"Ngapain Put?" Tanya Rediza.
"Nemenin Mama sama temen kantornya makan siang, abisan di kantor ada yg diajak tapi nolak mulu sihhh."
"Dihhh... nyindir!"
"Kesindir neng?" Sahut Rediza.
"Gak."
"Terus kenapa bilang gitu?" Tanyaku.
"Lu bedua kalo mau berantem jangan di sini dah."
"Siapa juga yang berantem!" Seruku, ternyata bersamaan dengan Sacy.
"Kaya ABG lu berdua!"
Aku diam, begitu pun Sacy.
"Shadu ihh!" Aku menoleh Mama menghampiri kami.
"Ehh Sacy, apa kabar nak? Kok gak main ke rumah lagi?" Mama langsung membatalkan julidnya. Asli deh, aku yakin tadi pasti Mama mau ngedumel apapun, nada suaranya itu loh, udah kebaca.
"Baik Tante, tante sehat?" Sacy bangkit, ia langsung mencium tangan Mama.
"Sha kamu tuh kalo punya HP dibuka napa!!"
Aku melirik ke ponselku yang ada di genggaman tangan, menempelkan ibu jari untuk membuka kunci, ternyata ada 20 missed call dari Mama.
Bujug.
"Kenapa sih Ma?" Tanyaku.
"Mama sakit perut, ayok pulang!"
"Eh Ibu, ketemu lagi!" Ibunya Sacy dan Rediza datang, bukannya menyapa anak-anaknya, beliau malah menyapa Mama.
Lha? Kenal.
"Aduh, Ibu. Saya jadi malu, makasi banget ya Bu! Maaf repotin!" Ucap Mama sopan sekali.
"Mama kenal sama Ibunya Sacy?" Tanyaku.
"Lha? Ini ibunya Sacy??" Mama terlihat bingung.
"Iya Ma!"
"Makin malu jadinya Mama, ahh kamu sih!" Mama menepuk punggungku.
"Kenapa sih Ma?" Tanyaku.
"Pulang yuk!"
"Pulang beneran? Apa balik kantor?"
"Pulang Sha!"
"Itu Om Heru?"
"Tinggalin aja."
"Lhaa??!"
"Iya udah! Yuk! Bu saya pamit yaa, sekali lagi makasi pertolongannya." Percakapan terbelah, Mama menghadap Ibunya Sacy dengan tatapan teduh dan nada suara yang lembut.
"Iya, Bu. Gak apa-apa." Ucap Ibu.
Karena Mama mengajak buru-buru, kutinggalkan Sacy dan keluarganya, sambil mengirim pesan ke Pak Heru bahwa kami meninggalkannya, soalnya aku gak liat Pak Heru di meja tadi.
"Mama kenapa sih?" Tanyaku saat kami di mobil.
"Mama sakit perut, Sha."
"Terus??"
"Toiletnya gak bisa flush, gak ada air juga, panik dong Mama? Terus telfon kamu gak nyaut-nyaut. Yaudah Mama memberanikan diri manggil-manggil orang. Terus ibu tadi, yang katanya Ibunya Sacy, beliin Mama akua botol gede, empat biji. Gamau diganti lagi uangnya. Kan mama jadi berasa utang nyawa!"
Aku tersenyum mendengar cerita Mama.
"Ma, Mama setuju gak sih, aku sama Sacy?"
"Setuju, Mama gak mau jadi ibu egois, Sha. Udah cukup kayanya Mama menyusahkan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgah yang Sungguh
General FictionAku pernah berniat singgah, namun ia tak sungguh. - Putra. (Completed)