania menyodorkan piring ke arah mamahnya. Bu Shinta mengambilkan bubur sayur itu lalu bertanya pada putrinya lagi.

" Pake ikan asin sama sambal apa nih? Dabu-dabu apa sambal roa? "

" Sambal roa lah mah pastinya. Nia kangen banget. Kalo di Singapore, Nia buat bubur Manado nggak ada teman makannya. Mbak Asih, Dara, Lilian nggak ada yang doyan. Paling cuma Mario yang mau kalau pas Kania ada di kios . "

" Ya jelas aja suka Burma (bubur Manado) , si Mario kan memang orang Tomohon." Celetuk Dadang. Dibanding Andri kakaknya, Dadang yang paling sering mengunjungi Kania dan ikut membantu serta membimbing urusan administrasi juga pemasaran kios bunga dan kudapan yang dibuat oleh Asih dan Kania. Karena memang Andri yang menangani usaha yang di Jakarta dan Surabaya.

" Gimana Dek, nyenyak tidurnya ?" Pak Tedjo, papa Kania bertanya sembari melayangkan senyum pada putri semata wayangnya.

" Karena terlalu kangen rumah, Nia malah nggak bisa tidur, Pa"

" Lho? Kok bisa begitu, Dek?"
" Soalnya dia udah tidur pulas bahkan sebelum pesawat take off, Pa." Dadang memberikan laporannya.

" Untung Nia bubuknya cantik ya A'? " Kania terkekeh.

" Kalau sampe tidurnya mangap dan ngiler pasti Zack udah lari ngibrit. " Ucap Dadang yang disambut tawa semuanya.

" Tapi larinya mendekat lho, bukan menjauh." Ucap Kania lagi sampai mengedipkan matanya ke arah kakaknya.

" Lha sewaktu luluran dan massage saja pas perawatan sudah selesai semua dan badannya sudah dibersihkan, anakmu masih tertidur pulas lho, Pa. Sampai Mamah guncangkan badannya beberapa kali baru dia bangun."

" Kalau nggak bangun, alamat aku yang mikul Kania sampai mobil." Ucap Andri.

"Ish emangnya aku karung beras apa Mas, pake dipikul segala," Kania tertawa.

Kemilau Cinta Kania (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang