Tidak ada air mata yang dikeluarkannya malam ini. Hatinya terlalu sakit menanggung semua kesedihan, sampai tidak mampu lagi menangis.
Dia memandang jenazah Ibu asuhnya yang sudah dimandikan di Rumah sakit. Ia memeluk selimut yang biasa dipakai Nyai saat mereka berdua tidur bersama.
Tidak ada yang tahu kalau Nyai wafat hari ini. Karena saat ini dia hanya ingin menyimpannya sendiri. Tidak juga Gio, Queensa, mbak Aisha yang sudah begitu baik padanya. Dan juga Bang Fadlan.
Queen, bahkan sejak hari pertama Nyai dirawat, sahabatnya itu tidak pernah sekalipun muncul.
Berhari-hari menunggu disini, badannya mulai terasa menggigil seperti akan demam. Bohong bila hatinya tidak menjerit melihat pemandangan saat mendengar sirine "code blue" dan melihat dengan matanya sendiri, petugas medis melakukan resusitasi jantung paru karena mendadak Nyai mengalami gagal napas.
"tolong berhenti. Saya sudah ikhlas."
Dia hanyalah seorang gadis lemah yang memutuskan untuk tidak melanjutkan tindakan dan menandatangani pernyataan Do Not Resuscitate.
Dia memandang wajah Nyai yang sedang tersenyum tanpa beban. Nyai terlihat lebih muda sepuluh tahun. Nyai sekarang sudah bahagia, sudah tidak merasakan sakit lagi. Nyai tahu kan, Raina sudah belajar ikhlas melepaskan.
"Nyai, Queen punya Mami. Raina juga ingin punya Bunda yang tiap hari mengantar sekolah."
Nyai mengelus ubun-ubunnya dan kemudian meniupnya lembut.
"Bunda sudah bahagia di surga. Kalau Ina jadi anak yang sholehah, nanti Ina bisa bertemu Bunda."
"jadi anak yang sholehah caranya bagaimana Nyai?"
"rajin membaca Al-Qur'an, sholat 5 waktu jangan sampai ditinggalkan, berdo'a untuk Bunda sehabis sholat. Dan jangan lupa, Nyai akan selalu ada buat Ina."
Obrolan kecil saat dia duduk di bangku kelas 4 SD, tidak pernah lekang dari ingatannya. Sejak itu dia tidak pernah lagi menanyakan kemana Ayah dan Bundanya. Cukup ada Nyai di sisinya, dia sudah bahagia.
Karena setiap dia bertanya, Nyai akan tidur memunggunginya. Nyai berusaha menahan isak setiap mereka hendak tidur. Dia bukan tidak tahu. Dia hanya berpura-pura memejamkan mata. Dia hanya tidak ingin Nyai jadi sedih karena pertanyaan bodohnya.
Seorang lelaki berkumis tebal, menghampirinya.
"Assalaamu'alaikum Mbak. Saya Pak Yudi, supir ambulance jenazah yang bertugas malam ini.
Jadinya keputusan keluarga, jenazah akan dimakamkan dimana mbak?"Raina menggigit bibir. Jujur, dia masih bingung karena hanya tahu Nyai berasal dari Tasikmalaya. Tetapi dia tidak pernah sekalipun menengok rumah Nyai disana.
"Gadis ini ikut saya. Nanti saya yang akan mengurus pemakaman."
Pria yang sudah tidak terlihat muda itu, berjalan mendekati Raina dan memandangnya hangat.
"Raina jangan sedih lagi ya Nak. Sekarang Raina sudah tidak sendirian lagi."
Gadis itu hanya mengangguk. Diciumnya punggung tangan lelaki yang beberapa kali ditemuinya saat menjenguk Nyai di Rumah sakit.
Entah siapa lelaki yang baik hati ini, mungkinkah kerabat dekat Nyai atau bisa jadi saudara dari Ayah Bundanya. Pria itu duduk di sebelah pengemudi. Sementara Raina memilih masuk ke dalam mobil dan mendampingi Nyai untuk terakhir kalinya.
Mobil ambulance pun berjalan diiringi suara sirine yang menyayat hati.
Suara sepatu pantofel berwarna cokelat tergesa berhenti di depan ruangan pemulasaran jenazah.
"Selamat siang Pak. Apakah ada jenazah atas nama almarhumah Ny Hartina Wulandari?"
Seorang pria bertopi dengan seragam RS menggeleng.
"Baru saja mobil jenazahnya berangkat Pak."
Lelaki itu tampak sangat kecewa. Ia terlambat.
"Bapak ada melihat anak perempuan berjilbab yang ikut? Siapa yang membantu mengurus biayanya?"
Petugas kamar jenazah itu mengajak pria itu melihat buku ekspedisi.
Ia menggenggam kuat-kuat kedua telapak tangannya menahan amarah, saat melihat nama lelaki yang menjemput gadisnya. Fendi Rajasa.
Tolong Tuhan, sekali ini kasihanilah dirinya. Jangan pisahkan kembali ia dengan kesayangannya.
"Halo, Assalaamu'alaikum.
Radit, tolong aku Dit. Dia membawa Raina pergi.""Wa'alaikumsalam.
Oke Rei, aku coba bantu mencari. Kirimkan titik terakhir Raina berada.""Trims Dit. Bawa Raina segera ya Dit. Hanya aku yang berhak menjaganya."
Radit, sahabat pria bernama Reinaldi itu berulang kali berusaha menenangkannya.
Cukup sekali sahabatnya, Rei melakukan kesalahan fatal dalam hidupnya. Semoga ia tidak mengulangi kembali kehilangan dua wanita yang dicintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Pure Love
RomanceGajah dan Zebra berteman sejak kecil. mereka terpisah sekian lama. Akankah mereka bertemu kembali? bisa ngga sih, gajah dan zebra saling menyayangi? apakah suatu saat mereka bisa tinggal dalam 1 kandang yang sama? it's about a pure love that can re...