6. Work

3.4K 493 19
                                        

Aku menemani Papa menikah hari ini, Papa gak nikah secara hukum, tapi hanya secara agama, aku gak tau kenapa Papa memilih jalan seperti itu, dan aku ngerasa gak sopan untuk bertanya lebih jauh.

"Jagain Papa saya ya, Bu." Kataku Pada istri baru Papa ini.

Namanya Amelia, umurnya sudah hampir kepala 4, ia seorang janda dengan anak 1, berumur 14 tahun, dan masih SMP, nama anaknya Idris.

"Iya, sering main yaa?"

"Diusahain, Bu." Kataku.

Acara selametan pernikahan Papa dan Bu Amel berlangsung sederhana. Aku menemani Papa sampai malam tiba, saat merasa hari sudah hampir berakhir, aku pamit pulang.

**

Pagi ini, aku melihat Bibi beres-beres rumah yang terlihat berantakan.

"Ada apaan Bi? Kok berantakan gini?" Tanyaku sambil mengambil selembar roti.

"Mamanya Mas Putra marah-marah tadi subuh."

"Eh? Kenapa?"

"Katanya Papanya Mas Putra nikah ya? Sama janda bodong??"

"Hah? Janda bodong apaan?" Aku tahu latar belakang Bu Amelia, ia pernah gagal memang dalam pernikahan pertamanya, tapi bukan berarti ia bisa dicap janda bodong. Sebelum Papa menikah, aku sudah minta bantuan Vino untuk mencari tau asal-usulnya. Vino bilang gak ada masalah, jadi aku percaya. Secara, Vino kan FBI merangkap Psikopat, dapet aja info dari mana pun.

"Ya gak tau, Mas. Bibi dengernya begitu."

"Terus Mama mana sekarang?"

"Di kamar, lagi marah-marah."

"Duhhh, gimana ya cara tenanginnya?"

"Mas Putra berangkat kerja aja, nanti siang Bibi mau sekalian ke supermarket, biarin Ibu belanja, kali aja stressnya ilang."

"Oke, Bi! Aku tinggal ya?"

**

Tidak ada perkuliahan, aku jadi punya waktu ke kantor. Sesampainya di kantor, aku langsung mengecek pigeon box milikku yang berada di ruang tata usaha, mengambil semua surat yang dimasukkan ke sana saat aku tak ada.

Sambil berjalan ke ruangan, aku membaca satu demi satu, rata-rata sih tembusan untuk diketahui, surat tugas perjalanan dinas, dan slip gaji beberapa bulan terakhir.

"Put?? Full hari ini di kantor, atau ke kampus?" Aku mendongkak, kaget karena dicegat sama pimpinanku.

"Eh pak? Hari ini full di kantor."

"Bagus! Wakilkan saya ya? Rapat sosialisai kuota tangkap tumbuhan dan satwa liar di LIPI."

"Lha? Kita apa hubungannya sama gituan??" Tanyaku, gak pernah ikut rapat kaya gitu soalnya.

"Yee, harus ada dari orang keuangan, itu hubungannya sama pengusaha semua. Ekspor satwa eksotis endemik Indonesia loh! Appendix CITES II, III sama yang hasil budidaya. Cuwan!"

Sumpah, ilmuku belum selevel sama pimpinanku ini. Dia memang sudah Professor di bidangnya. Sering jadi dosen tamu juga di beberapa universitas negeri sekitar. Mantep lah.

"Okee deh, sendiri? Apa ada temen?" Tanyaku semangat, ingin mencoba belajar hal baru.

"Sendiri aja deh gak usah manja, saya ada rapat sama menteri soalnya. Kamu sana gih ke TU pusat, minta dibikinin surat tugas, segera, rapatnya jam 10 di Cibinong." Pak Musa meninggalkanku, sementara aku sendiri masih bengong.

Rapat jam 10, sekarang jam 8 lewat, keburu gak nih??

Aku bergegas ke gedung sebelah, menuju bagian kerja sama. Saat berjalan, ponselku berbunyi, Pak Musa baru saja mengirimkan softfile undangan rapat yang akan kuhadiri.

"Permisi!" Aku mengetuk pintu ruang kerja sama sambil membukanya langsung.

Di ruangan ini hanya ada dua orang, aku tersenyum kepada Ibu yang paling dekat.

"Mau bikin surat tugas Bu, tapi untuk hari ini, maaf."

"Oh, itu ke Sacy aja." Ibu yang aku tak tau namanya ini menunjuk wanita lain.

Tanpa basa-basi, aku mendekati wanita bernama Sacy ini, dan pas liat mukanya, gak tau kenapa, aku deg-degan.

Sial. Ini kenapa??

******

TBC

Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo

***

Sacy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sacy

***

Sebaik-baiknya pertemuan, adalah saat keduanya saling mencari.

Singgah yang SungguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang