Feeling Lonely

3.5K 424 5
                                    

Bunyi alarm membangunkan gadis itu dari tidurnya. Pukul 4 pagi. Dia bersiap mandi, sholat Shubuh dan mulai memasak sarapan.

Mungkin jika dia belum menikah, hari libur seperti ini akan dihabiskannya dengan memeluk gulingnya selesai Shubuh hingga perutnya memanggil untuk makan siang.

Tapi garis hidupnya berkata lain. Dia kini adalah seorang istri dari seorang suami yang mulai mengabaikannya.

Raina menatap sedih nasi dan soto ayam di atas meja makan. Makanan semalam tidak tersentuh lagi oleh suaminya.

Sudah satu minggu ini mereka jarang bertemu satu sama lain, meski mereka tinggal satu atap. Saat dia bangun tidur, Rafa sudah tidak ada di rumah.

Entah tidak pulang karena lembur atau berangkat lebih pagi ketika dia bangun kesiangan. Saat dia sudah kelelahan dan tertidur di malam hari, lelaki itu baru pulang.

Keadaan ini sungguh menyiksanya.

"Assalaamu'alaikum. Dek, gimana kabarnya?"

Suara ponsel menyadarkannya dari lamunan panjang tentang Rafa dan segala kerumitan lelaki itu.

"Wa'alaikumsalam.
Alhamdulillah baik Mbak."

Raina menyembunyikan duka dari Mbak Sari, teman kerjanya.

"Kayaknya suara kamu nggak baik-baik aja deh. Sudah dua minggu kamu ijin nggak masuk. Mbak benar-benar khawatir."

"Mbak Sari tenang aja. Minggu depan Insya Allah aku usahakan sudah mulai masuk kerja."

"Oke deh, siip. Take care ya Dek."

Tak lama percakapan mereka berakhir.

"Aduh.. " darah.. Raina melihat ujung jari telunjuk tangan kirinya yang berdarah, teriris oleh tajamnya pisau dapur. Dia sedang memotong wortel untuk membuat sop bakso. Dia tahu dari Mommy Qorry, kalau sop bakso adalah salah satu makanan favorit Rafa.

Dia menahan perih saat air wastafel mengalir di atas luka gores yang tidak sengaja dibuatnya sendiri.

Raina bahkan tidak tahu dimana letak kotak obat di rumah yang baru ditinggalinya. Diambilnya beberapa helai tissue dan dia menekan luka yang masih meninggalkan rembesan berwarna merah.

Raina mematikan kompor dengan air panci yang sudah mendidih. Gadis itu terduduk di bawah lantai keramik yang dingin.

Tangisnya pecah saat itu juga. Dia ingin Rafa datang menghiburnya. Dan tidak meninggalkannya lagi sendirian seperti ini.

Bunda... maafkan Raina yang mudah menangis. Raina harus bagaimana menghadapi Rafa. Raina nggak punya bekal yang cukup untuk berumahtangga.

Saat melihat darah di ujung jarinya tidak lagi mengalir, gadis itu berjalan menuju kamarnya. Diambilnya beberapa helai pakaian dan kerudung.

Diletakannya sticky note berwarna merah muda di depan lemari es.

"Maaf Kak, aku pamit pergi... "

                              💖💟💗

Sofa di ruangan kerja dengan desain minimalis modern bernuansa eksotik grey, menjadi teman terbaik menemani malam-malam panjang sepekan terakhir dalam hidupnya.

Meski punggungnya luar biasa pegal karena merindukan kasur empuk di rumahnya dan juga ia merindukan.... Istrinya....

Entah kenapa ia belum sanggup bertatap muka dengan Raina. Gadis itu selalu mengingatkannya akan janji pada Opa yang telah ia tunaikan.

Our Pure LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang