Aku bahagia, tapi ada sedikit ketakutan juga. Rifan sudah melepas masa lajangnya, yang artinya, hanya aku sekarang yang single, di-gengan.
Aku ingat beberapa tahun lalu pernah bilang ke Papa, kalau aku akan serius saat kedua temanku yang paling bandel sudah menikah. Vino sudah lebih dulu insyaf, ia sudah menikah. Sekarang Rifan. Lalu bagaimana denganku?
"Jangan ngurusin sekolah mulu lo, kaya istrinya si Damar aja lu." Ucap Malika, salah satu sahabat perempuanku.
"Mumpung masih muda, Mal. Jadi masih semangat, biar tua tinggal nyantai."
"S3 di mana lo?"
"Alamamater yang kemarin, pembimbingnya atasan gue di kantor, insya allah santai jadinya."
"Semangat Put! Tapi inget, jangan cuma nyari ilmu, cari cewek juga."
Omongan Malika itu membuatku melirik ke Kalya yang sedang hamil besar. Ia makin bersinar di mataku.
"Istri orang, Put!" Malika sepertinya tahu arah pandangku.
"Gimana ya? Gue dari pertama kenal Kalya, langsung suka Mal. Jadi susah buat nyoba deket sama orang."
"Mau denger nasehat gue gak?"
"Mau."
"Buka hati lo, coba deh, buka aja dulu, untuk siapapun, gak harus satu, lima juga boleh. Lo selama ini mentok ke satu cewek, bikin lo jadi gak kenal yang lain. Bukan berarti gue nyuruh lo jadi playboy macem temen kita yang lagi nikah ini, tapi temenan sama cewek, temen cewek lo kan gue sama Kalya doang! Kalo udah gitu, lo bakal tau gimana rasanya deket sama orang baru, punya temen baru, dan mungkin lo akan merasakan kenyamanan yang baru. Sumpah Put, sebuah proses itu kalo kita nikmati, akan benar-benar terasa nikmatnya. Hasil baik itu cuma bonus."
"Kaya lo waktu deket sama suami?" Tanyaku. Ya, Malika sebelumnya gak pacaran sama suaminya, mereka ta'aruf dan saling mengenal saat sudah resmi menjadi suami istri, untung aja cocok.
"Yeah, selama niat kita baik, insya allah hasilnya baik."
"Oke Mal, siap, makasi yaa!"
"Jangan cuma makasi, tapi terapin yang tadi gue omongin."
"Siap, kedelai hitam yang dirawat seperti anak sendiri."
"Yeee monyeeet!" Ia langsung mencubit lenganku. Paling gak suka emang Malika diledek anak petani kecap bango.
***
Mengikuti nasehat Malika, aku mulai menjalin pertemanan dengan beberapa rekan kerja perempuan, tapi cuma temenan yang... makan siang bareng-bareng dengan beberapa orang, gak cuma berdua, masih belum nyaman.
"Enak Put, lo lagi sekolah, jadi gak pusing mikirin urusan kantor." Ucap Dinda.
"Emang urusan kantor apaan yang bikin pusing?"
"Banyak yang dipindahin, redistribusi gitu. Gak enak kan ya? Udah betah malah di-over sana-sini." Jawab Oddy.
"Gue belum balik lagi ke kantor, maksudnya belum tau situasi peradaban, selama ini ke kantor cuma buat rapat, terus diem di ruangan,"
"Maen-maen ke TU, Put. Banyak gosip terbaru di sana." Ujar Gladys.
"Siaap!"
Karena percakapan saat makan siang itu, sore ini saat kerjaanku sedikit terurai, aku keluar dari ruangan, jalan-jalan keliling gedung sebelum akhirnya singgah di TU.
"Hallo Pak Boss, sehat??" Aku menyapa Pak Musa yang sedang mengecek pigeon box-nya.
"Basi, tadi pagi kita rapat bareng."
"Yailah, gitu amat, kan mana tau tadi siang encok?" Ledekku.