Menarik nafas panjang secara diam-diam, aku berusaha menenangkan jantung sambil berjalan mendekat ke arah Sacy.
"Mau perjalan ke mana, Mas?" Tanyanya lembut ketika aku sudah tiba di depan mejanya.
"Ke Cibinong." Jawabku singkat.
"Ada undangannya?"
"Ada, sebentar saya kirim ke email kerja sama."
"Boleh."
Aku membuka ponsel, mem-forward undangan dari Pak Musa ke email milik bagian kerja sama.
"Udah ya Mbak."
"Iya, sebentar Mas, duduk dulu aja."
Aku mengangguk, sambil bermain HP aku mengarah ke sofa yang tersedia di ruangan ini, memang disediakan untuk menunggu.
"Mas? Ini mewakili Pak Musa yaak?"
"Iya betul."
"Pake SPPD?"
"Gak usah, surat tugas aja."
"Oke Mas."
Aku menunggu, sambil sesekali melirik Sacy yang sedikit terhalangi layar monitornya.
"Mas Shadu?"
"Putra!" Kata gue.
"Oh iya, ini sudah selesai, tinggal ditandatangani Bu Julia aja sih, sebentar ya."
Aku mengangguk sementara Sacy berdiri dari duduknya, ia berjalan keluar ruangan membawa selembar kertas.
Tak berapa lama menunggu, Sacy kembali.
"Sudah nih Mas, tapi saya fotokopi dulu ya, untuk arsip."
"Iyaa, boleh Mbak."
Aku memperhatikan Sacy bekerja, ia berdiri di samping mesin fotokopi, tangannya mengetuk-ngetuk mesin sembari ia menunggu hasil salinan keluar.
"Mas, saya bikinin amplop dulu ya!"
Aku mengangguk lagi, kemudian memerhatikan lagi Sacy kembali ke mejanya. Hanya hitungan detik, amplop dengan namaku keluar dari mesin printernya.
"Makasi, Mbak Sacy!" Kataku tulus, seraya mengambil amplop tersebut.
"Sama-sama Mas Shadu."
"Putra!"
"Oh iya, maaf."
"Oke, Bu, pamit yaa!" Aku menyapa Ibu pertama tadi, yang hanya diam saja sedari tadi.
Keluar dari ruangan, aku berjalan ke gedung sebelah lagi, mengambil barang bawaanku dan kunci yang ada di ruang kerjaku.
Memutar mata kunci, aku langsung masuk ke ruang kerja, kuletakkan amplop ini di atas tumpukan buku sementara aku mematikan laptop dan membereskan barang-barangku.
Terlalu riweh, aku tak sengaja menyenggol tumpukan buku bacaanku, membuatnya bertebaran di lantai.
Yailah, lagi buru-buru kenapa ada aja sih?? Batinku.
Menumpuk asal buku-buku itu, aku meraih ampop surat tugas yang terbuka. Lha? Kosong? Isinya kemana??
Sedang sibuk mencari, ponselku berbunyi, nama Pak Musa muncul di layar, jadi segera saja aku angkat.
"Hallo Pak?"
"Dah berangkat, Put?"
"Belum Pak, ini lagi beres-beres sebentar."
"Oh oke, langsung berangkat ya!"
"Siap Pak!"
Sambungan telefon mati. Aku tak jadi memasukan laptop ke dalam ransel. Kumasukkan semua buku bacaan dalam tas, takut kalau ternyata suratnya nyelip di antara buku itu saat jatuh tadi.
Selesai memasukkan semua buku, aku bangkit, keluar dari ruangan dan menguncinya.
Bergegas berjalan ke parkiran, aku yang menggendong ranselku di depan ini sambil terus mencari.
"Mas Shadu! Ya ampun! Untung belum berangkat!" Aku berhenti mendadak, karena nyaris menabrak seseorang. Maklum, gak liat jalan abisnya.
"Eh, Mbak Sacy, kenapa?" Tanyaku.
"Saya dari tadi nyari mas Shadu."
"Kenapa?" Aku bingung.
"Itu, Mas Shadu cuma bawa amplopnya aja, suratnya belum saya masukin."
Yailaah. Ngapain juga ini aku bawa buku banyak-banyak di tas??
"Ohh pantess!"
"Maaf ya Mas."
"Gak apa-apa, kan tadi saya yang langsung comot amplop dari printer."
"Iya juga sih, tapi maaf ya Mas."
"Iya Mba Sacy, makasi yaa udah bantu. Maaf loh repotin."
"Iya gak apa, udah kerjaan. Berangkat ayok Mas, itu di undangan jam 10, telat loh nanti." Ucapnya sambil tersenyum.
Aku mengangguk, membalas senyum manisnya kemudian lanjut berjalan menuju parkiran.
Iseng berbalik, aku masih melihat Sacy di sana, di tempat yang sama, menghadap ke arahku lengkap dengan senyum manis di wajahnya.
Ya ampun, bisa ya dia manis begitu.
****
TBC
Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgah yang Sungguh
General FictionAku pernah berniat singgah, namun ia tak sungguh. - Putra. (Completed)