Fixing a broken heart

3.2K 425 2
                                    

Suara Co-pilot mengingatkan kembali para penumpang untuk bersiap karena sebentar lagi pesawat akan lepas landas menuju kota Solo.

Raina tidak henti memejamkan mata dan berdzikir. Ayah Rei menggenggam erat tangannya yang mendadak sedingin es. Dia benar-benar ketakutan karena ini pengalaman pertamanya menempuh waktu sekitar 60 menit di udara.

Mbak Sari yang duduk di belakang bersama Tasya, tampak sudah terlelap tidur.

Mereka bertiga berangkat sebagai perwakilan dari keluarga besar Rumah Senyum, di acara pernikahan dokter Farah. Ayah Raina yang baik hati, membelikan mereka tiket pesawat kelas bisnis.

Semalam sebelum terbang ke Solo, mereka bergadang menyelesaikan laporan kegiatan akhir bulan. Tidak terasa sudah 30 hari lebih Raina bergabung di tempat kerjanya yang baru.

Sudah selama itu pula, Rafa tidak menghubunginya lagi dan membahas mengenai rencana pernikahan mereka.

Bahkan setelah proposal mereka disetujui untuk mendapatkan investasi dana dari Rajasa Coorporation, pria itu hanya datang ke kantor untuk menemui Pak Arkan dan dokter April sebagai pengelola utama Rumah Senyum.

Rafa tidak berusaha menjalin komunikasi lebih lanjut. Mungkinkah lelaki itu telah menyerah untuk menikah dengannya.

Entahlah yang jelas Raina sedang berusaha untuk move on dengan menghadapi semuanya, termasuk dengan datang memenuhi undangan pernikahan Bang Fadlan dengan istrinya.

Ayah kebetulan juga ada agenda ke Solo, meninjau cabang dari hotel Amarylis yang baru launching enam bulan lalu.

Raina masih mengunyah permen dan bahkan tidak menyentuh minuman yang ditawarkan oleh awak kabin.

"Sudah boleh lepas sabuk pengaman, kalau Ina mau ke kamar mandi."

Ayah berbisik lembut.

Raina menggeleng. Ayah menunjukkan pemandangan langit cerah dengan matahari yang mulai mengintip malu dari balik kumpulan awan.

Mereka memang memutuskan untuk naik pesawat setelah sholat Shubuh karena Raina dan teman-temannya meniatkan untuk hadir saat akad nikah.

Perlahan debar jantungnya yang tadi berdetak kencang karena stres, kini telah kembali normal.

"Ayah tahu mungkin ini saat yang kurang tepat. Tapi Ayah takut lupa menanyakannya."

Ayah membantu membukakan roti dan tutup botol air mineral milik Raina.

"Terimakasih. Ayah mau tanya apa?"

"Ayah sudah memikirkan ini berhari-hari. Ayah pikir, memang sudah saatnya melepaskan kamu untuk mendapatkan pendamping hidup. Pak Rafa, cucu Opa Fendi telah meminang kamu, melalui Ayah."

Raina terdiam. Mendengar nama lelaki itu, mendadak denyut jantungnya kembali berdetak seolah tak beraturan.

"Ayah, waktu memutuskan memilih Bunda bagaimana rasanya? Maksudnya kenapa Ayah yakin kalau calon istri Ayah itu Bunda?
Raina juga ingin menikah dengan calon suami pilihan Raina sendiri. Bukan karena dijodohkan."

Ayah mengelus puncak kepala putrinya dengan perlahan.

"Jodoh itu memang rahasia Illahi, Nak. Ayah sendiri juga baru beberapa kali bertemu Bunda dan tiba-tiba saja keyakinan untuk melindungi Bunda itu muncul begitu kuat.

Bunda itu wanita paling hebat yang pernah Ayah temui. Bunda yang selalu menguatkan Ayah dan mengatakan semua akan baik-baik saja."

Mengingat istrinya Naira, membuat lelaki itu mendadak lemah.

"Ayah jangan sedih ya. Meski nanti Ina menikah, Ina nggak akan ninggalin Ayah."

"Ayah nggak papa kok kalau kamu nanti beda rumah. Yang penting, rumahnya jangan jauh dari Ayah.
Jadi, beneran mau menikah sama Rafa?"

Ayah menggodanya.

"Lagi dipikir dulu deh Yah. Kayaknya Kak Rafa juga sudah capek menunggu Raina. Mungkin sudah ada wanita lain yang jauh lebih baik dari Raina."

"Jangan memutuskan sesuatu hanya melalui otak cantik kamu Sayang. Tapi tanya juga sama Allah, apa yang terbaik buat kamu."

Ayah menyentil dahi Raina, pelan.

"Memangnya dulu Ayah sholat Istikhoroh dulu, sebelum memutuskan menikah sama Bunda? "

"Harusnya gitu, cuma dulu ilmu agama Ayah masih terbatas. Ayah cuma merutinkan sholat malam dan berdo'a. Kalau memang Bunda jodoh Ayah, semoga jalan kami untuk bersatu, diberi kemudahan."

Raina mengangguk tanda mulai mengerti mengapa Kakek Ari dan Nenek Tika sangat menyayangi Bundanya.

Itu semua karena yang Maha membolak-balikkan hati adalah Allah Swt. Apabila kita meminta yang terbaik, tidak ada yang mustahil terjadi, jika Allah sudah berkehendak.

                          💗💟💖

Nuansa violet bertebaran di setiap sudut ruangan yang dipersiapkan sebagai tempat akad sekaligus resepsi
pernikahan.

Lantunan ayat suci Al-Qur'an memenuhi atmosfer ruangan menuju proses suci pagi hari itu.

Pihak calon mempelai memisahkan tempat duduk tamu laki-laki dan perempuan. Namun tidak mengurangi kesakralan acara dan saat yang ditunggu-tunggu pun tiba.

Dokter Farah tampak menawan dengan mahkota yang terpasang di atas hijabnya dengan gaun pengantin bernuansa putih.

Sementara mempelai pria yang duduk di meja tengah ruangan, juga terlihat semakin bersinar dengan baju takwa putih dan peci senada.

Raina bahagia melihat Bang Fadlan bahagia. Biarlah mulai hari ini, dia mengubur rapat kenangan tentang prince charmingnya, selamanya.

Mulai hari ini, Bang Fadlan adalah suami dari seorang perempuan shalihah yang lebih baik dari dirinya.
Meski dadanya terasa sesak saat kata-kata berikutnya terdengar dari lelaki itu.

"Saya terima nikah dan kawinnya Farah Khairunnisa binti Ahmad Abdul Azis dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai."

"Sah. Barakallah... " Ustadz yang menjadi penghulu nikah kemudian melantunkan do'a dan melanjutkan kepada khutbah nikah.

Dari sisi yang bersebelahan, lelaki itu memandang siluet gadis yang tidak disangkanya akan hadir acara pagi ini.

Ia sendiri datang karena Bayu memaksa menemaninya pergi, untuk menghormati undangan dari sahabatnya Fadlan.

Aisha, adik sepupunya yang masih sedih dan patah hati, memutuskan untuk tidak hadir. Gadis itu memilih mengurus toko hari ini.

Meski sekat dedaunan yang dipasang diantara bangku kanan dan kiri, sedikit menutupi wajah Raina, namun Rafa masih bisa melihat gadis itu menghapus air matanya setelah Fadlan mengucapkan akad nikah.

Entah mengapa melihat kesedihan hati gadis itu, ia pun bisa merasakan kepedihan yang sama. Ia bukanlah seorang pria yang tidak pernah jatuh cinta.

Ia pernah merasakan kehilangan gadis yang disukainya saat di bangku kuliah. Diany, gadis yang bertemu dengannya saat penerimaan mahasiswa baru, sempat mewarnai hari-harinya selama dua tahun.

Namun hubungan mereka kandas karena gadis itu lebih memilih pria mapan yang menjadi salah seorang dosen pengampu mata kuliah mereka.

Kabarnya sekarang Diany sudah pindah ke Kalimantan mengikuti suaminya dan telah memiliki dua orang momongan.

Penggalan masa silamnya mungkin yang membuat otaknya mulai tumpul bila harus mengingat nama-nama wanita yang berada di dekatnya atau setidaknya berusaha untuk menggapai hatinya.

Tapi entah kenapa untuk nama yang satu ini, sulit dilupakannya. Raina, mengapa sulit menghapusnya dari ingatan.

Apakah memang gadis itu yang akan menjadi garis takdirnya.

Our Pure LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang