Pria itu memandang tanpa berkedip seorang wanita yang sedang berjalan kesana kemari memanggil murid-muridnya yang masih asyik berenang.
Ini kali kedua mereka bertemu. Awal bulan lalu wanita itu pertama menyapanya saat dia menanyakan biaya renang rombongan di resepsionis Hotel Amarylis. Saat itu ia sedang menilai kinerja karyawan yang baru masuk di hotel miliknya.
"Kalau boleh tahu, nama Nona siapa?"
"Saya Naira Latifa."
"Saya Reinaldi. Panggil saya Rei."
Mulai detik itu, timbul rasa khawatir akan kehilangan jejak gadis bernama Nai, di hati Rei.
Seperti siang hari itu, saat ia hendak pergi meninggalkan kolam renang, ia melihat seorang bocah laki-laki berlari menabrak Nai yang sedang berdiri di tepi kolam dan gadis itu jatuh ke dalam kolam renang dengan kedalaman lebih dari 2 meter.
Ia melihat tangan mungil itu menggapai lemah. Denyut jantungnya sekejap memacu dan kemudian terdengar seseorang masuk menyusul ke dalam air.
"Panggil dokter di klinik lantai 1. Cepat, ini perintah. Nai, banguun Nai..." lelaki muda bernama Rei itu menepuk gadis di pangkuannya yang sudah berubah kebiruan.
Dokter yang kemudian datang melakukan pertolongan pertama dan diiringi tangis murid-murid TK yang membuat kepalanya bertambah pusing, bertiga mereka membawa Nai ke rumah sakit.
Tak lama mereka tiba, Nai sudah mulai sadar. Aris, sekertarisnya sudah membelikan baju ganti karena sedari tadi baju basah gadis itu hanya terbalut handuk dan piyama hotel, menjaga agar gadis itu tidak bertambah kedinginan.
"Maaf Bapak siapa ya? Kami hendak menerangkan kondisi pasien."
Seorang dokter muda bernama Darma menghampirinya.
"Saya... calon suaminya."
Rei tidak pernah menyesali ucapannya.
Ia memberi isyarat agar Aris, pria kepercayaannya segera mengurus administrasi Rumahsakit.
"Bapak tentu tahu calon istri Bapak ada riwayat operasi jantung. Tadi kami temukan saat pemeriksaan. Alhamdulillah berkat pertolongan pertama tadi di lokasi, air yang masuk ke paru-paru, tidak banyak. Saran saya pasien dirawat beberapa hari, kalau kondisi sudah membaik, baru boleh pulang."
Rei menggenggam erat jemari Nai saat sudah dipindahkan ke ruang perawatan Suite room. Jemari gadis itu sudah berwarna merah, tidak lagi berwarna biru seperti saat pertama ia mengangkat gadis itu dari kolam.
Gadis yang bodoh. Seorang guru TK yang tidak bisa berenang tapi justru memilih mendampingi murid-muridnya berenang. Tadi siang tim "life guard" di hotelnya juga habis kena marah. Bahkan beberapa yang bertugas namun lalai, kena skorsing dari dirinya.
Bagaimana jika ia tidak terjun langsung menolong gadis ini, bisa-bisa muncul headline di surat kabar, kejadian tragis di hotel Amarylis yang hampir menghilangkan nyawa gadis yang disayanginya.
"Nai, siapa sebenarnya kamu yang telah mencuri debaran di hatiku."
Sejak detik itu Rei berjanji pada dirinya sendiri, ia tidak akan melepaskan gadis ini dan akan selalu melindunginya.
Meski kemudian Papi menjadi penghalang terbesar dalam hidupnya.
"Bagaimana bisa kamu menikah gadis yang sakit jantung seperti Naira. Dia tidak akan bisa memberi kamu keturunan untuk meneruskan perusahaan keluarga kita.
Apa kamu tega membiarkan dia hamil dengan resiko tinggi."Papi menolak mentah-mentah rencana pernikahannya.
"Nai tidak akan hamil. Kami akan mengangkat anak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Pure Love
RomansaGajah dan Zebra berteman sejak kecil. mereka terpisah sekian lama. Akankah mereka bertemu kembali? bisa ngga sih, gajah dan zebra saling menyayangi? apakah suatu saat mereka bisa tinggal dalam 1 kandang yang sama? it's about a pure love that can re...