Sometimes the Truth hurts

3.4K 424 13
                                    

Angkutan umum berwarna biru tua, berhenti di depan gang bertuliskan Jalan Delima.

Gadis itu turun dan membaca pesan yang dikirimkan Kak Fadlan.
"masuk 50 meter dari Gang Delima, rumah tingkat 2, cat hijau putih, Nomer 7. Rumah Senyum."

Terdengar suara celotehan anak-anak kecil tidak jauh dari tempatnya berjalan.

"Assalaamu'alaikum."

Raina menyapa beberapa anak yang sedang berlarian. Sebagian yang lain tampak duduk di teras bermain lego dan ada yang sedang bermain perosotan di playground.

"Wa'alaikumsalam. Bunda... Ada tamu,"

Seorang anak perempuan gemuk berusia sekitar 4 tahun, berlari dan memeluknya. Raina jadi mengingat fotonya waktu masih kecil. Dia bahkan lebih gemuk dari anak ini.

"Halo anak cantik. Namanya siapa? Nama Kakak, Raina. Salam kenal."

"Aku anak sholehah, Kakak. Bukan anak cantik. Namaku Khansa Almahira." lidahnya yang masih belum lancar mengucapkan huruf 'R', membuatnya tampak lucu dan menggemaskan.

"Raina ya?"

Raina yang semula berjongkok, mengobrol dengan Khansa, mengangkat kepalanya.

Di depannya terlihat seorang wanita yang tampak anggun dalam gamis berwarna hijau toska. Perutnya tampak membuncit, namun masih terlihat gesit menghampirinya.

"Perkenalkan saya April, panggil Mbak atau Kakak aja ngga papa. Bang Fadlan sudah banyak cerita tentang kamu. Masuk yuk."

"Terimakasih Mbak.
Sudah berapa minggu mbak?"

Raina menunjuk kandungan Mbak April yang terlihat lebih besar dari perkiraan usia kehamilannya.

"Masuk 28 minggu."

"Kembar ya mbak?"

Kedua mata indah April membola.
Gadis ini bisa mengetahuinya? Istimewa. Padahal Raina hanya pernah mengingat pelajaran Ilmu Kandungan yang pernah menerangkan ciri-ciri kehamilan kembar, sewaktu menggantikan kuliah Queen.

Berdua mereka berjalan menuju setiap ruangan dan April mengenalkan Raina pada semua kru yang bekerja di Rumah Senyum.

"Bang Fadlan nggak ikut kesini ya?"
Raina bertanya pelan.

"Kebetulan beliau sedang banyak urusan. Siang ini mau menengok Orangtua temannya yang semalam masuk Rumahsakit.
Bang Fadlan masuk dewan penasihat di sini. Jadi datangnya nggak rutin. Kadang 2 minggu sekali, kadang sebulan sekali."

Raina mengangguk. Mereka berdua mengobrol layaknya dua sahabat lama yang bertemu kembali. Raina baru mengetahui, Mbak April pemilik Rumah Senyum ternyata adalah seorang dokter yang baik hati dan friendly. Mirip dengan dokter Farah, yang menolongnya di Puskesmas.

Rumah ini cukup besar. Kata mbak April, dua tahun terakhir, bangunan diperluas dengan membeli 2 kapling rumah di area belakang untuk disatukan dengan bangunan utama.

Mbak April juga menjelaskan mengenai job description pekerjaan yang akan dijalani Raina.

"tapi saya cuma lulusan SMA mbak. apa memang masuk kualifikasi untuk bekerja disini?"

"Itu pas banget Dek, kami disini nggak menerima karyawan berdasarkan tingkat pendidikan. Siapa yang memiliki kepedulian dan keinginan untuk memajukan Rumah Senyum, bisa diterima."

"Kalau di tempat sebelumnya, biasanya kegiatan Raina apa saja?"

Raina menjelaskan hobinya menjadi pendongeng dan juga menjadi penulis amatir buku bacaan anak. Buku pertamanya ia tulis bersama teman-teman Mbak Aisha.

Our Pure LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang